JAKARTA (Independensi.com) – Kesatuan Aksi Mahasiswa Peduli Papua menyerukan 6 poin penting tuntutan terkait isu SARA di Papua.
Keenam tuntuntan tersebut yaitu:
1. Mendesak Kapolri Tito Karnavian mencopot Kapolda Jawa Timur karena lalai menjalankan tugas
2. Negara harus berani mengadili oknum pelaku persekusi dan menuntut pertanggung jawaban dari Panglima TNI, Kapolri, dan Menteri Dalam Negeri
3. Menarik kembali militerisme di Papua. Kembalikan Militer ke barak!
4. Presiden Jokowi harus mengeluarkan Perppu Antirasisme agar peristiwa ini tidak terulang kembali di masa depan
5. Pemerintah harus membangun dialog Jakarta-Papua-Vatikan sebagai mediator
6. Tuntaskan pelanggaran HAM berat masa lalu di Papua
Menurut Kesatuan Aksi Mahasiswa Peduli Papua dalam rilisnya diterima Independensi.com, Selasa (20/8), demokrasi Indonesia mensyaratkan penghormatan yang setinggi-tingginya terhadap hak asasi manusia.
Untuk itu, pengurangan dan pelecehan terhadap martabat kemanusiaan setiap warga negara adalah langkah awal kemunduran demokrasi kita.
Peristiwa biadab yang dilakukan oleh aparat negara terhadap mahasiswa Papua di Malang dan Surabaya yang menyebabkan gelombang aksi besarbesaran di Manokwari, Sorong, dan Jayapura seharusnya tidak perlu terjadi jika setiap kita, termasuk
aparat negara, menyadari bahwa kemanusiaan adalah mahkota dari hidup bersama dalam negara demokrasi Pancasila.
Sayangnya, meski telah merdeka 74 tahun, bangsa kita masih jauh dari beradab. Negara masih memandang bangsa Papua sebagai the second class in the state dan karena itu berani mengatakan mereka adalah monyet!
Dalam hal ini negara telah gagal menjamin hak-hak setiap warga negara untuk berpendapat dan berserikat dan membiarkan terjadinya persekusi dan praktek vandalisme terhadap mahasiswa Papua di Malang dan Surabaya.
Negara gagal menjalankan tugasnya sebagai penjamin karena tidak hadir untuk melindungi segenap tumpah darah Indonesia, justru hadir sebagai aktor yang memprovokasi terjadinya tindakan rasis dan biadab tersebut.
Demikian pernyataan sikap bersama itu dibuat agar diindahkan sehingga rasisme sungguh hilang dari bumi Indonesia dan demi menghormati hak-hak sipil warga negara terutama orang Papua.