JAKARTA (IndependensI.com)– Pagi itu pukul 7.45 WIB, Minggu (25/02/2018), di kawasan Gelora Bung Karno, Jakarta, ratusan orang mengantre di salah satu tenda yang di dalamnya berjejer puluhan komputer serta polisi di hadapannya.
Mereka diantaranya sudah ada yang mengantre sejak subuh sambil membawa beberapa berkas seperti foto kopi Kartu Tanda Penduduk (KTP), foto kopi Surat Izin Mengemudi A, serta formulir pengajuan SIM A Umum.
Antreannya terus memanjang karena satu persatu orang datang baik perseorangan maupun bergerombol. Namun antreannya tertib dan rapi, tak ada saling dorong apalagi teriak-teriak.
Mereka adalah pengemudi taksi daring dan sebagian kecil pengemudi taksi konvensional yang ingin mengajukan SIM A Umum melalui Program Aksi Keselamatan Perhubungan Darat Pembuatan SIM A Umum Kolektif Bersama Kementerian Perhubungan dan Polri.
Bagi pengemudi taksi daring, kepemilikan SIMA Umum adalah wajib sesuai Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 108 Tahun 2017 sebagai pengganti PM 26/2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum tidak dalam Trayek yang menjadi payung hukum angkutan taksi “online”.
Pembuatan SIM A Umum ini difasilitasi oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan Polri untuk menampung usulan dan permintaan pengemudi angkutan umum daring yang minta agar pemerintah membantu pembuatan SIM yang bagi pengemudi dinilai memberatkan.
Umumnya pengemudi yang ingin mendapatkan SIM A Umum mengeluarkan uang Rp225.000 atau bahkan Rp500.000. Tapi dalam program ini seorang pengemudi hanya mengeluarkan Rp100.000 untuk mendapatkan SIM A Umum, sementara sisanya Rp125.000 ditanggung pemerintah dan swasta dalam bentuk tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan program ini memang sebagai jawaban pemerintah untuk memfasilitasi permintaan pengemudi taksi daring yang ingin mendapatkan SIM dengan biaya murah.
Menhub berjanji program ini tidak berhenti di Jakarta saja tapi juga akan dilakukan di sejumlah kota lain seperti di Bandung, Yogyakarta, Semarang, Surabaya, Palembang, Pekanbaru, dan Medan.
Satu hal yang harus dipahami oleh pengemudi taksi daring, program pembuatan SIM A tersebut tidak gratis apalagi pemohon secara otomatis bisa mendapatkan SIM.
Untuk mendapatkan SIM tersebut pemohon tetap harus melalui prosedur pembuatan SIM seperti melampirkan foto kopi KTP, penyeleksian berkas-berkas, tes tertulis, tes praktik mengemudi melalui simulator, tes kesehatan dan tes psikologis.
Penekanan tersebut perlu disampaikan karena masih ada pengemudi taksi daring yang salah kaprah mengenai pengajuan SIM A Umum, pasti lulus tes dan mendapatkan SIM.
Khusus untuk program di Jakarta hari Minggu tersebut, Kementerian Perhubungan dan Polri hanya menyediakan kuota sebanyak 600 pengemudi untuk mendapatkan SIM A Umum. Lebih dari itu pemohon yang datang tidak dilayani.
Alasannya karena keterbatasan formulir, mesin foto, komputer untuk ujian praktik, dan data yang bisa dimasukkan ke komputer per hari.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi mengatakan untuk pengemudi taksi daring yang hari itu sudah kehabisan kuota, pihaknya akan membuka pendaftaran 3-4 minggu lagi.
Sebanyak 600 pengemudi yang mendaftar SIM A Umum hari itu adalah mereka yang tergabung dalam komunitas atau koperasi. Sementara yang perorangan atau tidak menjadi anggota komunitas, untuk sementara belum bisa.
Pengemudi yang mengikuti program itu memang disyaratkan mendaftar lewat komunitas, selanjutnya koordinator komunitas menyerahkan nama calon peserta untuk ikut tersebut ke Kemenhub.
Untuk pengemudi yang sudah memiliki SIAM A Umum setelah melalui proses ujian, diharapkan dapat menjamin keamanan dan keselamatan serta kenyamanan penumpang, juga dirinya sendiri.
Dengan demikian pengemudi taksi daring berstatus legal dan memiliki lisensi yang menjadi suatu keharusan dari sisi keamanan.
Tidak Puas Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengaku prihatin masih banyak pihak yang tidak puas atas aturan baru mengenai taksi daring.
Aturan PM 108/2017 dibuat oleh pemerintah untuk memberikan kesetaraan antara taksi daring dan taksi konvensional. Artinya, tidak mungkin salah satu itu harus menang. Harus sama-sama menerima dan sama-sama memberi. Tidak bisa semua dipuaskan.
Dalam aturan terbaru itu, diatur mengenai persyaratan yang harus dipenuhi angkutan daring agar bisa tetap beroperasi, yakni kewajiban pengujian kendaraan bermotor (KIR), penggunaan SIM A Umum, pemasangan stiker, dan kuota taksi daring di daerah.
Persyaratan itu sebagai upaya pemerintah menyetarakan kedua jenis angkutan tersebut, yakni taksi konvensional dan taksi daring.
Menhub mengaku heran dengan ketidaksetujuan sejumlah pihak yang menolak sejumlah aturan tersebut, misalnya kewajiban memiliki SIM A Umum. Soal ketentuan taksi daring ini pemerintah harus hadir mengeluarkan rambu-rambu yang harus ditaati dan dijalankan, sehingga tidak ada lagi yang dinomorduakan
Bagi pengemudi taksi daering yang kesulitan mendapatkan SIM A Umum atau melakukan uji KIR, Budi menyarankan agar pengajuannya secara kolektif.
Program SIM A Umum bersubsidi tersebut merupakan langkah pemerintah untuk mengakomodasi keinginan pengemudi taksi online agar memetahui aturan dan untuk itu pemerintah agaknya “mengalah” karena mau memberikan subsidi.
Pemerintah berharap para pengemudi bisa memahami peraturan yang dibuat karena itu semua untuk kesetaraan, keselamatan, dan keamanan tidak saja pengemudi tapi juga penumpang.