Wakapolri Komjen Pol Syafruddin
Wakapolri Komisaris Jenderal Pol Syafruddin pensiun dini dan menjabat sebagai MenPAN-RB

ASN Harus Netral, Kalau Tidak ‘Out’

Loading

IndependensI.com – Tegas, singkat dan padat, menunjukkan pernyataan itu dari seorang yang berpendidikan, prinsip, etika dan moral yaitu Komisaris Jenderal Polisi Syafruddin, yang pensiun dini sebagai Wakil Kepala Kepolisian RI (Wakapolri). Dia ditunjuk Presiden menjadi Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) menggantikan Asman Amar yang mengundurkan diri, karena secara etis harus mengikuti partainya PAN tidak mendukung Joko Widodo sebagai Capres 2019.

PAN pada Pilpres 2014 mendukung Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, tetapi sejak tahun 2015 mendukung pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, dan dapat jatah di Kabinet. Kemudian PAN kembali tidak mendukung Jokowi-Ma’ruf Amin, secara etik harus mengundurkan diri.

Kepemimpinan Asman Amar MenPAN-RB berjalan baik di kala Pilkada yang baru lalu tidak ada menyimpang. Selama dia menjabat yang pernah heboh hanyalah mutasi isteri Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi, Tin Zuraida ke Kementerian PAN-RBA yang masih dianggap “bermasalah”: di MA tetapi mendapat posisi di instansi baru. Kasus Nuhadi sendiri sudah “kering” tanpa bekas alias menguap?

Pernyataan Syafruddin itu tentu muncul mungkin karena pertanyaan pers saja bukan berarti ASN selama ini tidak netral, hanya penegasan saja bahwa ASN harus netral, kalau tidak out, sebagaimana diberitakan detik.com. Syafruddin bukan “omdo” (omong doang).  Jajaran telah membuktikan mencopot pejabat Polda Maluku di saat kampanye Pilkada, karena tidak netral.

Di Polri penegakan disiplin bagian utama dalam hidupnya, tidak ada salahnya disiplin Polri diterapkan di ASN, disiplin, taat hukum, tidak seperti sekarang “penyakit” bangsa adalah ketidakdisiplinan, dan tidak taat hukum.

Kita mendukung pernyataan Syafruddin tersebut, lebih penting lagi adalah penegakan hukum oleh ASN, sudah terlalu banyak  yang terkena pidana, dan 307 ASN yang telah diputus pengadilan bersalah masih menerima gaji, di mana kedilan dan kepastian hukum? Putusan pengadilan seharusnya dituruti tidak hanya oleh pejabat tetapi juga  oleh semua peraturan perundang-undangan.

Agar adil, barangkali  MenPAN-RB yang baru harus segera menyelaraskan Putusan Pengadilan dengan peraturan-peraturan lain dalam pemberantasan korupsi sehingga tidak menimbulkan ketidak-pastian hukum, dan semua perturan yang tidak mendukung putusan pengadilan harus diluruskan.

Tidak seperti penegakan hukum di bidang pemberantasan narkoba, putus pengadilan hukuman mati tetapi hanya di atas kertas sementara si terhukum mati justru bersimaharajalela mengendalikan peredaran narkoba dari balik penjara. Berita terakhir ada pembakaran hidup-hidup enam orang di Sulawesi Selatan atas “perintah” seorang nara pidana dari balik jeruji besi.

Jangan lupa, yang tidak melaksanakan putusan Pengadilan adalah pelanggaran terhadap hukum, demikian juga Kejaksaan Agung adalah melanggar hukum apabila tidak melakukan eksekusi kepada para terpidana narkoba. Kalau putusannya hukuman mati, harus  harus dilakukan.

Kalau Syafruddin tegas dalam kenetralan ASN di Pilpres dan Pilleg, mungkin jauh lebih penting melakukan pembersihan ASN dari pengaruh apalagi praktek intolerasi dan radikalisme yang disinyalir telah merambah ke kantor-kantor pemerintah dan BUMN termasuk pengelolaan masjid-masjid di lingkungan kementerian dan  lembaga negara dan BUMN.

Penegakan hukum, disiplin dan etika merupakan suatu keharusan dalam penyelenggaraan negara, karena itu sebagaimana setiap pejabat diawali dengan  mengucapkan sumpah/ janji, di hadapan Tuhan-Allah Yang Maha Esa dengan disaksikan oleh pejabat dan masyarakat.  Setiap pejabat public dituntut untuk setia kepada pekerjaannya sesuai dengan sumpahnya, yang pada azasnya pejabat secara tak langsung mempertanggungjawabkan pekerjaannya kepada Tuhan, dan bekerjalah  untuk Tuhan dan bukan untuk manusia sehingga harus memuliakan Tuhan dan ciptaanNya, tanpa pandang bulu, pilih bulu atau pilih kasih.

Sepintas kilas, KemenPAN-RB itu hanya mengurusi administrasi Kepegawaian, pengangkatan, penggajian, kenaikan pangkat dan mutasi, tetapi lebih besar dari itu adalah pembinaan mental-spritual para Aparat Sipil Nasional, sehingga pelanggaan hukum dapat diminimaliser, sehingga korupsi, penyalahgunaan narkoba, korupsi dan penghianatan terhadap bangsa dan pemerintah tidak terjadi lagi.

Terjadinya korupsi yang pertama dan utama terlibat adalah Pegawai Negeri. Sehingga untuk membenahi Republik ini, pembersihan aparat harus  terus dilakukan dari waktu ke waktu tanpa terganggu oleh situasi politik, sehingga ASN itu tidak berpolitik, tetapi harus sadar politik. (Bch)

One comment

  1. I do like the way you have framed this particular concern plus it really does offer me personally some fodder for thought. However, through what I have observed, I simply trust when the commentary pile on that men and women continue to be on point and not start upon a tirade associated with the news du jour. Still, thank you for this exceptional point and while I can not necessarily go along with it in totality, I regard the standpoint.

Comments are closed.