Wacana Pemindahan Ibu Kota Bisa Terealisasi Tahun 2030

Loading

JAKARTA (IndependensI.com) – Rencana pemindahan Ibu Kota negara tak akan semudah yang dibayangkan. Perlu persiapan khusus dan anggaran yang sangat besar untuk memindahkan ibukota. Bahkan, wacana pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke luar Pulau Jawa akan terlaksana pada tahun 2030. Hal itu dengan catatan implementasi dikerjakan mulai tahun 2020.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Kepala Bappenas) Bambang Brodjonegoro mengatakan butuh waktu lima sampai 10 tahun untuk menyelesaikan seluruh proses pemindahan ibu kota.

“Targetnya 5-10 tahun, dan kita ingin agar beban Jakarta bisa dikurangi dengan memindahkan pusat pemerintahan di ibu kota baru,” kata Bambang di Kantor Bappenas, Jakarta, Selasa (30/4/2019).

Bambang mengungkapkan, proses pemindahan ibu kota pun baru sampai tahap keputusan bangun di luar Pulau Jawa. Selanjutnya dibutuhkan proses keputusan politik menentukan kapan mulai direncanakan hingga sampai implementasi. “Paling 2020 (mulai), kita siapkan dua opsi. Karena ini harus mulai merencanakan kotanya, desain, lalu implementasi,” ujar dia.

Menurut Bambang, jika diselesaikan dalam waktu lima tahun, maka konsekuensi biaya pun menjadi lebih besar. Karena, harus mengejar percepatan pembangunan kota baru itu sendiri.

Adapun, estimasi biaya yang dibutuhkan ada dua. Pertama, sebesar Rp 466 triliun dan kedua sebesar Rp 323 triliun. Estimasi biaya itu berdasarkan jumlah ASN ditambah anggota legislatif, yudikatif, Kepolisian, TNI, dan anggota keluarganya.

Menurut Bambang, nantinya estimasi biaya pemindahan ibu kota negara akan dibagi ke dalam empat skema pembiyaan. Ada APBN khusus infrastruktur dasar, investasi BUMN, kerja sama pemerintah badan usaha (KPBU), dan swasta murni khususnya sektor properti.

Hingga saat ini, pemerintah belum memutuskan kota mana yang akan menjadi pengganti DKI Jakarta sebagai ibu kota Indonesia. Selama ini, ada empat kota yang disebut-sebut pantas menjadi lokasi ibu kota negara yang baru, yakni Palangka Raya, Balikpapan, Samarinda, dan Mamuju.

Berdasarkan peta kebencanaan, wilayah yang risiko bencananya rendah terdapat di seluruh Sumatera bagian timur, seluruh Pulau Kalimantan, dan seluruh Sulawesi bagian selatan. Pasalnya, salah satu kriteria menjadi ibu kota adalah risiko bencananya sangat rendah. “Tapi kita kembangkan wilayah yang ditinggalkan terutama di luar Jawa,” imbuhnya.