JAKARTA (Independensi.com) – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan,menegaskan pemerintah tidak menghentikan ekspor nikel, namun lanjutnya yang dilakukan adalah mengevaluasi ekspor komoditas pertambangan tersebut. Itu dilakukan sebab ditemukan sejumlah penyimpangan sebelum masa berlakunya larangan resmi ekspor bijih nikel per 1 Januari 2020.
“Kita evaluasi selama 2 minggu ini, selama 2 minggu ini kita hentikan, kita cek,” kata Luhut kepada wartawan usai mengikuti Rapat Terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (30/10) sore. Menurut Menko Kemaritiman dan Investasi, evaluasi dilakukan karena berdasarkan informasi yang diterima pemerintah telah terjadi penyimpangan terhadap ekspor nikel. Ada kadarnya di atas 1,7, yang kedua dilakukan secara melanggar dari kuota yang didapat, yang ketiga dilakukan bukan orang yang punya smelter, yang keempat mungkin smelter-nya kemajuannya tidak sesuai dengan apa yang dilaporkan.
Luhut juga menyampaikan, bahwa laporan dari Indonesia dengan laporan dari Tiongkok itu angkanya berbeda, hampir 2 kali lipat. “Jadi berarti terjadi manipulasi dalam jumlah dan dari kadar nikelnya. Jadi negara harus hadir dalam begini. Tadi dalam rapat saya sampaikan tidak boleh kita melakukan itu, itu angkanya besar sekali,” ujarnya.
Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut B. Pandjaitan juga menyampaikan, pihaknya akan melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk urusan ini dalam rangka pencegahan.
“Jadi oleh karena itu sekarang Kementerian ESDM sedang melakukan penelitian ke beberapa Kapi yang mendirikan atau mendapat izin ekspor karena mendirikan smelter akan diperiksa, benar tidak kemajuan sesuai laporan progres yang diberikan dan benar tidak dia mengekspor kadar yang di bawah 1,7. Nah KPK akan terlibat di sana. Jadi bisa terjadi nanti kalau ditemukan kesalahan akan ada yang ditindak,” tegas Luhut.