JAKARTA (IndependensI.com) – Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian (Kementan), I Ketut Diarmita menyarankan semua pelaku usaha, integrator, peternak mandiri serta seluruh stakeholder berperan aktif mengkampanyekan peningkatan konsumsi protein hewani asal unggas.
“Kampanye ini berekaitan juga dengan harga daging ayam yang sedang turun. Artinya pemerintah dan pelaku usaha harus bisa meningkatkan demand dan mendongkrak harga livebird di farm gate,” kata Diarmita, Jumat (29/3).
Diarmita menjelaskan, harga di farm gate saat ini menurun sebesar Rp 11.000/kg. Harga ini jauh dibawah harga acuan yang ditetapkan oleh Kemendag dan berlaku sampai 31 Maret 2019, yakni Rp 20.000-22.000/kg.
Sedangkan untuk harga di pasar retail, kata Diarmita, sudah ditetapkan sebesar Rp 36.000/kg. Namun pada kenyataannya, harga di retail saat ini kurang lebih mencapai Rp. 34.000/kg sampai 40.000/kg.
“Artinya terdapat disparitas harga yang cukup signifikan antara harga di farm gate (produsen/peternak) dengan harga di retail (konsumen). Hal ini harus segera ditelusuri penyebabnya oleh pihak yang berwenang,” katanya.
Meski demikian, Diarmita menegaskan bahwa harga yang ditetapkan bukan kewenangan Kementerian Pertanian. Kata dia, Kementan secara tupoksi hanya mengurus produksi dan pengendalian penyakit zoonotik.
“Tugas kami juga melakukan pengawasan pakan yang meliputi penggunaan antibiotik pemacu pertumbuhan atau Antibiotic Growth Promoton (AGP) pada pakan ternak unggas dan hewan lainnya,” katanya.
Kementan Tegaskan Data Produksi DOC Ayam Broiler Valid
Sementara itu, terkait adanya pernyataan beberapa pihak yang meragukan hasil perhitungan data produksi anak ayam umur sehari atau Day Old Chicken (DOC) ayam Broiler, Diarmita meminta agar semua pihak melakukan verifikasi dan konfirmasi agar tidak terjadi kesimpangsiuran.
“Karena data yang dimiliki Kementan seperti populasi Grant Parent Stock (GPS), Parent Stock (PS) dan produksi Day Old Chicken (DOC) Final Stock (FS) merupakan data yang diperoleh dari semua pembibit ayam ras di seluruh Indonesia melalui email,” katanya.
Menurut Diarmita, laporan tersebut diperoleh dari jumlah produksi DOC FS tahun 2018 yang mencapai 3.137.707.479 ekor per tahun atau setara daging ayam sebanyak 3.361.638 ton per tahun.
Dari perhitungan tersebut, rata-rata produksi per bulan sebanyak 261.475.623 ekor, sedangkan untuk produksi DOC FS bulan Januari 2019 sebanyak 268.004.654 ekor per bulan.
Selain itu, pada tahun 2018 Ditjen PKH juga telah menyelesaikan audit populasi GPS yang dilakukan oleh Tim Audit yang terdiri dari Tim Pakar dari Perguruan Tinggi, Praktisi Perunggasan dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
“Tim Audit secara langsung mendatangi kandang-kandang GPS milik semua perusahaan pembibit tanpa terkecuali. Kemudian pada tahun 2019 Ditjen PKH akan melanjutkan Audit ke 48 perusahaan pembibit Parent Stock (PS), sehingga nantinya dapat diketahui berapa jumlah pasti populasi PS ayam ras yang dimiliki pada tahun ini,” katanya.
Dikatakan Diarmita, pengaturan keseimbangan supply-demand daging ayam ras broiler dilakukan untuk perlindungan terhadap peternak, koperasi serta konsumen agar mampu menciptakan iklim usaha yang kondusif dan berkeadilan.
“Penambahan dan pengurangan produksi ayam ras dapat dilakukan apabila terjadi ketidakseimbangan supply-demand,” katanya.
Adapun untuk perhitungan kebutuhan daging ayam nasional, ujar Diarmita dihitung oleh Tim Analisa Penyediaan dan Kebutuhan Ayam Ras dan Telur Konsumsi yang diketuai oleh Dr. Trioso Purnawarman dengan anggotanya Prof. Dr. Arif Dariyanto, Prof. Dr. Wayan Teguh Wibawan, Ir. Syahrul Bosang, Dr. Ir. Rachmat Pambudy dan Ir. Jafi Al Zagladi yang mewakili Kementerian Perekonomian.
“Perhitungan supplay-demand dilakukan oleh Tim di atas, berdasarkan data jumlah penduduk dikalikan dengan besarnya konsumsi per kapita per tahun yang datanya diperoleh dari data BPS (Badan Pusat Statistik),” katanya.
Selain itu, kata Diarmita, pemerintah juga sudah melibatkan pelaku usaha untuk masuk kedalam Tim Analisa. Langkah ini dilakukan agar kedepanya pemerintah dan pelaku usaha tidak saling menyalahkan. Apalagi dalam pelaksananya, pelaku usaha akan diundang sebagai observer Analisa supply-demand.
“Jadi, pemerintah hanya melibatkan tim analisis yang terdiri dari akademisi dan praktisi, dengan pertimbangan bahwa lembaga perguruan tinggi dianggap netral dan tidak ada konflik kepentingan,” katanya.
Sementara itu, guna memperkuat data perunggasan di Kementan, Ditjen PKH beberapa kali telU melakukan pertemuan antara Tim Analisa dengan para asosiasi perunggasan.
“Berdasarkan catatan kami, pertemuan terakhir berlangsung tanggal 14 Maret 2019, mereka menyampaikan bahwa hasil produksi DOC Final Stock (FS) mencukupi kebutuhan, yang artinya tidak ada over supply,” katanya.
Diarmita menambahkan, sejauh ini Ditjen PKH juga telah melakukan pertemuan koordinasi perunggasan dengan stakeholder terkait, yaitu para assosiasi perunggasan nasional Gopan, PPUN, Pinsar Indonesia, GPPU.
Selain itu, pemerintah juga telah melakikan pertemuan dengan para integrator untuk membahas masalah data perunggasan di Indonesia. Dalam pertemuan tersebut hampir semua pihak mengakui pencatatan data produksi DOC Kementan yang mendekati angka riil yang ada di lapangan.
Tapi, kata dia, jika ada pihak yang masih meragukan data yang dimiliki Ditjen PKH, pihaknya secara tegas membuka dan menerima masukan yang sifatnya konstruktif.
“Terkait regulasi yang ada, kami sedang mendalami dan melakukan pengkajian ulang untuk kemungkinan dilakukan revisi peraturan perundang-undangan yang nantinya diharapkan dapat menciptakan iklim perunggasan yang lebih kondusif dan permanen. Untuk hal tersebut diharapkan masukan dan saran dari berbagai pihak yang berkompeten terkait perunggasan,” tutup Diarmita.