SEMARANG (IndependensI.com) – Kebijakan wajib tanam dan wajib menghasilkan 5% terus digulirkan Kementerian Pertanian (Kementan) sebagai bentuk komitmen menuju swasembada bawang putih 2021. Sorotan publik yang disuarakan melalui RDP Komisi IV DPR untuk dilakukan pembenahan dari segi aturan dan implementasinya telah ditindaklanjuti dengan diadakan pertemuan koordinasi yang diinisiasi Ditjen Hortikultura, Kementan yang berlangsung di Semarang, mulai tanggal 2 hingga 4 Mei 2018.
Kementan yang diwakili Dirjen Hortikultura Suwandi mengatakan untuk mendukung upaya percepatan swasembada bawang putih upaya yang ditempuh yakni akan menghentikan kran rekomendasi impor kurun waktu 3 sampai 4 tahun.
Kebijakan ini untuk meningkatkan gairah petani untuk menanam karena kebutuhan dalam negeri dipenuhi dari produksi petani. Imbasnya, harga bawang putih yang diterima petani menguntungkan sehingga kesejahteraan turut terkerek.
“Saya akan hentikan kran rekomendasi impor bawang putih dalam 3-4 tahun, supaya pasar nasional dipenuhi oleh bawang putih produk lokal,” demikian kata Suwandi pada acara koordinasi, Kamis (3/5).
Dihadapan para importir yang hadir, Suwandi menegaskan saat ini Bapak dan Ibu yang hadir ini disebut dan dipanggil sebagai importir, namun 3 hingga 4 tahun lagi akan disebut sebagai pengusaha bawang putih.
“Bapak dan Ibu sekarang boleh disebut sebagai importir, namun nanti bukan lagi sebagai importir tapi sebagai pengusaha,” tegasnya.
Suwandi menilai, importir dan petani ibarat dua sisi mata uang yang berbeda, tapi melekat satu sama lain. Importir menyediakan modal dan tataniaganya, sementara petani menyiapkan lahannya. “Simbiosis mutualisme. Dua-duanya tidak dapat dipisahkan,” tuturnya.
Karena itu, Suwandi berpesan kepada jajarannya agar melayani penuh dengan amanah dan bebas pungli terkait informasi ketersediaan lahan, rekomendasi dan perijinan. Pean pun disampaikan kepada seluruh dinas pertanian untuk berintegritas dan memberikan pelayanan prima kepada pengusaha dan petani.
“Saya akan tegas menindak oknum di jajaran Ditjen Hortikultura yang bermain-main dengan perijinan. Jangan coba-coba,” tegas Wandi.
Pada kesempatan yang sama, Inspektur Jenderal Kementan, Justan Riduan Siahaan menuturkan importir dalam berbisnis boleh mencari keuntungan. Akan tetapi tetap harus memperhatikan kaidah tujuan bernegara yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia.
“Bapak dan Ibu boleh untung, tapi untung yang berkeadilan karena tujuan kita bernegara adalah memajukan kesejahteraan umum dan melindungi segenap bangsa Indonesia,” tutur Justan.
Perlu diketahui, pertemuan ini dianggap langka karena mampu mengumpulkan 65 pelaku usaha impor bawang putih, 24 dinas pertanian kabupaten sentra bawang putih, serta narasumber yang sangat kompeten baik di internal Kementan, pejabat Ditjen Daglu-Kemendag, asosiasi pedagang bawang putih, dan petani-penangkar bawang putih.
Ada lima rekomendasi Komisis IV DPR-RI yaitu (1) penguatan kemitraan importir dan petani; (2) komitmen tanam dan dispensasi batas waktu wajib tanam; (3) fasilitasi penyediaan lahan dan benih; (4) penyederhanaan asosiasi pengusaha bawang putih; dan (5) importasi memperhatikan produksi dalam negeri akan tuntas dibahas dalam pertemuan tersebut.
Agenda strategis dalam event ini tentu saja untuk mengurai beberapa tantangan dan hambatan dalam implementasi wajib tanam dan wajib menghasilkan yang diamanatkan dalam Permentan Nomor 38 Tahun 2017.
Kementan mensinyalir sampai dengan hari ini, sudah 52 perusahaan yang telah diterbitkan RIPH 2018 dengan total wajib tanam seluas 4 ribu ha dan realisasi tanam baru mencapai 174 ha. Sisa wajib tanam dan menghasilkan akan didampingi oleh Dinas Pertanian dan Kementan di lapangan untuk mencapai hasil sesuai harapan.