Foto: Istimewa

Wali Kota Bogor Anggap GKI Yasmin ‘Kaffir Dzimmi’ ?

Loading

IndependensI.com – Sengketa pendirian Gereja Kristen Indonesia (GKI) Yasmin sampai saat ini belum menemukan titik terang. Pada hal GKI Yasmin telah memperoleh kepastian hukum berupa keputusan Mahkamah Agung (MA).

Dalam keputusannya MA menjamin para jemaat dapat beribadah di dalam gerejanya, namun sejumlah warga yang intoleran tetap tak mengindahkannya dan terus menolak segala kegiatan yang dilakukan oleh para jemaat gereja. Tentu saja warga intoleran yang menolak pembangunan GKI Yasmin merasa khawatir dan ketakutan terjadinya ‘Kristenisasi’ jika GKI Yasmin didirikan di lahan seluas seluas 1.721 meter persegi milik Badan Pekerja Majelis Sinode (BPMS) GKI Wilayah Jawa Barat

Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto berupaya menawarkan solusi baru dalam menjembatani antara jemaat GKI Yasmin dengan pihak-pihak tertentu yang selama ini menolak pembangunan gereja.

“Gagasan besarnya bahwa GKI Yasmin dan rumah ibadah masjid akan didirikan berdampingan di tempat yang sekarang,” kata Juru bicara (Jubir) GKI Yasmin, Bona Singgalingging beberapa waktu lalu.

Solusi yang ditawarkan oleh Bima Arya adalah tanah milik GKI Yasmin itu dibagi dua yakni untuk dibangun gereja dan masjid. Persentase pembagian lahan belum ditentukan oleh wali kota. Saat ini tim dari berbagai kelompok tersebut tengah merumuskan cara pembagian lahan untuk masjid dan gereja.

Bima Arya optimistis akan ada penyelesaian masalah bagi jemaat GKI Yasmin yang saat ini belum bisa beribadat di gereja sendiri. Pembagian lahan untuk gereja dan masjid merupakan solusi terbaik untuk menyelesaikan konflik dan penyegelan yang sedang terjadi.

Pemerintah Kota Bogor mengaku telah mampu mengumpulkan perwakilan dari jamaah masjid, GKI Yasmin, dan GKI Pengadilan untuk berunding membahas pembagian lahan. Diskusi langsung oleh majelis akan menghasilkan pembagian lahan yang adil, sehingga nantinya bangunan gereja dan masjid akan berdiri berdampingan.

Pengurus Gereja Kristen Indonesia (GKI) Yasmin di Bogor Jawa Barat memberikan wewenang sepenuhnya kepada Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiharto dalam wacana pembagian lahan gereja untuk pembangunan masjid, di Jalan KH. Abdullah bin Nuh Kavling 31 Taman Yasmin, Bogor, Jawa Barat.

BMPS GKI wilayah Jawa Barat, kata Bona, telah menyetujui gagasan Bima yang berniat membuka segel GKI Yasmin di Bogor. Pembukaan segel gereja tersebut sebagai legitimasi untuk proses renovasi. Namun syaratnya, Bima akan membangun masjid di sebagian lahan gereja, agar tidak ada perasaan iri dari kelompok yang selama ini menolak pembangunan gereja.

Bona mengklaim, sampai saat ini tidak ada jemaat yang keberatan atas gagasan Bima Arya maupun keputusan BPMS GKI Jawa Barat. Yang terpenting, para jemaat GKI Yasmin kembali memiliki rumah ibadah. Bila gereja dan masjid berdiri berdampingan, kata Bona, GKI Yasmin siap menyambut positif perbedaan kehidupan beragama. Dia juga tidak memandang keberagaman itu sebagai sebuah ancaman.

Kaffir Dzimmi

Kafir Dzimmi adalah orang-orang kafir yang hidup di dalam negara berdasarkan hukum syariat dan dan mendapat perlindungan karena tidak memusuhi pemerintahan yang berdasarkan hukum syariat. Pembagian lahan yang dimiliki oleh GKI Yasmin dalam rangka pembangunan gereja dan masjid secara berdampingan bisa dimaknai dua hal :

Pertama, Wali Kota Bogor ingin menciptakan kerukunan umat beragama di Bogor dimana masjid dan gereja dibangun secara berdampingan. Hal ini untuk menuntaskan persoalan yang selama ini terkatung-katung dimana pemerintah kota Bogor telah menyegel tempat ibadah GKI Yasmin.

Gereja GITJ 16 Tahun Disegel

Kedua, Wali Kota Bogor yang mengakomodasi desakan kelompok kelompok warga yang menolak keberadaan GKI Yasmin. Dengan demikian GKI Yasmin diperlakukan sebagai ‘Kafir Dzhimmi’ yakni orang-orang Kafir wajib tunduk kepada keputusan pemerintah yang sah, termasuk pengambilalihan tanah yang dimilik untuk pembangunan rumah ibadah kaum Mukmin.

Masyarakat yang bisa menilai sendiri solusi yang ditawarkan Wali Kota Bogor Bima Arya tersebut, apakah GKI Yasmin diposisikan sebagai ‘Kafir Dzhimmi’ atau solusi yang sudah sesuai di negara yang berdasarkan Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika? (Sigit Wibowo)

7 comments

  1. Suruh pada belajar PMP lagi deh…hadeeeeh,gw muslim,tapi tolong buat kaum muslim jgn egois,ingaaat….semua nabi mengajarkan KASIH…bukan peraaang…

  2. Ngeri klo membuat aturan seperti ini, aturan agama mayoritas bukan aturan konstitusi negara, coba pikir bila umat Muslim ingin membangun mesjid di tanah papua, sulawesi utara menggunakan aturan seperti kebijakan Walikota/Bupati bisa jadi negara federal negri ini, ngeri……., ini bibit perpecahan, kata Kaffir Dzimmi ini selalu dipakai akhir2 ini apakah Indonesia tidak lagi ingin mempertahankan idiologi Pancasila, terhadap agama yg sudah diakui UUD 1945 saja diabaikan gimana dgn agama2 leluhur bangsa ini aliran kepercayaan apakah ingin disingkirkan juga dari ibu pertiwi ingat semua anak bangsa berjuang mempertahankan negri ini dengan darah dan tangis tanpa membedakan agama, ras dan golongan, leluhur saya dari Sumatra Utara tidak rela anak cucunya diperlakukan seperti ini.

  3. Ini penghianatan terhadap NKRI & Pancasila…… Bukankah Mahkamah Agung sudah memutuskan tentang eksistensi Gereja Jasmin…. MENGAPA tak segera dieksekusi……???
    Menkumham, Menteri agama, Dan instansi2 terkait perlu Turin tangan

  4. Kafir Dzimmi itu dianggap sbg warga kelas dua. Jsk2mrk Ternate & kalau protes, Mrk dianggap membangkang & perlindungan utk mrk Akan dicabut. Mrk juga harus bayar jizya, pajak tinggi alias mencekik Kalau mrk Masih ingin mempertahankan agama & ibadah semula. Dlm sejarah kolonisasi islam, jizyah ini yg membuat banyak orang masuk Islam. GA email tahu, jadi Dzimmi.

  5. Anjing kamu bima arya.. sudah penyerobotan lahan.. msh kau kafirkan lg si pemilik lahan.. apa begitu cara agama mu mengajarkan TOLERANSI ?? agama apa sekte yg kau ikuti itu ??

Comments are closed.