Kadrun Hancurkan Indonesia Lewat Telkomsel

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Pegiat media sosial dan staf pengajar Universitas Indonesia, Jakarta, Ade Armando, menilai, apa upaya kaum radikal agama yang dikenal dengan sebutan kadal gurun alias kadrun, terus berupaya menghancurkan Indonesia berideologi Pancasila menjadi khilafah lewat Telekomunikasi Seluler (Telkomsel).

Pernyataan Ade Armando, mempertegas, pengakuan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdatul Ulama, K.H. Said Aqil Siradj, sebagian besar Badan Usaha Milik Negara (BUMN), sekarang, seperti Perusahaan Listrik Negara (PLN), Telekomunikasi (Telkom), Telekomunikasi Seluler (Telkomsel), dikuasai kelompok Islam garis keras penganut paham wahabi/ikwanul muslim (berjenggot panjang, celana cingkrang, jidat gosong).

Menurut Said Aqil Siradj, semua perguruan tinggi negara di Indonesia, sekarang dikuasai kelompok Islam radikal (kecuali universitas bercirikhas non-Islam), melalui program tarbiyah. Karena itu, satu-satunya di Indonesia universitas yang tidak ada tarbiyahnya, adalah Universitas Nahdatul Ulama (UNU).

Dalam akun facebooknya, Minggu, 12 Juli 2020, dengan judul: “Jaringan Islam Radikal di Belakang Customer Service Telkomsel yang Menyebarkan Data Pribadi Denny Siregar”, Ade Armando, mengatakan, kasus Kasus penyebaran informasi pribadi Denny Siregar yang kemudian dimanfaatkan untuk menteror Denny dan keluarganya semakin menunjukkan bahwa ini bukan sekadar serangan personal.

Belakangan Polisi Republik Indonesia (Polri) berhasil meringkus karyawan kontrak Telkomsel di Surabaya bernama Febriansyah Puji Handoko atau @Brians_AFC –, mensuplai data pelanggan kepada akun @opposite6890 (atau @opposite6891) dan diketahui bernama lengkap Wahyu Budi Laksono, untuk selanjutnya disebar ke ruang publik di dunia maya.

Beritaislam.org, Rabu, 8 Juli 2020, menyebut, opposite dari pasokan data dari oknum kadrun di Telkomsel, ikut membocorkan data mantan Panglima Tentara Indonesia (TNI) Jenderal Purn Moeldoko yang sekarang sebagai Kepala Staf Presiden (KSP).

Tampak jelas, data pelanggan dibocorkan, adalah pihak-pihak yang selama ini berseberangan dengan para kadal gurun, ini. Karena setelah itu, ada nama Permadi Arya alias Abu Janda, dimana selama ini dengan gaya parodi selalu menyebut kadal gurun berotak dengkul dan merusak citra Islam yang damai.

Data Moeldoko dibocorkan oknum kadrun di Telkomsel, pakai Nomor Induk Kependudukan (NIK) Herman Fauzi, kemudian menyebut Permadi Arya dengan nama keren Abu Janda, mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Jenderal Purn Abdullah Mahmud Hendropriyono dengan menyebut Diaz Hendropriyono (anak A.M. Hendropriyono).

A.M. Hendropriyono, pernah secara terbuka memperingatkan oknum umat Islam keturunan Arab, jangan jadi provokator di Indonesia.

Dampaknya sekarang, Telkomsel menjadi bulan-bulanan. Seword.com, Minggu, 12 Juli 2020, menyebut Telkomsel digugat pelanggan sebesar Rp16 triliun untuk gugatan immateriil dan Rp200 miliar gugatan materiil.

Ini sangat ironis, karena pasal 42 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi secara tegas menyatakan, penyelenggara jasa telekomunikasi wajib merahasiakan informasi yang dikirim dan atau diterima oleh pelanggan jasa telekomunikasi melalui jaringan telekomunikasi dan/atau jasa telekomunikasi yang diselenggarakannya sumber.

Dalam annual report Telkomsel tahun 2019, tercatat revenue (pendapatan/laba) Telkomsel sebesar Rp91,1 triliun. Jadi gugatan di atas jika dikabulkan, akan mengambil sekitar 17,5% dari laba Telkomsel.

Ade Armando, memaparkan beberapa point di balik kadrun menguasai Telkomsel. Pertama, penyebaran informasi pribadi dan penteroran terhadap Denny terjadi segera setelah Denny menulis postingan yang mengeritik pengeksploitasian anak-anak santri untuk kepentingan politik sempit dan bahkan terorisme. Gara-gara tulisan itu, Denny sudah dipolisikan di Tasikmalaya.

Kedua, setelah Denny dipolisikan, di dunia maya menyebar informasi tentang Denny oleh akun @opposite6890 (atau @opposite6891) dan diketahui bernama lengkap Wahyu Budi Laksono. Akun tersebut membawa gambar Malcolm X. Yang disebarkan adalah data pribadi, data keluarga plus pola penggunaan smartphone Denny.

Ketiga, setelah penyebaran info terjadi, teror dimulai pada Denny, istri Denny dan anak-anak Denny.

Keempat, sejumlah kawan yang paham IT bisa mengidentifikasi bahwa data Denny yang menyebar itu berasal dari dalam Telkomsel.

Kelima, Denny memprotes Telkomsel. Keenam, protes Denny menyebar melalui media sosial dan media massa. Mulai ada seruan untuk memboikot Telkomsel. Telkomsel merespons.

“Pada awalnya hanya dengan menyatakan semua data pribadi pelanggan telkomsel terjaga kerahasiaannya. Kemudian sejumlah pihak dalam Telkomsel menghubungi Denny untuk menyatakan mereka menyelidiki mengapa kebocoran terjadi,” ujar Ade Armando.

Ketujuh, Polri mulai bergerak. Menkominfo juga menyatakan kepeduliannya. Kedelapan, Polri menahan orang yang diduga menjadi penyebar data pribadi Denny. Namanya Febriansyah Puji Handoko. Febri adalah karyawan outsourcing Customer Service Telkomsel.

“Dia mengaku membocorkan data pribadi Denny karena dia bersimpati pada akun @opposite6890 dan dia marah karena pernah dibully pendukung Denny,” tulis Ade Armando.

Kesembilan, dalam jejak digitalnya di medsos, Febri – dengan nama akun @Brians_AFC – berulangkali memaki-maki Nahdatul Ulama (NU), Banser dan membela Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Ia pernah menyebut NU bangsat, Banser anjing.

Kesepuluh, kemudian diketahui bahwa pemilik akun @opposite6890 adalah Wahyu Budi laksono, yang kadang juga menggunakan nama Irsan A Rauf.

Kesebelas, Wahyu tidak tinggal di Indonesia. Dia berpindah-pindah di luar negeri. Dia memiliki nomor Thailand dan juga Jordania.

Ketiga belas, petinggi dan aktivis Aksi 212 Haikal Hassan diketahui dan mengakui mengalirkan dana untuk anak Wahyu yang tinggal di Indonesia.

“Apa kesimpulan yang bisa ditarik dari data ini?” tanya Ade Armando.

“Pertama,” kata Ade Armando, “ini seharusnya bukan kerjaan Febri sendirian yang membocorkan data pelanggan hanya karena alasan sakit hati. Dia mengirimkan data kepada seorang aktivis teror virtual profesional yang berpindah-pindah tempat di luar negeri yang keluarganya dibiayai oleh Haikal Hassan.”

“Kedua, “Tidak masuk di akal kalau seorang Customer Service outsourcing bisa dan berani mengakses data pribadi pelanggan dan mengirimkannya kepada seorang aktivis teror virtual profesional. Febri bukan lone wolf. Hampir pasti dia bekerja bersama di dalam Telkoimsel. Sangat mungkin dia memiliki atasan yang mengetahui dan melindunginya. Febri pasti tahu risiko pembocoran data pribadi.”

“Ketiga,” lanjut Ade Armando, “Hampir pasti Febri adalah bagian dari sebuah jaringan Islam radikal. Isi postingan medsosnya menunjukkan kebenciannya pada kelompok pluralis seperti Nahdatul Ulama dan Banser, serta sebaliknya dukungannya terhadap islam radikal seperti Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Bila benar, apa yang dilakukannya adalah bagian dari tindakan sistematis dan terencana.”

“Keempat, kasus ini kembali mengkonfirmasi dugaan dan tuduhan bahwa Telkomsel adalah salah satu lembaga yang disusupi atau bahkan dikuasai kaum radikal. Dengan kata lain, kemungkinan besar ada Febri-Febri lain baik di jajaran Customer Service, Staf, manajer atau bahkan Direksi Telkomsel yang setiap akan memanfaatkan posisinya untuk kepentingan Islam radikal.”

“Kelima,” tulis Ade Armando, “Keberadaan @opposite6890 ini dan keluarganya yang dibiayai Haikal Hassan mengkonfirmasi bahwa ini memang bagian dari gerakan lebih besar yang memperjuangkan Islam radikal dan berusaha menggerus pemerintahan Jokowi. Gerakan ini akan berusaha menghabisi aktivis-aktivis pro Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Pemerintah Presiden Joko Widodo dengan segala cara.”

“Karena itu,” menurut Ade Armando, “pembongkaran kasus ini seharusnya tidak berhenti pada Febri. Ada kekuatan jauh lebih besar di belakang Febri. Mereka berniat menghancurkan Indonesia.”

Denny Siregar, dalam aku facebook-nya, Jumat, 10 Juli 2020, mengaku senang

ketika Polisi akhirnya bisa membekuk pelaku di dalam Telkomsel yang memasok data ke akun Opposite.

“Terimakasih atas gerak cepatnya, Polri. Ini lumayan melegakan, karena dengan begitu kita tahu bahwa memang ada “orang dalam” yang bermain di sana menjual data.

Hanya saya heran. Kok bisa ya pembobol itu pangkatnya cuman outsourcing doang?

Tertangkapnya si “outsourcing” itu menguatkan dugaan, bahwa ada kelemahan yang berbahaya di sistem data Telkomsel,” kata Denny Siregar.

Padahal sebelumnya, Telkomsel sudah mengelak bahwa sistem mereka sangat aman. Bahkan sudah mendapat sertifikasi ISO 27001 untuk keamanan informasi. Yang mengawasi badan independen dan profesional pula.

“Lah, kalau dgn sertifikasi International Organization for Standardization atau ISO itu yang bobol cuman sekelas outsourcing doang, bayangkan, betapa bahayanya semua sistem Telkomsel. Mengerikan. Kita semua terancam. Data kita bisa diakses ama coro-coro di perusahaan besar.”

“Telkomsel itu perusahaan multinasional, dengan aset ratusan triliun rupiah, tapi yang bobol data bahkan bukan “orang penting” di sana. Apakah ini permainan? Pengalihan? Atau hanya mencari kambing hitam??” tanya Denny Siregar.

“Karena itu, sesudah clear bahwa ada masalah di sistem internal Telkomsel, saya mau menaikkan level permainan. Saya ingin menggugat Telkomsel. Gugatan ini sangat penting, supaya Telkomsel tidak bisa sembarangan dengan data 160 juta pelanggannya.”

“Saya sudah menjadi korban. Rumah saya sudah diteror oleh bermacam-macam orang.

Jangan sampai, keluarga anda juga yang menjadi korban. Sudah cukup. Telkomsel harus bertanggung jawab dengan ini semua. Jangan cuman bisa ngeles atau diam saja.

Gugat Telkomsel!” tegas Denny Siregar.

Sejarah awalnya Telkomsel itu dibentuk oleh pemerintah Soeharto dalam rangka memanfaatkan peluang bisnis selular berbasis Global System for Mobile Communication (GSM). Itu tahun 1995.

Pemegang sahamnya adalah PT Telkom dan PT Indosat. Mengapa Presiden Soeharto tidak menyuruh Telkom atau Indosat mendirikan bisnis selular? Karena waktu itu Badan Usaha Milik Negra (BUMN) berdiri atas dasar agent of development.

Telkom bertugas hanya penyedia jaringan tulang punggung Telekomunikasi nasional dan jaringan kabel ke rumah rumah. Sementara Indosat bertugas khusus penyedia jaraingan satelit untuk komunikasi.

Itu grand strategy pak Harto dan itu tertuang dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Di samping itu juga ada operator selular yaitu Satelindo, yang berbasis Advanced Mobile Phone Service (AMPS). Di Satelindo ini swasta dan Telkom patungan.

Tahun 2001, Indosat dan Telkom pecah kongsi di Telkomsel. Kedua perusahaan sepakat menukar saham dengan anak usaha masing-masing. Caranya? Telkom beli 35% Saham Indosat di Telkomsel senilai US$945 juta.

Pada waktu bersamaan, Indosat beli 22,5% saham PT. Telkom di Satelindo senilai US$186 juta. Sebesar 37,66 persen saham PT Telkom di PT Lintasarta senilai US$38 juta dan pengalihan hak dan kewajiban PT Telkom di Unit Kerjasama Operasional (KSO) Divre IV Jateng/DIY kepada PT Indosat senilai US$375 juta. Kekurangan bayar 35 % saham indosat di Telkomsel, dibayar tunai.

Walau Telkom sudah kuasai 35% saham Indosat di Telkomsel, namun masih ada saham pihak lain , yaitu Setiawan Djodi melalui PT Setdco Megacell Asia sebesar 5% dan Netherlands melalui Koperasi Pegawai Negeri (KPN), sebesar 17,3%. Keduanya didekati oleh Singtel. Akhirnya mereka melego saham Telkomsel itu ke Singtel.

Sehingga posisi pemegang saham hanya ada PT. Telkom dan Singtel. Itu tahun 2001. Kemudian, Singtel terus berambisi untuk membeli saham Telkom yang ada di Telkomsel. Pada tahun 2003, Telkom bersedia melepas 12,7% dengan nilai US$427 juta. Maka komposisi saham jadi berubah. Telkom sebesar 65% dan Indosat 35%.

Berlalunya waktu, tekhologi fixed line menurun. Karena orang beralih ke selular. Erupsi tekhnologi selular sangat significant memenggal pendapatan PT. Telkom. Pendapatan Telkom dari tahun ketahun terus menurun. Anehnya tidak ada upaya Telkom untuk kick out Singtel dari Telkomsel.

Terbukti kini 70% pendapatan PT. Telkom berasal dari Deviden atas saham di Telkomsel. Artinya sebagian besar gaji karyawan Telkom yang ribuan itu dibayar oleh penghasilan dari Telkomsel.

“Aksi korporat Telkom, itu memang strategis. Dengan syarat kalau itu dilakukan 10 tahun lalu. Kalau sekarang, jelas engga mudah. Pasti mahal sekali. Dan lagi Telkom engga ada duit untuk bayar. Mau tarik utang juga susah. Karena bisnis Telkom itu sudah masuk sunset, “ ujar Erizely Bandaro, pegiat media sosial

Menurut Erizely Bandaro, jantung bisnis selular itu ada pada frekwensi telekomunikasi. Sesuai ketentuan, frekuensi telekomunikasi adalah asset negara yang tidak bisa dijual. Jadi operator telekomunikasi seperti Indosat, Telkomsel dan lainnya hanya memegang konsesi bisnis atas frekuensi itu.

“Kapanpun konsesi frekuensi itu dapat dicabut apabila melanggar UU dan aturan yang ada. Contoh pemerintah membuat aturan rinci tentang pemanfaatan frekuensi itu. Apa saja aplikasi bisnis jaringan yang bisa dijalankan, termasuk Tekhnlogi apa saja yang dipakai. Setiap rencana bisnis harus sesuai dengan izin yang negara berikan.”

Dikatakan Erizely Bandaro, dari penggunaan frekuensi itu, Telkomsel harus bayar bagi hasil kepada negara berupa Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Kalau untung, mereka juga harus bayar pajak penghasilan.

Pembelian perangkat infrastruktur dikenakan pajak belanja negara, pajak barang mewah, pajak penjualan. Karyawan termasuk asing dan pemegang saham masih dikenakan pajak Upah dan pajak deviden.

“Bagaimanapun soal bocornya data ini, harus jadi perhatian pemerintah agar segera elektronik Kartu Tanda Penduduk, menjadi database online, yang teritegrasi untuk beragam aplikasi termasuk registrasi telp selular. Jadi negara menjadi satu satunya penjamin keamanan dan pemilik hak atas data privat. Engga lagi data itu tersebar diberbagai institusi dan perusahaan,” kata Erizely Bandaro.(Aju)

2 comments

  1. Saya sudah mulai jengkel dengan istilah kadrun atau kampret atau cebong. Orang² seperti Anda ini seharusnya digolongkan sebagai pemecah persatuan Republik Indonesia. Sebaiknya hentikan saja ucapan² itu. Karena suatu saat ini akan jadi bola api. Tidak bisa dihentikan siapa pun.

  2. Saya rasa perlu di cermati ciri ciri jenggot,celana cingkrang tidak identik dengan apa yang anda sebut kadal gurun (kadrun)
    Ada dari kelompok Islam manhaz salafi dgn ciri keilmuan menjalankan dan memahami Qur’an dan Sunnah secara ilmiah , yang kelompok ini seringkali di serang oleh kadrun dgn sebutan *Wahabi karena tidak sepaham dengan kadrun . Jadi ciri fisik jenggot dan celana cingkrang belum pasti itu kadrun.

Comments are closed.