KUCHING (Independensi.com) – Presiden Dayak International Organization (DIO) Datuk Dr Jeffrey G Kitingan dan Ketua Umum Majelis Hakim Adat Dayak Nasional (MHADN), Askiman, memimpin delegasi masyarakat Suku Dayak menghadiri pertemuan khusus bagi komunitas masyarakat adat sedunia di Sekretariat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, Amerika Serikat, April 2020 dan September 2020.
Hal itu dikemukakan Sekretaris Jenderal DIO, Dr Yulius Yohanes, M.Si yang juga sebagai Sekretaris Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Tanjungpura (FISIPOL Untan) Pontianak, Minggu, 12 Januari 2020.
Yulius Yohanes berada di Kuching, Ibu Kota Negara Bagian Sarawak, Federasi Malaysia, menggelar rapat DIO dan MHADN secara terintegrasi di Telang Usan Hotel, Kuching, Sarawak, Jumat, 10 Januari 2020.
Rapat dipimpin Yulius Yohanes, Wakil Tetap Dayak di PBB, Atama Katama, Kepala Sekretariat DIO di Kota Kinabalu dan Pontianak, Jalumin bin Bayogoh, Mengga Mukui (tokoh adat Dayak Sarawak), Michael M Jok, Dagut H Djunas, Peter John Jaban, dengan membacakan 26 point hasil rapat (mesyuarat).
Rapat diwarnai sedikit insiden, lantaran Kantor Imigrasi Sarawak, mencekal kehadiran Datuk Jeffrey G Kitingan, dengan dalih surat pemberitahuan tentang kehadiran anggota (ahli) parlimen Federasi Malaysia dari Partai Solidariti Tanah Airku (STAR) Sabah, itu, sudah terlambat dikirim panitia kepada otoritas berwenang di Malaysia.
Sesuai ketentuan, kehadiran anggota parlemen di Sarawak, surat pemberitahuan tertulis harus sudah dikirim paling lambat 7 hari sebelum kegiatan dimulai, sementara panitia baru mengirim surat pemberitahuan tertulis pada 6 hari sebelum kegiatan dimulai.
Sejak bergabung dengan Federasi Malaysia terhitung 16 September 1963, Sabah dan Sarawak, memiliki hak khusus sebagai sebuah daerah otonomi, di antaranya kehadiran pemegang Identity Card (IC) warga Malaysia di luar pemegang IC Sarawak dan Sabah, maka harus dilengkapi dokumen paspor.
Kendati demikian, rapat tetap berjalan sesuai harapan, dengan mensepekati 26 point program kerja yang harus dijalankan selama lima tahun masa kepengurusan DIO dan MHADN, 1 Januari 2020 – 31 Desember 2024. Di antaranya mengirim delegasi Dayak ke PBB pada April 2020 dan September 2020.
Hasil rapat dilaporkan kepada Datuk Dr Jeffrey G Kitingan, Presiden DIO dan Askiman, Ketua Umum MHADN (Wakil Bupati Sintang), terutama masalah persiapan kedatangan delegasi Dayak di PBB.
“Di Sekretariat PBB, New York, nanti, (April 2020 dan September 2020) bukan sebagai wakil negara (not a state representative) melainkan untuk menghadiri pertemuan khusus masyarakat adat international, bertujuan memperkenalkan Kebudayaan Dayak kepada dunia internasional. Sehingga nantinya Delegasi Dayak di Sekretariat PBB di New York, tetap berkomunikasi dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia, Kedutaan Besar Federasi Malaysia dan Kedutaan Besar Kerajaan Brunei Darussalam,” kata Yulius Yohanes.
Diungkapkan Yulius Yohanes, di kalangan komunitas masyarakat adat internasional, nanti, Suku Dayak dari Pulau Dayak (Borneo), memperkenalkan Suku Dayak menganut trilogi peradaban kebudayaan suku bangsa di Benua Asia, yaitu hormat dan patuh kepada leluhur, hormat dan patuh kepada orangtua, serta hormat dan patuh kepada negara.
Trilogi peradaban Kebudayaan masyarakat suku bangsa di Benua Asia dimaksud, ungkap Yulius Yohanes, membentuk karakter dan identitas Suku Dayak beradat, yaitu berdamai dan serasi dengan leluhur, berdamai dan serasi dengan alam semesta, berdamai dan serasi dengan sesama, serta berdamai dan serasi dengan negara.
Faktor pembentuk karakter dan jatidiri manusia Dayak beradat dimaksud, ujar Yulius Yohanes, lahir dari sistem religi Dayak yang bersumber doktrin atau berurat berakar dari legenda suci Dayak, mitos suci Dayak, adat istiadat Dayak dan hukum adat Dayak, dengan menempatkan hutan sebagai sumber dan simbol peradaban.
“Pemahaman ini sudah tertuang di dalam Anggaran Dasar atau Statua DIO dan MHADN. Jadi kehadiran Delegasi Dayak di PBB, nanti, mendukung Pemerintah Republik Indonesia, Pemerintah Federasi Malaysia dan Kerajaan Brunei Darussalam, di dalam memperkenalkan Kebudayaan Dayak di tingkat international, sebagaimana Deklarasi Hak-hak Masyarakat Adat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Nomor 61/295, tanggal 13 September 2007,” ujar Yulius Yohanes.
Di Sekretariat PBB di New York, Amerika Serikat, Delegasi Suku Dayak akan membahas upaya pengembalian tengkorak manusia Dayak yang sekarang proses penanganan hukumnya, tengah dipantau Konsulat Jenderal Republik Indonesia di San Francisco.
Pada bidang penanganan khusus, dalam rapat diputuskan, Salfius Seko SH MH (Pontianak), secara khusus menangani advokasi Hak Tenurial, Hutan Adat, dan Tanah Adat, menyusun dan melaksanakan Aksi Advokasi Hak Tenurial, pertanian rotasi (gilir balik), pertanian, perkebunan, percepatan administrasi desa adat Suku Dayak, Hutan Adat, dan Tanah Adat se Pulau Borneo.
Tobias Ranggie SH (Pontianak/Panglima Jambul), secara khusus menangani Peradilan Adat, Hukum Adat, Budaya dan Religi, dengan melaksanakan dan menyusun panduan umum sistem Peradilan Adat, Hukum Adat, produk literasi Kebudayaan Dayak dan Religi Dayak.
Dr Genopepa Sedia SH, MH (Sintang), secara khusus menangani Advokasi bidang lingkungan hidup, menyusun dan melaksanakan aksi pembelaan di bidang lingkungan hidup
Dr Felisitas Defung MA (Samarinda), telah menyusun rencana kerja secara khusus menangani Kesetaraan Gender, Advokasi Perempuan dan Anak, dengan menyusun dan melaksanakan program Kesetaraan Gender, Advokasi Perempuan dan Anak, Koordinasi Pembinaan Pemuda dan Mahasiswa Dayak
Tri Yonisa, S.Pd, M.Pd (Banjarmasin), menangani pemuda dan mahasiswa dengan telah menyusun dan segera melaksanakan program pembinaan, pelatihan, pertukaran, pendidikan karakter dengan kearitan lokal, bagi Pemuda dan Mahasiswa Dayak pada lingkup regional, nasional dan internasional.
Yophi Saptura SE (Banjarmasin), sebagai Koordinasi Penanganan Isu Perubahan Iklim, dengan menyusun dan melaksanakan penanganan berbagai karakteristik isu Perubahan Iklim dan kesehatan lingkungan kehidupan sosial, berkaitan dengan sosial, ekonomi dan politik masyarakat Dayak.
Drs Abdul Karim MM (Banjarmasin), secara khusus menyusun dan melaksanakan Pengembangan Desain Pusat Kebudayaan Dayak, dengan menyusun desain pengembangan pusat kebudayaan Suku Dayak Internasional.
Lumbis, S.Sos (Nunukan), Koordinasi Penanganan Isu Masyarakat Dayak di perbatasan Indonesia, Malaysia dan Brunei Darussalam, secara khusus mengolah, menganalisa dan menangani isu-isu strategis di perbatasan Republik Indonesia, Federasi Malaysia dan Kerajaan Brunei Darussalam berkaitan keberadaan kebudayaan masyarakat adat Suku Dayak.
Ajonedi Minton SH (Pontianak), di bidang Pengembangan Ekonomi Kreatif Masyarakat Adat, dengan mengkoordinasikan pembangunan Pengembangan Ekonomi Kreatif Masyarakat Adat Suku Dayak dengan kearifan lokal.
Darwin Tan (Kota Kinabalu), di bidang Pengembangan Ekonomi Digital, dengan menyusun konsep dan pengembangan aplikatif E-commerce Roadmap bagi kalangan milenial Suku Dayak dalam menyiapkan ekosistem yang baik untuk mengembangkan industri e-commerce pada level regional, nasional dan internasional.
Michael M Jok dari Sarawak, kemudian menjelaskan, DIO segera memproduksi buku Sejarah Dayak, Bahasa Dayak, Adat Istiadat (Customs) Dayak, Sistem Religi Dayak, dan Produksi Film Pertemuan Damai Tumbang Anoi (Desa Tumbang Anoi, Kecamatan Damang Batu, Kabupaten Gunung Mas, Provinsi Kalimantan Tengah, Indonesia), 22 Mei – 24 Juli 1894.
Jalumin bin Bayogoh, menambahkan, penyusunan buku Sejarah Dayak, karena United Nations of Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) di New York, Amerika Serikat, pada 18 Oktober 2019, menetapkan satu dekade, 2022 – 2032 sebagai kampanye Hari Bahasa Ibu International, tindaklanjut dari Resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Nomor 12231, tanggal 17 Nopember 1999, dimana menetapkan setiap tanggal 21 Februari sejak tahun 2000 sebagai Hari Bahasa Ibu International.
“Penggarapan bahan 2020 dan 2021, produksi 2022. Target: mengaktualisasikan dalam bentuk produk literasi/fisik jaringan infrastruktur agama asli Dayak dengan mensepakati terlebih dahulu nama agamanya, nama kitab sucinya, nama tempat ibadatnya (kemudian diisi materi kitab sucinya yang bersumber dari legenda suci Dayak, mitos suci Dayak, adat istiadat Dayak dan hukum adat Dayak), sebagaimana di Provinsi Kalimantan Tengah, Indonesia, dengan nama Agama Kaharingan, tempat ibadatnya Balai Basarah dan nama kitab sucinya, Panaturan,” ungkap Jalumin bin Bayogoh. (Aju)