PUTUSSIBAU (Independensi.com) – Kabupaten Kapuas Hulu di wilayah paling timur Provinsi Kalimantan Barat, memiliki kekayaan alam yang sangat indah, melalui kehadiran Taman Nasional Betung Kerihun dan Taman Nasional Danau Sentarum. Danau Sentarum, sebagai salah satu sumber resapan air Sungai Kapuas, sungai terpanjang di Indonesia
Kabupaten Kapuas Hulu, salah satu dari lima pemerintahan otonom di Provinsi Kalimantan Barat yang berhadapan darat langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Federasi Malaysia, ini, juga memiliki dua jenis minuman tradisional yang melegenda. Pertama, jenis minuman Bir Dayak. Kedua, jenis minuman Anggur Dayak.
Minuman Bir Dayak terbuat dari air enau atau aren yang dicampur kulit kayu hutan dinamakan raru (shorea maxwelliana king). Bir Dayak menjadi minuman favorit masyarakat sehabis bekerja di ladang pada sore hari.
Jadi minuman favorit, karena mengandung alkohol di bawah 5%, sehinggai tidak memabukkan. Biasanya, para lelaki Dayak, duduk lesehan di teras rumah panjang tiang panggung yang disebut rumah betang, sambil menikmati suguhan minuman Bir Dayak.
Usai minum Bir Dayak di sore hari, barulah para lelaki Dayak turun ke sungai, untuk mandi. Setelah itu, melanjutkan aktifitas di dalam rumah, setelah makan malam.
Tanaman enau atau aren (arenga pinnata, suku arecaceae), mudah ditemui hampir pada semua wilayah di Indonesia. Dari sistem kearifan lokal secara umum, air enau bisa langsung diolah menjadi gula, sehingga sering disebut gula merah.
Di samping disebut sebagai minuman Bir Dayak, minuman khas masyarakat Suku Dayak di Kabupaten Kapuas Hulu, ini, disebut saguer. Bir Dayak diproduksi dengan cara tangkai bunga pohon aren yang sebesar pergelangan tangan orang dewasa, dibersihkan dan dipukul-pukul selama beberapa hari, lalu dipotong.
Dari ujung potongan, ditempel kulit kayu raru yang sudah dikeprok. Dari potongan tangkai yang sudah ditempeli kulit kayu raru setebal kepalan tangan yang sudah dikeprok, akan keluar getah warna putih susu yang menetes dengan cepat hingga perlu tempat penampungan yang ukuran seruas bambu.
Cairan warna putih susu ini bisa langsung diminum yang dinamakan Bir Dayak. Cuma daya tahannya tidak lebih dari satu hari. Setelah itu, rasanya akan berubah menjadi asam, sehingga tidak enak lagi diminum.
Ada teknis produksi lain minuman Bir Dayak lebih sederhana lagi. Kulit kayu raru yang sudah dikeprok, disimpan di bagian dasar wadah, air enau dibiarkan menetes sampai penuh.
Teknis produksi secara tradisional Bir Dayak, sering digunakan pada teknis terakhir. Kulit raru disiapkan di rumah.
Di bagian dasar wadah sudah disiapkan kulit kayu raru yang sudah dikeprok, kemudian di dalamnya dituangkan air enau warna putih. Selang 4 sampai 6 jam kemudian, Bir Dayak sudah siap diminum.
Itulah sebabnya Bir Dayak, ini, di kalangan masyarakat Suku Dayak di Kabupaten Kapuas Hulu, hanya diproduksi, apabila beberapa jam sebelumnya akan diminum.
Secara tradisional, biasanya, sebelum memulai aktifitas, pada pagi hari, para lelaki Dayak memanjat pohon enau, membawa wadah berupa bambu untuk menyimpan air enai putih yang menetes lewat tangkai buah yang dibungkus kulit kayu raru yang sudah dikeprok.
Pada sore hari, sepulang dari melakukan aktifitas di ladang atau di hutan, wadah bambu yang sudah dipenuhi air enau diturunkan dan langsung diminum. Inilah yang sebut Bir Dayak.
Anggur Dayak
Jenis minuman Anggur Dayak di kalangan masyarakat Suku Dayak di Kabupaten Kapuas Hulu, terbuat dari beras ketan warna hitam dan buah manja yang di dalam nama latinnya disebut xanthophyllum amoenum.
Buah manja selalu muncul dari batang pohon, berwarna hijau muda saat belum masak, dan setelah masak berubah menjadi warna bening. Daging buah manja atau lebih sering disebut buah Anggur Dayak, menjadi terasa manis, apabila sudah masak.
Anggur Dayak terbuat dari beras ketan warna hitam, sebetulnya nama lain dari tuak. Tapi karena warna airnya seperti minuman anggur, maka disebut Anggur Dayak, dengan sistem pengelohan yang sederhana.
Tahapannya sebagai berikut. Beras ketan dimasak dan dihampar di dalam sebuah wadah seperti tampi sampai diyakinan tidak ditemui setetes airpun di dalamnya.
Setelah itu, buah jahe merah yang sudah dikeprok hingga mengering setelah dijemur berhari-hari, dicampur ragi, dan dihampar di bagian paling bawah wadah untuk memproduksi Anggur Dayak, seperti tempayan atau ember tertutup rapat.
Setelah itu, hamparan keprokan jahe merah dicampur ragi, ditimpa nasi ketan yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Setelah ketebalan 3 sampai 5 centimeter, ditimpa lagi dengan nasi ketan dan seterusnya, sehingga pada bagian paling atas, ditutup lagi dengan tumpukan jahe yang sudah dikeprok dan diolesi ragi.
Dua atau empat pekan kemudian, setelah wadah tempayan atau ember yang tertutup rapat, dibuka, maka akan terlihat warna air sedikit memerah seperti air anggur yang siap diminum.
Anggur Dayak yang terbuat dari buah manja, teknik produksinya relatif mudah. Buah manja atau buah Anggur Dayak yang sudah masak (berwarna bening) dibuka, dan daginya dicampur ragi dan keprokan jahe merah. Setelah satu pekan kemudian, warna airnya memerah, dan bisa langsung diminum yang disebut Anggur Dayak.
Pohon manja mudah ditemukan di Kalimantan, dan salah satu jenis tanaman kehutanan yang dilindungi. Karena sebagai bahan baku minuman anggur, pohon manja sering disebut pohon anggur Dayak.
Ketinggian pohon Anggur Dayak sekitar 30 meter. Buah Anggur Dayak kecil, bentuknya bulat hijau, dan berubah kuning ketika masak. Tekstur buahnya empuk dan rasanya seperti gula kapas. Namun, biji lengket di daging buah. Manja (xanthophyllum amoenum) tumbuh di hutan hujan berbukit, lembab, dan bertanah aluvial atau liat.
Tingkat kekerasan kayu Anggur Dayak, cukup baik sehingga masyarakat menggunakannya sebagai pegangan pisau, kapak, dan cangkul.
Keunikan lainnya kulit buah Anggur Dayak, tebal sekitar 1 centimeter dan jika terbentur menghitam, lalu berbuih. Masyarakat lokal memanfaatkan buih itu sebagai sabun. Periode berbuat Anggur Dayak, pada Februari—Maret, tiap tahun.
Baik minuman Anggur Dayak yang terbuat dari beras ketan merah maupun dari buah pohon Anggur Dayak, untuk menentukan kadar alkoholnya, cukup dalam proses permentasinya dicampur lada yang ditumbuk halus hingga menyerupai bubuk.
Semakin banyak bubuk lada, maka Anggur Dayak akan memiliki kadar alkohol yang cukup tinggi, hingga bisa mencapai belasan persen.
Turun-temurun
Fiktorianus Karim, warga Desa Nanga Payang, Kecamatan Bunut Hulu, Kabupaten Kapuas Hulu, Proivnsi Kalimantan Barat, mengharapkan, ada pelaku usaha bisa memproduksi Bir Dayak dan Anggur Dayak.
Bir Dayak dan Anggur Dayak adalah jenis industri kuliner yang sudah diproduksi secara turun-temurun oleh segenap lapisan masyarakat Suku Dayak di wilayah Kabupaten Kapuas Hulu.
“Kalau di kalangan Suku Dayak di Negara Bagian Sabah, Federasi Malaysia, ada minuman tradisional yang sudah memenuhi standard higinitas dinamakan lihing, maka di wilayah Indonesia di Kalimantan, idealnya ada memproduksi Bir Dayak dan Anggur Dayak, karena memiliki prospek pemasaran yang menjanjikan,” kata Karim.
Menurut Karim, di masa mendatang, mesti ada pelaku usaha yang bisa bermitra dengan masyarakat memproduksi Bir Dayak dan Anggur Dayak secara pabrikasi sesuai standar higinitas Balai Pengawasan Obat dan Makanan (POM) sehingga memiliki Hak Paten dari Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia (HAM) Republik Indonesia.
“Apabila sudah memilki hak paten, maka Bir Dayak dan Anggur Dayak, memiliki prospek pemasaran yang sangat baik di seluruh wilayah Kalimantan. Apalagi sekarang Kalimantan sudah ditetapkan sebagai lokasi pemindahan ibu kota negara dari Jakarta, terhitung Seni, 26 Agustus 2019,” kata Fiktoriuanus Karim.
Hal senada dikemukakan Tobias Ranggie, salah satu warga asal Kabupaten Kapuas Hulu yang sekarang menetap di Pontianak.
Agar jenis minuman Bir Dayak dan jenis minuman Anggur Dayak, menurut Tobias Ranggie, harus segera dipatenkan, dengan terlebih dahulu penuhi standar higinitas Balai POM untuk disahkan Hak Paten-nya di Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia.
“Kalau tidak segera dipatenkan oleh orang Dayak sendir, bisa saja nantinya hak patennya dimiliki pihak lain yang belum tentu memiliki kepeduluan bermitra dengan para petani Suku Dayak di wilayah Kabupaten Kabupaten Hulu,” ujar Tobias.
Manfaat kulit raru
Kulit kayu raru, di samping digunakan sebagai salah satu bahan produksi minuman Bir Dayak, ternyata memikili kasiat untuk menyembuhkan penyakit diabetes melitus.
Gunawan Trisandi Pasaribu, mahasiswa pascasarjana Institut Pertanian Bogor, 2009, dalam penelitian berjudul: “Zat Ekstraktif Kayu Raru dan Pengaruhnya Terhadap Penurunan Gula Darah”, mengatakan, raru merupakan sebutan untuk jenis-jenis kulit kayu yang ditambahkan pada nira aren yang bertujuan untuk meningkatkan cita rasa dan kadar alkohol serta mengawetkan minuman tradisional tuak.
Dalam berbagai literatur disebutkan bahwa ada beberapa jenis kayu yang digolongkan sebagai kayu raru, antara lain Shorea maxwelliana King, Shorea aguetiana Heim. Cotylelobium melanoxylon Pierre., Vatica songa V.Sl. dari famili ipterocarpaceae dan Garcinia sp. dari famili Guttifera. Sebagian masyarakat mengenal kulit kayu raru sebagai obat diabetes.
Diabetes melitus adalah kelainan metabolisme karbohidrat, di mana glukosa darah tidak dapat digunakan dengan baik, sehingga menyebabkan keadaan hiperglikemia.
Kadar gula darah berhubungan dengan kemampuan pankreas dalam memproduksi insulin yang berfungsi mengubah glukosa menjadi glikogen.
Diabetes atau kencing manis sering disebut sebagai penyakit akibat kelainan hormon ini, akibatnya tubuh menjadi tidak dapat menyerap glukosa dari darah.
Enzim α-glukosidase memiliki nama kimia α-D-glukosida glukohidrolase merupakan enzim yang berperan dalam pembentukan glu kosa di dalam usus halus manusia.
Enzim ini membantu dalam pemecahan rantai polisakarida pada ikatan α (1-6) pada setiap titik percabangan yang tidak dapat dipecahkan oleh enzim osforilase.
Produk dari aktivitas enzim ini adalah polimer (α 1-4) tak bercabang dan atau glukosa. Reaksi ini terjadi setelah aktivitas glikogen phosporilase dan glikogen transferase terjadi.
Gunawan Trisandi, berupaya mengetahui mengetahui kandungan bioaktif kulit kayu raru, mengetahui efek farmakologis ekstr-aktif kulit kayu raru terhadap penurunan kadar gula darah melalui aktivitas inhibisi alfa glukosidase serta mengisolasi dan mengidentifikasi komponen bioaktif yang berperan dalam penurunan kadar gula darah.
Penyelidikan tentang pemanfaatan kulit kayu raru dan teknik pemanenan di masyarakat sebagai obat dan bentuk pemanfaatan lainnya dilakukan melalui wawancara mendalam (depth interview) dan diskusi.
Kulit kayu digiling menggunakan hammer mill dan disaring untuk menghasilkan serbuk 40-60 mesh. Serbuk kulit kayu raru diekstraksi dengan dua teknik yakni secara maserasi (perendaman) dengan etanol 70% dan refluks (penggodokan) dengan pelarut air selama 3 jam pada suhu 1.000 C. Ekstrak kemudian disaring dan dipekatkan dengan rotary vacum evaporator
Pengujian enzimatik dilakukan secara in-vitro pada ekstrak kasar dan
fraksi-fraksi hasil pemisahan. Enzim yang digunakan adalah α -glucosidase.
Menurut Gunawan Trisandi, uji inhibisi α-glukosidase dilakukan dengan cara larutan enzim di buat dengan melarutkan 1.0 mg α-glukosidase dalam buffer fosfat (pH 7.0) yang mengandung bovin serum albumin. Sebelum digunakan, sebanyak 1 mL larutan enzim tersebut diencerkan 25 kali dengan buffer fosfat (pH 7.0). (Aju)