DENPASAR (Independensi.com) – Untuk mengatasi masalah adanya penurunan pasokan ayam di Provinsi Bali, Kementerian Pertanian melalui Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH) I Ketut Diarmita mengumpulkan
seluruh pemangku kepentingan untuk duduk bareng membahas penyelesaian masalah tersebut.
Demikian dalam keterangan pers kepada Independensi.com, Sabtu (28/4/2018).
Bertempat di Kantor Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali, Jumat (27/04/2018) I Ketut Diarmita memimpin pertemuan yang dihadiri oleh perwakilan pedagang ayam, pembibit ayam dan peternak ayam wilayah Bali, serta Pemda Bali.
Pada kesempatan tersebut, I Ketut Diarminta meminta penjelasan penyebab adanya demo perkumpulan pedagang ayam di Bali pada tanggal 22 april 2018 yang mengalami kesulitan mendapatkan pasokan ayam hidup dengan bobot 1,8 kg/ekor berat hidup.
Menanggapi hal tersebut, para peternak ayam menjelaskan bahwa berkurangnya pasokan ayam dengan bobot 1,8 kg/ekor berat hidup dikarenakan banyak peternak yang melakukan panen dini dengan kisaran berat hidup 1,3 kg. Menurut para peternak, panen dini ini dilakukan karena adanya kekhawatiran diserang penyakit koksidiosis.
Lebih lanjut I Ketut Diarmita menjelaskan, secara populasi dan produksi Day-Old-Chick Final Stock (FS) Broiler di Bali periode Januari sampai dengan Maret 2018 ini harusnya sangat cukup. Pada bulan Januari-Maret produksi dan pasokan DOC FS broiler di Bali sebanyak 22,2 juta atau dengan rata-rata 7,4 juta ekor per bulan, sedangkan kebutuhan rata-rata Provinsi Bali sebanyak 6,3 juta ekor per bulan artinya ada kelebihan pasokan DOC sebanyak 1,1 juta ekor per bulan.
Hal ini juga dikuatkan oleh penjelasan dari para pembibit ayam yang hadir pada pertemuan tersebut yaitu PT. Charoen Pokphand, PT. Japfa Comfeed, PT. Suja, PT. Wonokoyo bahwa ketersediaan DOC FS broiler sangat mencukupi selama tahun 2018 ini.
I Ketut Diarmita meminta Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali untuk menghitung kembali jumlah kebutuhan DOC FS dan ayam potong hidup di Provinsi Bali dengan melibatkan para peternak, pembibit dan pengusaha pemotongan ayam broiler.
Menurutnya, berdasarkan hasil perhitungan tersebut akan diambil langkah-langkah terbaik guna memenuhi kebutuhan ayam potong dan daging ayam di Bali seperti dengan memasukkan DOC FS dari Pulau Jawa ke Bali agar harga ayam hidup dan karkas ayam bisa kembali normal.
Perwakilan Perkumpulan Peternak Ayam Broiler Bali (PPAB) menjelaskan, saat ini harga ayam potong hidup berkisar Rp. 24.000,- per kg jauh lebih tinggi dari harga ayam hidup di Provinsi lain seperti di Jawa.
Menanggapi keluhan dari para pedagang ayam tersebut, I Ketut Diarmita menyampaikan, para peternak ayam seharusnya segera melakukan efisiensi dalam produksi agar mampu bersaing dengan produk dari negara lain.
“Efisiensi ini harus dilakukan dengan cara memperbaiki kualitas pakan, manajemen kandang dan manajemen kesehatan hewan,” kata I Ketut Diarmita. “Kita harus berubah, jika tidak mau berubah, maka kita yang akan tergilas dengan perubahan itu,” tandasnya.
Sementara itu Sugiono Direktur Perbibitan dan Produksi Ternak menyampaikan, agar para peternak dan pedagang ayam menyadari bahwa isu yang terjadi di perunggasan akan sangat mempengaruhi perilaku peternak dalam berproduksi dan harga jual ayam, serta harga DOC FS. Untuk itu, Ia meminta kepada semua Stakeholder harus secara bersama-sama menjaga kestabilan harga dan iklim usaha yang baik.
Selanjutnya untuk menyeimbangkan supply dan demand, Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali I Putu Sumantra akan menghitung kembali secara bersama-sama dengan peternak terkait kebutuhan DOC FS dan ayam hidup di Provinsi Bali pada tanggal 30 April 2018.