KUPANG (IndependensI.com) – Lembaga non-profit Perkumpulan Pikul di bidang kuliner menggelar kampanye kedaulatan pangan lewat Festival Pasar Sehat yang diselenggarakan di lokasi wisata Pantai Lasiana, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, Minggu (18/6/2017).
Festival itu melibatkan berbagai komunitas kaum muda di kota Kupang yang merupakan relawan pendukung kedaulatan pangan seperti #TOPANG (Kitong Orang Muda Peduli Kedaulatan Pangan), #KupangBatanam, Komunitas Seribu Guru Kupang, CIS Timor dan kalangan umum.
Anggota Perkumpulan Pikul selaku koordinator kegiatan Festival Pasar Sehat, Zadrakh Mengge mengatakan festival diisi dengan pameran dan berjualan pangan sehat terutama berbasis makanan lokal kepada warga setempat.
Selain itu, dilakukan pula demo masak keluarga berbahan pangan lokal seperti ubi, jagung, sorgum, kacang-kacangan, buah-buahan dan lainnya.
“Jadi warga yang datang menikmati akhir pekan di Pantai Lasiana diajak mencicipi makanan lokal sehari-hari yang disajikan kelompok relawan pendukung kedaulatan pangan,” katanya.
Ia menjelaskan isu utama yang diangkat dalam kegiatan itu terkait ketahanan pangan untuk kedaulatan pangan. Pikul memandang tantangan yang dihadapi saat ini yakni semakin marak pola konsumsi masyarakat yang lebih berorientadi pada pangan impor.
“Padahal kita tidak tahu bagaimana pangan impor itu dibuat, seperti apa proses masaknya, bahan-bahan dasarnya apa saja, karena sudah dalam bentuk siap dikonsumsi,” katanya.
Untuk itu, menurutnya, kegiatan kampanye kedaulatan pangan melalui festival penting dilakukan untuk mengajak masyarakat setempat untuk terus menggemari pangan lokal beragam yang memiliki nilai gizi tinggi dan sehat dikonsumsi sehari-hari.
“Pangan lokal juga lebih mampu beradaptasi dengan iklim sehingga daya tahannya juga lebih baik pula,” katanya.
Bahkan, lanjutnya, dalam kajian Pikul sebelumnya berupa ujicoba konsumsi pangan lokal yang dihasilkan daerah setempat, dengan mengambil sampel 46 bayi balita di Takari dan Amfoang Kabupaten Kupang, mendapati 84 persen berdampak sangat baik pada pertumbuhan gizi.
Lebih lanjut Zadrakh menjelaskan hasil kajian Pikul pada 2013 lalu di sejumlah daerah seperti Pulau Timor, Lembata, Sabu Raijua dan Rote Ndao mendapati sedikitnya terdapat 36 jenis pangan lokal yang masih dikenal, ditanam dan dikonsumsi masyarakat terutama di daerah pedesaan.
“Kebanyakan kita ini masih kenal pangan lokal yang umum seperti jagung, beras, padahal kita memiliki beragam pangan lokal yang diahasilkan alam kita dan dikosumsi secara turun-temurun,” katanya.
Menurutnya, konsumsi pangan lokal yang beragam itu umumnya masih digemari dan dilakukan kalangan orang tua dibanding generasi muda yang cenderung lebih menggemari pangan-pangan impor siap saji.
Untuk itu, lanjutnya, ajakan konsumsi pangan lokal yang dilakukan dalam festival ‘Pasar Sehat’ itu terutama menyasar kalangan anak muda setempat sehingga diharapkan selanjutnya menjadi relawan dalam mengkampanyekan kedaulatan pangan lokal ke masyarakat.
“Pada Sabtu (17/6/2017) kemarin juga kita adakan ‘Kemah Akhir Minggu’ yang melibatkan 50 anak muda, kita isi dengan berbagai diskusi, sharing, bersama sejumlah nara sumber yang kompeten terkait isu-isu kedaulatan pangan untuk merangsang mereka agar mencintai pangan lokal kita,” katanya. (antara/kbn)