Ilustrasi. Pembudidaya ikan. (Humas Direktorat Jenderal Budidaya KKP)

Tahun 2018, KKP Tetap Prioritaskan Dukungan Langsung bagi Pembudidaya

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Kementerian Kelautan dan Perikanan tetap akan prioritaskan program dukungan langsung bagi pembudidaya ikan dalam pagu indikatif APBN Tahun Anggaran 2018 yang mencapai Rp. 944,85 miliar.

Dari angka tersebut sebagian besar diperuntukan untuk dukungan langsung kepada masayarakat pembudidaya ikan melalui program-program prioritas. Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto mengatakan hal tersebut di Jakarta. Kamis (21/12/2017), dalam keterangan persnya kepada Independensi.com, Jumat (22/12/2017).

Menurut Slamet, pembudidaya skala kecil harus distimulan agar mampu mengembangkan kapasitas usahanya. Bentuk dukungan tersebut, antara lain baik berupa fasilitasi kemudahan akses maupun bentuk dukungan langsung berupa input produksi.

Ia juga memastikan bahwa dukungan seperti sarana produksi budidaya dan pakan mandiri telah melalui tahapan kajian yang berbasis pada penilaian kebutuhan di tingkat masyarakat.

Sebelumnya, Sekjen Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI), Agung Sudaryono, menilai bantuan yang diberikan KKP kurang efektif untuk menciptakan pembudidaya yang mandiri.

Menanggapi hal tersebut, Slamet menilai sah sah saja memiliki persepsi yang berbeda. Namun Ia memastikan bahwa program yang diberikan telah tepat dan dirasakan langsung dampaknya oleh masyarakat.

Namun demikian, kritik yang bersifat konstruktif akan jadi masukan bagi perbaikan ke depan. Ia juga menilai semua pihak punya tanggungjawab yang sama untuk membangun ekonomi pembudidaya.

KKP konsisten agar alokasi anggaran bisa langsung dirasakan masyarakat. Bukan hanya bantuan langsung, KKP juga memberikan berbagai fasilitas untuk memudahkan akses terhadap pembiayaan dan perlindungan usaha.

Slamet mencontohkan, untuk mempermudah mengakses program pembiayaan, KKP telah mendorong sertifikasi hak atas tanah pembudidaya ikan. Begitupun untuk memberikan perlindungan usaha, KKP telah meluncurkan program asuransi bagi pembudidaya ikan kecil dan merupakan skema asuransi pertama di Indonesia.

“Jadi kalau KKP dikatakan hanya bagi bagi bantuan tanpa ada program pendukung, itu tidak benar. Khusus, dukungan seperti sarpras ini khan sifatnya hanya stimulant saja, nantinya diharapkan yang berhasil ini akan menularkan keberhasilannya kepada pembudidaya lain. Memang ada beberapa yang kurang berhasil, namun dipastikan apa yang KKP berikan berdampak positif terhadap ekonomi masyarakat dan nasional dan ini dibuktikan dengan data yang ada”, jelas Slamet.

Menurutnya efektif tidaknya program dapat dilihat dari indikator dampak yang dilihat.
” Program 2018 itu khan mengacu dari pertimbangan kinerja tahun ini. Hasil kajian dan berdasarkan data yang ada menunjukkan bahwa program ini memberikan efek positif baik secara makro maupun mikro ekonomi”, imbuhnya.

BPS mencatat bulan September tahun 2017, nilai tukar usaha pembudidaya ikan (NTUPi) tercatat sebesar 110,54 meningkat 1,12 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Kondisi ini mengindikasikan bahwa usaha budidaya yang dilakukan masyarakat lebih efisien dan memberikan nilai tambah yang lebih baik.

Begitupun hasil kajian menunjukkan rata-rata pembudidaya ikan memiliki pendapatan sebesar 3 juta rupiah, artinya berada jauh di atas indikator garis kemiskinan yang ditetapkan BPS. Angka ini turut memberikan andil pada penurunan gini ratio yang hingga semester 1 tahun 2017 mencapai 0,393.

Disisi lain, Kepala Pusat Kajian Pembangunan Perikanan dan Peradaban Maritim, Suhana dalam keterangannya menyatakan bahwa neraca perdagangan ekspor perikanan budidaya positif selama tiga tahun terakhir.

“Kalau mengkaji data International Trade Center, kinerja neraca perdagangan sub sektor ini menunjukkan trend positif”, ungkap Suhana.

Suhana juga menilai, jika dilihat dari proporsi komoditas, justru komoditas udang menempati urutan teratas dalam memberikan kontribusi terhadap total nilai ekspor produk perikanan nasional yaitu sebesar 31 persen dengan nilai ekspor mencapai 1,28 milyar US$. Artinya, komoditas budidaya justru memberikan peluang sangat tinggi terhadap pemenuhan devisa

BPS juga mencatat tahun 2016 nilai ekspor sub sektor perikanan budidaya Indonesia mencapai 1,68 milyar US$ atau memberikan share sebesar 40,3 persen terhadap total ekspor produk perikanan atau naik 4,1 persen dari tahun 2015.

Sementara nilai impor sub sektor ini mencapai 23,8 juta US$. Angka ini menunjukkan bahwa neraca perdagangan sub sector perikanan budidaya mengalami surplus dengan nilai mencapai 1,65 milyar US$.

Secara makro, perikanan budidaya juga memberi andil besar terhadap kinerja pertumbuhan PDB Perikanan yang berada di atas rata rata sektor lain yakni sebesar 6,79 pada triwulan 3 tahun 2017.

Tercatat tahun 2016 nilai produksi perikanan budidaya mencapai Rp. 146,65 trilyun dan dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir (2012 – 2016) nilai produksi perikanan budidaya mengalami kenaikan rata-rata pertahun sebesar 19,3 persen.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Catfish Club Indonesia, Imza mengatakan bahwa bantuan KKP terutama mesin pembuat pakan sangat membantu masyarakat. Hanya saja menurutnya khusus untuk pembudidaya pemula harus diimbangi dengan pendampingan yang intensif, disamping itu penguatan kelembagaan harus didorong, sehingga pembudidaya memiliki akses terhadap informasi pasar.

Sedangkan Kadir, Ketua Pokdakan Mina Danu Lestari di desa Wanakarta, Indramayu, menilai bantuan KKP sangat membantu bagi peningkatan kapasitas usaha budidaya.

“Pemerintah telah banyak bantu, mulai dari penataan saluran, rehab tambak, bantuan sarana prasarana, dan akses pinjaman lunak. Hasilnya, bisa terlihat dan dirasakan dampaknya sangat bermanfaat”, diakuinya.