JAKARTA (IndependensI.com) – Direktur Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan perumahan Rakyat (PUPR) Hari Suprayogi mengatakan lahan pertanian yang mengalami dampak kekurangan air pada musim kemarau tahun 2019 umumnya adalah sawah tadah hujan dan sawah yang mengandalkan irigasi teknis dari bendung yang bergantung pada debit air sungai.
“Sementara, untuk irigasi teknis yang mendapat jaminan air bendungan atau irigasi premium masih mendapat pasokan air yang cukup. Dari 16 waduk utama dengan kapasitas minimal 50 juta meter kubik, 10 waduk dalam kondisi di bawah rencana dan 6 waduk lainnya dalam kondisi normal. Waduk dengan kondisi di bawah rencana akan mengalami penyesuaian pola tanam yang pengaturannya di tentukan oleh perkumpulan petani pengguna air atau P3A,” ujar Hari Suprayogi dalam jumpa pers “Evaluasi Tengah Tahun TA 2019 Ditjen SDA dan Kesiapan Infrastruktur SDA Menghadapi Kekeringan” di Media Center Kementerian PUPR, Jumat (12/7/2019).
Menurut data Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika puncak musim kering diperkirakan berlangsung pada Agustus 2019 dengan cakupan 52,9 persen wilayah Indonesia terpapar musim kekeringan.
Kementerian PUPR terus melakukan pemantauan terhadap kondisi 16 waduk utama tersebut, yaitu Jatiluhur, Cirata, Saguling, Kedungombo, Batutegi, Wonogiri, Wadaslintang, Sutami, Bili-bili, Wonorejo, Cacaban, Kalola, Solorejo, Way Rarem, Batu Bulan, dan Ponre-ponre.
Terpantau per 30 Juni 2019 volume ketersediaan air dari 16 waduk utama tersebut sebesar 3.858,25 juta meter kubik dari tampungan efektif sebesar 5.931,62 juta meter kubik. Luas area yang bisa dilayani dari ke-16 bendungan tersebut adalah 403.413 hektare dari total 573.367 hektare. Sementara 75 waduk lainnya dengan skala kecil sampai menengah kondisinya 10 normal, 58 di bawah rencana, dan 7 kering.
Antisipasi lainnya yang dilakukan Kementerian PUPR dalam menghadapi musim kering tahun ini adalah dengan menyiapkan pompa sentrifugal berkapasitas 16 liter per detik. Pompa yang disiapkan mencapai 1.000 unit yang tersebar di 34 provinsi. Di samping itu, Kementerian PUPR juga membangun sumur bor sebanyak dua titik di setiap balai besar/balai wilayah sungai di daerah.
Hari Suprayogi mengatakan beberapa daerah memang setiap tahun mengalami kekeringan, misalnya Gunung Kidul dan Bulukumba. Di daerah tersebut curah hujannya relatif sedikit sehingga cadangan air tanah terbatas. Untuk daerah-daerah tersebut Kementerian PUPR membuat sumur bor dengan terlebih dahulu melakukan pengkajian potensi sumber air di sekitar.
“Untuk Gunung Kidul sendiri, Kementerian PUPR telah membangun beberapa telaga untuk mereduksi kekeringan ekstrem. Untuk daerah lain kami siapkan 5 titik pengeboran air tanah untuk setiap balai di mana kita memiliki 34 balai. Artinya akan ada 170 titik baru. Selain itu juga dilakukan distribusi menggunakan mobil tangki air untuk daerah-daerah yang kritis air,” ujar Hari Suprayogi.
Direktur Bina Operasi dan Pemeliharaan Agung Djuhartono menambahkan sebagai antisipasi kekeringan, petani dihimbau untuk disiplin dalam mengikuti rencana pola tanam yang sudah disepakati. “Untuk waduk di bawah rencana, pola operasinya diubah karena kondisi airnya yang berkurang. Kalau tadinya musim tanam ini menanam padi, maka diubah menanam palawija yang lebih hemat air,” kata Agung Djuhartono.
Dalam jumpa pers ini, Dirjen SDA didampingi oleh Sekretaris Ditjen Sumber Daya Air Muhammad Arsyadi, Direktur Bina Penatagunaan Sumber Daya Air Fauzi Idris, Direktur Pengembangan Jaringan Sumber Daya Air Edy Juharsyah, Direktur Bina Operasi dan Pemeliharaan Agung Djuhartono, Direktur Sungai dan Pantai Jarot Widyoko, Kepala Pusat Bendungan Ni Made Sumiarsih dan Kepala Pusat pengendalian Lumpur Sidoarjo Pattiasina Jefry Recky.