JAKARTA (Independensi.com) – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) kembali meluncurkan produk baru di bidang asuransi perikanan, Kamis (1/08). Atas saran dan permintaan dari pelaku industri budidaya udang yang membutuhkan perlindungan asuransi atas risiko kegagalan usahanya, saat ini telah ada produk Asuransi Usaha Budidaya Udang (AUBU) komersial. Izin AUBU komersial tersebut telah mendapatkan pengesahan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
AUBU komersial sendiri merupakan asuransi yang ditujukan bagi pelaku usaha budidaya udang windu/vaname baik dengan teknologi sederhana, semi intensif maupun intensif. Syaratnya, pembudidaya ikan tersebut belum pernah menjadi penerima bantuan premi APPIK maupun pembudidaya yang sudah pernah menerima bantuan namun telah berakhir masa pertanggungannya.
Sedangkan untuk Program Asuransi Perikanan bagi Pembudidaya Ikan Kecil (APPIK) yang diluncurkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sejak tahun 2017 sasarannya kembali diperluas dengan menambah usaha budidaya lele sebagai komoditas yang dijamin. Sebelumnya meliputi usaha pembesaran untuk komoditas udang, nila, bandeng dan patin yang telah terlebih dahulu dijamin risikonya.
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto dalam sambutannya pada acara launching AUBU-APPIK 2019 di Jakarta. Kamis (1/8), mengatakan melalui AUBU diharapkan dapat lebih banyak mendorong peran swasta untuk bersinergi dengan pembudidaya melalui dukungan teknologi, termasuk mobile application menuju digital farming. Dengan begitu, menurutnya, para pembudidaya khususnya pembudidaya ikan kecil yang selama ini kesulitan mendapatkan hasil panen berkualitas, mengalami hambatan mendapatkan pembiayaan, serta harga jual rendah, dapat menjadi pembudidaya udang yang mandiri.
Slamet berharap, pembudidaya tidak selalu bergantung kepada bantuan pemerintah, mampu bangkit dengan cepat jika terjadi musibah serta memiliki jiwa wirausaha, sehingga kesejahteraannya dapat meningkat.
“Kita harapkan akhir tahun 2019 dapat segera terealisasi untuk para pelaku usaha, dengan rencana pilot project di beberapa lokasi antara lain Pemalang, Purworejo, dan Lampung. Target 50-100 unit tambak udang per bulan dapat diasuransikan. Dalam kerjasama ini pembudidaya akan mengeluarkan modal kerja kurang lebih 20%-30% termasuk membayar semua premi tanpa subsidi sama sekali, agar pembudidaya termotivasi untuk menghindari gagal panen serta menciptakan rasa tanggung jawab yang tinggi. Sedangkan untuk akses pembiayaan usaha, akan dibuka peluang dari berbagai pihak baik perbankan maupun Financial Technology (Fintech) “ lanjut Slamet.
Dalam acara launching AUBU-APPIK 2019 ini turut dilakukan penandatanganan nota kesepahaman antara Konsorsium AUBU dengan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) terkait sinergitas dalam membangun ekosistem pendukung asuransi.
Slamet menambahkan “Untuk tahun 2019 program APPIK ditargetkan mencover 5.000 hektar lahan usaha di 26 provinsi, dengan tambahan komoditas baru ikan lele diharapkan akan terealisasi lebih dari 5.000 hektar sehingga akan lebih banyak pembudidaya yang dapat merasakan manfaat asuransi. Tidak menutup kemungkinan perlindungan asuransi ke depan akan menyasar kepada segmentasi usaha dan komoditas lainnya”, ujar Slamet
Program APPIK sendiri hadir sebagai langkah konkrit dari komitmen KKP untuk melindungi pembudidaya ikan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan dan Petambak Garam
“Peran serta dinas, UPT dan penyuluh yang bersinergi dalam mensosialisasikan produk asuransi serta melakukan pendampingan teknologi dan manajemen usaha dapat membantu mengeliminir faktor-faktor utama yang dapat menjadi risiko dalam usaha pembudidayaan ikan, sedangkan untuk risiko yang berada diluar kemampuan untuk ditanggulangi, asuransi diharapkan hadir untuk memberikan perlindungan. Dengan sosialisasi dan edukasi yang diberikan dapat membangun kesadaran pembudidaya ikan untuk berasuransi, agar ke depannya pembudidaya dapat membayar premi asuransi secara mandiri.” pungkas Slamet.
Sementara itu Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) II OJK Moch. Ihsanuddin yang turut hadir dalam acara launching AUBU-APPIK menyatakan dengan bergulirnya program AUBU-APPIK ini, dua tujuan sudah tercapai yakni program inklusi dan literasi keuangan, serta turut membantu penetrasi bisnis asuransi di Indonesia yang baru mencapai 3%.
“Sinergi yang bersifat mutualistik juga terjadi antara pemerintah yang memiliki kewajiban untuk mensejahterakan rakyat dengan industri asuransi yang membutuhkan bisnis baru“ kata Ihsanuddin.
Sunaryo, Ketua Pokdakan Karya Bahari, Desa Karangsong Indramayu, yang merupakan konsumen AUBU Komersial menyatakan tertarik mengasuransikan lahannya yang seluas 1,5 hektar setelah mendapatkan sosialisasi dari penyuluh KKP.
“Dengan mengikuti program asuransi ini, kelompok kami dapat lebih tenang dan fokus untuk berbudidaya dengan baik tanpa harus memikirkan kegagalan yang terjadi di luar kehendak seperti virus atau banjir” kata Sunaryo
Sebelumnya, hingga tahun 2018 program APPIK telah menjangkau 8.918 pembudidaya ikan yang tersebar di 22 provinsi dengan total luas lahan terlindungi mencapai 13.520,67 hektar lahan usaha, dengan total nilai premi asuransi perikanan yang dibayarkan sebesar Rp. 4.472.715.000. KKP mencatat hingga Juli 2019 sebanyak 382 peserta asuransi telah melakukan klaim dengan nilai yang telah settled mencapai Rp. 2.004.186.500 untuk lahan budidaya yang tersebar di 26 kab/kota di 15 provinsi. Klaim asuransi yang dilakukan secara umum disebabkan kegagalan produksi akibat wabah virus udang, dan banjir.