BALI (IndependensI.com) – Presiden Joko Widodo secara resmi membuka “14th Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) and 2019 Price Outlook” di Sofitel Nusa Dua Beach Resort, Bali, pada Senin, 29 Oktober 2018.
Dalam sambutannya, Presiden ingin agar produksi kelapa sawit bisa terus bertumbuh. Ia juga meyakini bahwa kelapa sawit turut berperan dalam pencapaian Sustainable Development Goals (SDG’s), sesuai dengan tema IPOC di 2018 ini.
Secara lebih rinci, Kepala Negara menitipkan lima hal terkait kelapa sawit ini. Pertama, ia berpesan agar memaksimalkan kemajuan teknologi untuk praktik keberlanjutan industri kelapa sawit. Sebagai contoh, biji kelapa sawit harus terus dikembangkan dengan teknologi supaya tahan hama dan berbuah lebih banyak.
“Ini penting supaya yang namanya sawit tidak terus dikritik dari LSM, kiri-kanan, atas-bawah, depan semuanya mengkritik ini. Betul-betul soal keberlanjutan lingkungan itu diperhatikan,” katanya.
Kedua, Presiden ingin agar peremajaan kebun kelapa sawit dipercepat. Dirinya menegaskan tidak ingin melihat atau mendengar prosedur yang diperlukan para petani kelapa sawit terlalu berbelit-belit.
“Cek prosedurnya betul. Kalau terlalu banyak coret semua, satu saja cukup prosedur itu. Yang penting sampai ke petani, yang penting juga peremajaan itu bisa segera dilaksanakan. Karena kita ingin dengan peremajaan sawit ini kesejahteraan petani kebun sawit rakyat bisa kita tingkatkan,” tegasnya.
Ketiga, Presiden menyampaikan perlunya peningkatan ekspor bagi para pelaku usaha. Presiden memandang bahwa ekspor kelapa sawit ini memiliki potensi yang besar untuk ekonomi Indonesia dalam memperoleh devisa.
“Tadi disampaikan oleh Pak Ketua, sekarang sudah mencapai USD21 miliar. Itu kalau dirupiahkan berapa triliun? 300-an triliun lebih. Ini angka yang sangat besar,” lanjutnya.
Masih terkait ekspor, Presiden juga memandang pentingnya mengembangkan pasar untuk memasarkan kelapa sawit di mancanegara. Ia berharap para produsen kelapa sawit mulai melirik pasar-pasar nontradisional, seperti Pakistan, Bangladesh, Iran, dan Afrika, bukan hanya Uni Eropa dan India.
Ia berharap dengan banyaknya negara yang menjadi pasar tujuan ekspor kelapa sawit ini, maka penumpukan stok bisa dikurangi sehingga harga jual kelapa sawit akan terjaga.
“Terakhir waktu saya (bertemu) Perdana Menteri Li Keqiang dari Tiongkok, saat itu saya minta tambahan ekspor kelapa sawit kita untuk ke Tiongkok. Langsung saat itu ditambah 500 ribu ton. Tapi masa presiden jualan terus? Perusahaan-perusahaan dong muter, jualan biar stoknya yang ada di dalam negeri tidak banyak. Saya tahu stok sekarang ini banyak sehingga harga sedikit turun,” tuturnya.
Hal keempat yang dititipkan Presiden adalah agar para pengusaha memerhatikan hilirisasi industri kelapa sawit ini. Hal ini penting agar ekspor kelapa sawit ini bisa berupa barang jadi yang dikemas dengan baik.
“Hilirisasi industri kelapa sawit ini betul-betul (diperhatikan), jangan jualannya hanya CPO terus,” ucapnya.
Kelima, Presiden ingin agar implementasi pemakaian biodiesel B20 terus dipercepat dan dilaksanakan secara maksimal. Ia mengakui meski sudah diputuskan dari tahun kemarin, pelaksanaannya masih belum berjalan secepat yang diharapkan.
“Ini saya kejar terus agar penggunaannya bisa 100 persen, agar stok CPO yang ada itu bisa diserap kita sendiri. Ngapain kita impor minyak kalau dari kelapa sawit kita bisa gunakan campuran biodiesel?” tegasnya.
Lebih lanjut, Presiden memaparkan jika stok minyak kelapa sawit yang ada digunakan untuk campuran bahan bakar biodiesel B20, maka otomatis akan mendongkrak harga dari kelapa sawit itu sendiri.
“Ini trik dagang seperti ini kan memang harus kita lakukan. Kalau tidak ditekan terus. Ditekan, ya kita gunakan sendiri kalau B20 ini berjalan. Ganti semua mesin-mesin baik mesin mobil maupun mesin pembangkit listrik semua pakai diesel. Kapok mereka. Tapi ini perlu waktu,” ujarnya