JAKARTA (Independensi.com) – Aksi penyelundupan daging celeng asal Sumatera menuju Jawa kembali ditemukan setelah sudah 2 tahun terakhir tidak terjadi. Jumlahnya pun tergolong besar dan dengan modus baru.
“Biasanya diselundupkan sebagai barang bawaan di bus, kali ini dalam jumlah besar 4 ton 637 kilo dibawa dengan mobil box, dikamuflase dengan ditutup buah serta daun pisang,” kata drh Raden Nurcahyo, Kepala Balai Karantina Pertanian Kelas II Cilegon saat gelar jumpa pers, Sabtu (21/7) di Merak, Cilegon.
Penangkapan ini merupakan hasil kerja dari Tim Kolaborasi Intelejen Karantina, yang tersebar di beberapa unit pelaksana teknis, masing-masing Cilegon, Lampung, serta diperluas ke Jambi, Palembang, Pekanbaru dan Padang hingga ke daerah penampung daging celeng ini di Yogyakarta, Semarang dan Solo.
Ada tiga pelanggaran dalam hal kasus penyelundupan daging celeng ini, pertama pelanggaran terhadap UU No 16/92 tentang Karantina Hewan, Tumbuhan dan Ikan.
Kedua pelanggaran terhadap hak konsumen untuk mendapatkan pangan yang sehat dan terjamin halal. Seperti kita ketahui bahwa celeng ini hidup liar dan tidak ada yang dapat menjamin higiene dan sanitasinya saat pengolahan daging. Celeng juga dapat menularkan penyakit swine influenza ke manusia.
Bahkan bakteri yang terdapat pada kulit celeng dapat menyebabkan ruam ruam di kulit yang disebut diamond skin disease, kata Raden. Saat daging celeng diolah secara tidak sempurna dan dicampur dengan bahan lain menjadi kornet, bakso atau sosis dapat menyebabkan ancaman penyakit sistiserkosis yang bersifat zoonosis dan dapat menyerang hingga ke otak manusia.
Dan yang ketiga, adalah pelanggaran soal ASUH, aman, sehat, utuh dan halal. Saat telah sengaja dicampur dengan produk lain maka soal kehalalan menjadi perhatian penting. Secara terpisah, drh Agus Sunanto, Kepala Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati Hewani juga menyampaikan soal penyelundupan daging celeng menjadi hal yang sangat diperhatikan. Terlebih, daging ini mengandung cyste yang sangat tinggi dan berbahaya bagi manusia.
“Kami pernah menjajagi daging celeng yang memang banyak di Sumatera, ditawarkan untuk pakan di kebun -kebun binatang pun ditolak, karena kandungan cyste tinggi dan sangat berbahaya,” jelasnya.
Penanganan secara cepat terhadap daging celeng ilegal ini pun dilakukan oleh tim pengawasan dan penindakan Karantina Cilegon yakni dengan mengamankan mobil box pembawa dari Dermaga 5, pemeriksaan fisik dan laboratorium dengan pengujian cepat, Fast Pig Test untuk uji identifikasi species dan hasilnya positif daging babi. Saat ini daging tersebut diamankan di cold storage untuk proses hukum lebih lanjut.
Untuk itu, pengawasan arus produk pertanian menjadi hal yang utama bagi jajaran Karantina Pertanian yang tersebar di seluruh pintu-pintu pemasukan dan pengeluaran di wilayah Indonesia. Tentu saja peran masyarakat dalam hal melaporkan saat melalulintaskan produk pertanian menjadi hal utama, agar bahan pangan terjamin, sumber daya alam terjaga serta daya saing produk pertanian kita untuk ekspor menjadi meningkat, pungkas Raden.