CIREBON (IndependensI.com) – Komite III DPD RI bekerjasama dengan Komite Olahraga Nasional Indonesia Kota Cirebon menyelenggarakan uji sahih RUU Keolahragaan Nasional. Kegiatan ini dilaksanakan sebagai bagian dari tahapan penyusunan RUU Keolahragaan Nasional yang sedang diinisiasi oleh Komite III DPD RI pada tahun 2020 ini. Kegiatan uji sahih selain dihadiri oleh rombongan Komite III DPD RI, juga dihadiri oleh pengurus KONI Kota Cirebon dan organisasi cabang olahraga serta jajaran pemkot Cirebon.
Rombongan Komite III DPD RI yang hadir pada kegiatan tersebut antara lain Evi Aapita Maya, (Wakil Ketua Komite III dan senator NTB) 3. Eni Sumarni (senator Jawa Barat), Pdt. Willem T.P. Simarmata, M.A. (senator Sumatera Utara), H. Muslim M. Yatim (senator Sumatera Barat), Eva Susanti (senator Sumatera Selatan), Jihan Nurlela (senator Lampung) 8. H. Zuhri M. Syazali, (senator Kep.Bangka Belitung), Ria Saptarika (senator Kep. Riau). 10. Sylviana Murni, (senator DKI Jakarta, Hilmy Muhammad (senator DI Yogyakarta), Evi Zainal Abidin (senator Jawa Timur), Zainal Arifin (senator Kalimantan Timur), Fernando Sinaga (senator Kalimantan Utara) dan Mirati Dewaningsih (senator Maluku).
Walikota Cirebon dalam sambutannya menyampaikan rasa terima kasih kepada rombongan DPD RI karena kepercayaannya menyelenggarakan kegian uji sahih di Kota Cirebon. Nasrudin Azis menyatakan bahwa Kota Cirebon baru pertama kali ini berpartisipasi dalam kegiatan pembahasan sebuah RUU, sehingga aspirasi masyarakat Kota Cirebon diharapkan dapat memperkaya materi RUU.
Nasrudin juga menyorotii prestasi olahraga Indonesia yang semakin menurun. Kondisi ini tentu saja sangat mengkhawatirkan mengingat Indonesia pada tahun 70an pernah menjadi macan asia tenggara di bidang olahraga. RUU Keolahragaan diharapkan mampu mendorong kembali prestasi olahraga Indonesia.
Bambang Sutrisno, senator asal Jawa Tengah yang juga Ketua Komite III DPD RI dalam sambutannya menyatakan bahwa dalam konteks kehidupan negara, olahraga menjadi bagian dan tolok ukur keberhasilan pembangunan nasional.
Pembangunan di bidang olahraga dilakukan sebagai upaya meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia secara jasmaniah, rohaniah, dan sosial dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil, makmur, sejahtera, dan demokratis. Pembinaan dan pengembangan olahraga harus ditempatkan dalam dalam kerangka spirit of the nation.
Pada saat yang sama pengundangan UU No 3 Tahun 2005 tetang Sistem Keolahragaan Nasional (UU SKN) belum mampu menjadikan proses pembinaan dan pengembangan keolahragaan nasional lebih maju dan menjamin pemerataan akses terhadap olahraga, peningkatan kesehatan dan kebugaran, peningkatan prestasi. Persoala itu bersumber antara lain dari norma regulasi yang tidak memadai dalam menampung perkembangan kebutuhan manusia Indonesia terhadap olahraga.
Kegiatan uji sahih menghadirkan beberapa narasumber yakni Prof. Rusli Lutan, praktisi dan pakar d bidang olahraga, Agus Suherman, kadisporabud Kota Cirebon dan Del Asri yang mewakili tim ahli penyusun RUU.
Rusli dalam paparannya, menyampaikan 3 model pengelolaan keolahragaan yang diadopsi oleh negara didunia, yakni dikelola oleh negara, dikelola oleh masyarakat dan dikelola secara bersama oleh negara dan masyarakat.
Indonesia mengadopsi model ketiga yang melibatkan negara dan masyarakat dalam pengelolaan olahraga. Dalam perkembangannya kini, partisipasi dan dukungan swasta juga diharapkan dalam pengelolaan olahraga yakni dalam hal dukungan anggaran.
Adapun Del Asri menyoroti perihal problem pengembangan dan pembinaan olahraga di daerah yang harus diperbaiki melalui RUU Keolahragaan ini. Padahal peningkatan prestasi olahraga nasional berangkat dari peningkatan prestasi olahraga daerah.
Pembinaan olahraga prestasi di daerah sangat lemah demikian pula olahraga pendidikan dan olahraga masyarakat belum mampu meningkatkan derajat kebugaran sebagai landasan pembinaan elit atlet. Kelemahan ini berujung pada persoalan mendasar yakni minim dukungan anggaran bagi pengembangan olahraga.
Tidak adanya norma tertulis dalam UU SKN yang memastikan jumlah alokasi anggaran bagi olahraga menjadikan pengembangan dan pembinaan olahraga stagnan. Harapan untuk sekedar mendapatkan hibah dan/atau bantuan dari pemerintah bagi berbagai kegiatan keolahragaan pun pupus karena tidak adanya keperbihakan dan perhatian pimpinan di daerah.
Oleh karena itu Komite III DPD RI dalam penyusunan RUU Keolahragaan ini memasukan norma perihal kewajiban Pemerintah untuk mengalokasikan anggaran minimal 2% bagi olahraga. Selain itu untuk memastikan kontinuitas pelaksanaan berbagai kegiatan olahraga di daerah, Komite III DPD RI mengambil sikap tidak melarang pejabat publik jadi pengurus organisasi olahraga.
Melalui RUU yang digagas Komite III DPD RI, diharapkan penghargaan dan kesejahteraan atlet daerah di masa tuanya terjamin, demikian disampaikan oleh Agus Suherman. Diharapkan ada kebijakan tertulis yang memberikan prioritas kepada atlet dalam setiap seleksi CPNS atau pada perusahaan manapun.
Beberapa kritik, masukan dari masyarakat terhadap RUU antara lain perihal sinkronisasi kebijakan pendidikan dalam mendukung pengembangan dan prestasi pelajar di bidang olahraga. Dengan model kurikulum pendidikan dasar hingga atas yang sangat padat, yang berdampak pada panjangnya jam belajar di sekolah hingga sore hari, telah menyulitkan atlet yang merupakan peserta didik untuk berlatih, disebabkan tidak ada sisa waktu.
Kritik juga diajukan pada penyelenggaraan olahraga yang mengandung nilai-nilai disiplin, kejujuran dan sportifitas faktanya tidak brdampk pada mentalitas pemangku kepentingan dalam menjalankan tugas dan fungsi mereka. [Chs]