Petugas Bujuk Masyarakat Mengungsi ke Tempat Aman

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho menyampaikan, erupsi magmatik Gunung Agung terus berlangsung mengeluarkan asap dan abu berwarna kelabu dengan intensitas sedang, dan ketinggian kolom abu vulkanik sekitar 2.500 – 3.000 meter di atas puncak kawah.

Sinar api dari lava teramati pada malam hari, dengan asap condong ke arah barat daya. Tremor masih menerus dengan amplitudo 1-2 milimeter dominan 1 milimeter. Status Awas (level 4).

PVMBG terus melaporkan perkembangan aktivitas vulkanik yang terus meningkat. Peluang terjadinya erupsi yang lebih besar menjadi semakin meningkat. Namun demikian tidak dapat dipastikan seberapa besar intensitasnya.

“Mengestimasi karakter erupsi Gunung Agung ke depan cenderung lebih sulit dari gunung lainnya karena tidak adanya data instrumental sebagai pembanding dengan erupsi sebelumnya,” ujar Sutopo.

Lebih lanjut dijabarkan bahwa sebaran abu vulkanik dominan mengarah ke barat daya. Hasil analisis citra satelit Himawari dari BMKG menunjukkan bahwa sebaran abu vulkanik ke arah barat daya, tertarik oleh Siklon Tropis Cempaka yang saat ini berada di Samudera Hindia di selatan Yogyakarta. Adanya pusat tekanan rendah ini menyebabkan abu vulkanik mengikuti gerak dari siklon tropis.

“Dampak langsung sebaran abu adalah terganggunya keselamatan penerbangan. Berdasarkan data analisa dan prediksi arah dan kecepatan angin dari BMKG pada 28 November 2017 pukul 02.00 – 08.00 WITA menunjukkan bahwa arah angin dari utara hingga timur laut dengan kecepatan 5-10 knot,” ujarnya.

Sementara informasi SIGMET dari MWO Ujung Pandang menunjukkan bahwa abu vulkanik bergerak ke arah selatan – barat daya dan menutupi ruang udara di atas Bandara Internasiopnal I Gusti Ngurah Rai. Analisis pihak Airnav Indonesia Cabang Denpasar juga menunjukkan bahwa ploting area jalur pemanduan lalu lintas pesawat udara telah tertutup oleh sebaran abu vulkanik.

Masyarakat tidak boleh melakukan aktivitas apapun di dalam radius 8 km dari kawah Gunung Agung dan ditambah perluasan sektoral ke arah utara-timur laut dan tenggara-selatan-barat daya sejauh 10 km dari kawah Gunung Agung.

Ada 22 desa yang terdapat dalam zona berbahaya. Jumlah penduduk yang tinggal di dalam zona berbahaya tersebut diperkirakan 90.000 – 100.000 jiwa. Tidak adanya data yang valid dari berbagai sumber menyulitkan dalam menghitung jumlah penduduk yang harus diungsikan.

Berdasarkan data BPS, jumlah penduduk terdampak di radius yang berbahaya adalah 63.000 jiwa. Sementara itu data dari Open Street Map sebanyak 117.000 jiwa, Asia Pop sebanyak 68.000 jiwa, dan pernyataan Gubernur Bali sebanyak 140.000 jiwa. BNPB akan melakukan rapat koordinasi dengan pemerintah daerah untuk memastikan jumlah penduduk yang harus dievakuasi.

Data sementara, jumlah penduduk 29.023 jiwa yang tersebar di 217 titik pengungsian. Belum semua data pengungsi tercatat oleh petugas. Selain di Bali, masyarakat ada juga yang mengungsi ke Lombok. Gubernur Bali telah menghimbau agar masyarakat mengungsi di sekitar Kabupaten Karangasem saja.

Tidak semua masyarakat yang berada di radius berbahaya bersedia mengungsi. Sampai saat ini masih banyak masyarakat yang tetap tinggal di dalam rumahnya. Ada berbagai alasan yang menyebabkan mereka enggan mengungsi, seperti alasan masih merasa aman meski Gunung Agung sudah erupsi, alasan menjaga ternak dan kebun, alasan kepercayaan, dan lainnya.

“Petugas masih terus membujuk masyarakat untuk mengungsi dan membantu pengungsian ternak,” ujarnya.

Secara umum penanganan pengungsi berlangsung dengan baik. Tidak ada kepanikan di masyarakat. Pengalaman sebelumnya saat Gunung Agung dinyatakan Status Awas pertama kali pada 22 September 2017 pukul 20.30 WITA dan adanya sosialisasi yang intensif mengenai antisipasi menghadapi erupsi menyebabkan masyarakat sudah lebih siap.