JAKARTA (Independensi.com) – Direktur Serealia, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian (Kementan), Bambang Sugiharto menjelaskan impor jagung 730.918 ton jagung pada tahun 2018 adalah untuk bahan baku industri makanan dan minuman, gluten dan sweetener. Bukan untuk pakan ternak. Selain impor, di tahun 2018 pun Indonesia mengekspor jagung total 341 ribu ton.
“Penting untuk menjadi catatan kita semua, bahwa empat tahun lalu, Indonesia impor jagung 3,5 juta ton nilainya Rp 10 triliun. Kemudian 2016 impor menurun drastis hingga 2017 tidak ada impor jagung pakan ternak. Dan 2018 kita ekspor 341 ribu ton. Artinya di tahun 2018 produksi jagung surplus. Jadi kita harus holistik melihat kondisi jagung,” demikian jelas Bambang di Jakarta, Selasa (21/1).
Untuk diketahui sesuai Permendag 21 tahun 2018, bahwa importasi jagung untuk pakan ternak diputuskan melalui Rapat Koordinasi Bidang Perekonomian dan proses impor melalui penugasan ke BUMN. Pada 2018 diputuskan impor jagung pakan ternak 100 ribu ton dengan realisasinya pada akhir 2018 sebesar 73 ribu ton dan sisanya direalisasikan pada awal 2019.
“Artinya impor jagung pakan ternak di tahun 2018 itu hanya 73 ribu ton, realisasi impornya dilakukan Bulog. Selebihnya jagung untuk kebutuhan industri. Mekanisme importasi jagung pakan ternak memang berbeda dengan impor jagung pangan dan industri,” terang Bambang.
“Impor jagung pakan ternak 73 ribu ton ini pun disediakan Pemerintah untuk berjaga-jaga bagi peternak yang setiap saat membutuhkan tinggal membeli ke BULOG. Namanya sebagai cadangan, ya dijadikan stok saja, bila tidak dipakai,” pintanya.
Terkait impor jagung berupa gluten dan sweetener, Bambang menyebutkan seiring dengan perkembangan industri dalam negeri, rata-rata impor jagung jenis ini mencapai 500 hingga 700 ribu ton per tahun. Ini jenis jagung industri yang berbeda dengan jagung pakan ternak.
Jagung untuk industri sebagian besar juga diproses wet milling menjadi bahan pangan dan bahan industri lainnya terus diekspor. Jadi ada nilai tambah dari jagung ini.
“Ke depan jenis jagung untuk bahan industri ini dengan varietas benih dan teknologi tertentu dapat kita produksi sendiri,” terangnya.
Lebih lanjut Bambang menambahkan di bulan Januari 2019 ini beberapa daerah sentra produksi tengah memasuki musim panen jagung yang akan berlangsung hingga bulan April. Pada puncak panen yakni Maret dan April, dipastikan produksi melimpah dan untuk melindungi petani pemerintah akan mengekspor jagung.
“Jadi di saat musim panen, kita ekspor jagung. Ini penting agar harga tetap stabil atau menguntungkan petani,” pungkasnya.