JAKARTA (IndependensI.com) – Meski musim kemarau, kebutuhan air di Daerah Irigasi (DI) Lakbok bagian Selatan seluas 4.616 hektar di Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat dan DI Sidareja (9.635 hektar) dan Cihaur (11.902 hektar) di Kabupaten Cilacap, Provinsi Jawa Tengah, masih tercukupi. Para petani saat ini memasuki musim tanam ke-3 dengan jenis tanaman palawija berkat ketersediaan pasokan air irigasi dari Bendung Manganti yang dibangun tahun 1987.
“Bendung Manganti yang berada dibawah kewenangan Balai Wilayah Sungai (BWS) Citanduy, merupakan bendung gerak yang dilengkapi pintu yang dioperasikan dengan sistem penggerak elektrik dan manual,” kata Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono beberapa waktu lalu.
Meski sudah lama beroperasi, pemeliharaan Bendung Manganti dilakukan secara rutin untuk menjaga kelestarian dan kelancaran operasional bangunan yang sangat dibutuhkan petani di wilayah Sidareja-Cihaur, Kabupaten Cilacap dan Lakbok Selatan, dan Kabupaten Ciamis.
“Selain irigasi, Bendung Manganti juga difungsikan sebagai sarana pengendali banjir, dan pemenuhan kebutuhan air baku wilayah Kecamatan Sidareja, Cilacap, dan dua Kecamatandi Kabupaten Ciamis yakni Purwadadi dan Lakbok,” kata Kepala BWS Citanduy Danang Baskoro, Kamis (27/7/2018).
Untuk mendukung produktivitas pertanian di Provinsi Jawa Barat, sebagai salah satu lumbung pangan nasional, Kementerian PUPR saat ini tengah menyelesaikan pembangunan Bendungan Leuwikeris. Bendungan ini merupakan salah satu dari 49 bendungan baru yang dibangun dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla.
“Sungai Citanduy belum memiliki bendungan. Apabila bendungannya sudah rampung, maka kontinuitas suplai air ke sawah terjaga. Selama ini lahan pertanian kerap mengalami banjir saat musim hujan dan kekurangan air pada musim kemarau,” kata Menteri Basuki.
Bendungan Leuwikeris akan mengairi jaringan irigasi seluas 6.600 hektar DI Lakbok Utara dan DI Lakbok Selatan seluas 4.616 hektar. Manfaat lainnya adalah mensuplai air baku sebesar 850 m3/detik, pengendalian banjir dan potensi listrik sebesar 2×10 MW.
Menteri Basuki menyatakan kapasitas tampung Bendungan Leuwikeris cukup besar yakni 81,44 juta m3, atau enam kali lebih besar dari Bendungan Raknamo di Provinsi NTT sebesar 14 juta m3.
Progres fisiknya hingga 27 Juli 2018 sudah mencapai 31% dan untuk pembebasan tanah sebesar 60%. Kontrak kerja pembangunannya terbagi menjadi tiga paket dengan nilai total Rp 1,9 triliun.
Paket pertama dikerjakan oleh PT. Pembangunan Perumahan-PT. Bahagia Bangun Nusa KSO untuk konstruksi tubuh bendungan (main dam) dan fasilitas umum senilai Rp 867 miliar, Paket kedua oleh PT. Waskita Karya – PT. Adhi Karya KSO untuk pembangunan pelimpah (spillway) senilai Rp 642,33 miliar.
Paket lainnya dikerjakan oleh PT. Hutama Karya (Persero) untuk pekerjaan terowongan pengelak (tunnel divertion) dan pembangunan jalan akses senilai Rp 385,46 Miliar dan konsultan pengawasan oleh PT. Virama Karya dan PT. Catur Bina Guna Persada KSO sebesar Rp 47,34 miliar.