Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto (kanan). (Humas DJPB)

KKP Sasar Perbatasan Jadi Objek Pemberdayaan Budidaya Lele Bioflok Unggulan

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyasar daerah perbatasan sebagai objek pemberdayaan ekonomi terkait program unggulan budidaya lele bioflok ke berbagai daerah.

Sebelumnya Pemerintah berhasil kembangkan lele bioflok untuk pemberdayaan umat di berbagai pondok pesantren di Indonesia.

Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto disela-sela kunjunganya di Belu, akhir pekan lalu, dalam keterangan persnya kepada independensi.com, mengatakan bahwa program ini bertujuan untuk mendorong pemerataan ekonomi, dan ketahanan pangan di kawasan-kawasan perbatasan.

Menurutnya pentingnya memperkuat wilayah perbatasan melalui pendekatan kesejahteraan.

Ia menilai kawasan perbatasan sebenarnya memiliki sumberdaya alam yang tinggi, namun minimnya informasi teknologi menyebabkan nilai ekonomi SDA tersebut belum dapat dirasakan.

Untuk itu, Ia menegaskan pentingnya membangun daerah perbatasan melalui penciptaan alternative usaha berbasis inovasi teknologi budidaya.

“Inovasi teknologi lele bioflok yang diperkenalkan diharapkan akan mampu meningkatkan nilai SDA yang ada, dengan demikian akan memicu ruang pemberdayaan masyarakat yang lebih luas dan sudah barang tentu akan menggerakkan ekonomi lokal. Budidaya lele bioflok di Kabupaten Belu ini menajadi yang pertama di NTT, ke depan diharapkan akan menjadi pemicu untuk diadopsi di daerah lain”, jelas Slamet saat melakukan tebar perdana bersama Bupati Belu, di Kecamatan Tasifeto Timur, Belu.

Slamet juga menggarisbawahi bahwa pesan Nawacita untuk membangun Indonesia dari pinggiran menjadi pertimbangan utama bagaimana program – program prioritas perikanan budidaya ini bisa menyasar ke daerah-daerah perbatasan.

Di sisi lain, program lele bioflok diharapkan akan mampu mensuplai kebutuhan gizi masyarakat dari sumber protein ikan. Kebutuhan gizi menjadi masalah yang kerap kali dihadapi masyarakat di daerah perbatasan, padahal ketercukupan gizi menjadi indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

“Jika dilihat masih ada ketimpangan IPM masyarakat di daerah perbatasan. Saya rasa program ini menjadi sangat strategis untuk meningkatkan IPM melalui pemenuhan gizi masyarakat, apalagi komoditas lele saat ini mulai digemari masyarakat luas. Bu Menteri sangat konsen untuk mendorong masyarakat agar mulai gemar makan ikan”, imbuhnya.

Picu pergerakan ekonomi 

Sementara itu Bupati Belu, Willybrodus Lay mengatakan bahwa Pemda Kabupaten Belu sangat mengapresiasi upaya KKP dalam memperkenalkan inovasi teknologi budidaya lele bioflok untuk masyarakat perbatasan.

Dirinya mengungkapkan keyakinnya, upaya ini akan memberikan dampak bagi perekonomian masyarakat.

“Pengenalan teknologi lele bioflok sangat cocok dengan karakteristik daerah di Belu, dimana sumber air bisa diefesiensikan, namun disisi lain produktivitas bisa ditingkatkan berkali lipat. Kami akan dorong nantinya paling tidak dalam satu desa ada 5-10 unit kegiatan usaha sejenis. Saya yakin akan menggerakan ekonomi lokal di Belu dan pastinya akan mendongkrak tingkat konsumsi ikan perkapita masyarakat Belu”, ungkap Willy yang juga turut hadir dalam tebar Perdana bersama Dirjen Perikanan Budidaya.

Sebagai gambaran bahwa tingkat konsumsi ikan per kapita di NTT masih cukup rendah yaitu 29,8 kg/kapita/tahun, dibawah tingkat konsumsi ikan perkapita nasional sebesar 43,94 kg/kapita/tahun.

Benyamin Taek Mau, salah seorang Pembudidaya di Belu mengungkapkan, bahwa hingga saat ini permintaan akan komoditas ikan lele mulai meningkat, dengan harga yang cukup tinggi dengan kisaran harga per kg diatas Rp. 35.000,-.

Dari hasil bantuan 24 buah kolam lele system bioflok diharapkan akan panen sebanyak 5,4 ton untk pemasaran di Atambua, Kupang dan Kabupaten lain di sekitar Belu. Bahkan menurutnya peluang ekspor ikan lele ke Timur Leste mulai terbuka lebar.

“Kami masyarakat sangat berterima kasih atas dukungan dan perhatian Pemerintah Pusat. Kami optimis dengan harga dan peluang pasar luas, kegiatan usaha lele bioflok akan berjalan dengan baik, dan pastinya akan memicu kami dalam meningkatkan kapasitas usaha”, terang Benyamin

Seperti diketahui, selain di Kabupaten Belu, Pemerintah melalui KKP juga fokus mendorong budidaya lele system bioflok di daerah perbatasan lainnya antara lain di Kabupaten Entikong, Kabupaten Wamena, serta Kabupaten Sarmi.

Sebelumnya Presiden Jokowi lewat kepala kantor staf Kepresidenan Teten Masduki mengapresiasi upaya KKP dalam memperkenalkan inovasi teknologi budidaya lele bioflok.

Dalam beberapa kesempatan Presiden juga menekankan pentingnya pengenalan inovasi teknologi dalam pemberdayaan masyarakat. Program pengembangan lele bioflok saat ini menjadi salah satu program unggulan nasional dan menjadi perhatian Presiden.

Sebagai informasi bahwa produksi lele secara nasional tahun 2016 sebesar 873.716 ton dan ditargetkan sebanyak 1.399.700 ton pada tahun 2017.