JAKARTA (IndependensI.com) – Peneliti Indonesian Corruption Watch (ICW) Divisi Pelayanan dan Reformasi Birokrasi Dewi Anggraeni mengatakan, penetapan tersangka terhadap Menteri Sosial Juliari Batubara oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait pengadaan bantuan sosial (Bansos) saat pandemi Covid-19 sudah dapat diprediksi. Pemangkasan sejumlah birokrasi di masa darurat menjadi pemicu penyelenggara negara berbuat culas dengan mendapat jatah dari setiap paket bantuan.
“Adanya PPK yang ditangkap oleh KPK sebenarnya sudah kelihatan kemungkinan akan ada atasan-atasan dia yang akan ikut juga karena enggak mungkin selain PPK dan rekanan, terbukti bahwa ada sekretaris menteri (turut diamankan),” ujarnya, Minggu (6/12/2020).
Dewi juga mencurigai, penunjukan langsung oleh Kemensos sebagai vendor pengadaan Bansos sudah direncanakan sejak awal. Untuk itu, ia mendesak KPK konsisten mendalami satu kasus.
“Karena ini kan pengadaan terkait Covid dan ini baru satu program. Kita di ICW sih mendorong untuk KPK juga menelusuri atau menginvestigasi rekanan-rekanan atau lain yang ada di Kemensos, jadi enggak cuma satu kemarin yang sudah selesai, siapa tahu juga karena ini pengadaan sejak bulan April dan sudah direncanakan juga bisa saja,” ucapnya.
Meski di era KPK pimpinan Firli Bahuri ICW acap kali melontarkan kritik, namun kali ini Dewi mengucapkan apresiasi atas sikap komisi anti-rasuah menciduk dua menteri kabinet Jokowi-Ma’ruf.
Sebab, dalam kurun tidak lebih dari 2 minggu, KPK menetapkan status tersangka terhadap Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Praboowo atas dugaan suap ekspor benur, dan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara atas dugaan suap pengadaan Bansos.
Kendati demikian, Dewi mengingatkan apresiasi tidak akan utuh jika pengembangan kasus yang melibatkan dua menteri tersendat akibat sentimen politik.
“Kita tahu banyak kasus-kasus yang belakangan pengembangannya, seperti apa misalnya ada unsur-unsur politik juga main di belakangnya meskipun tidak terbaca secara jelas tapi kelihatan ada yang seperti ditutupi dan sebagainya untuk penetapan penetapan tersangka,” tandasnya.
Dalam konferensi pers Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Komjen Firli Bahuri mengatakan, penerimaan suap terhadap Juliari bermula dari pengadaan bansos penanganan Covid-19 berupa paket sembako di Kementerian Sosial dengan nilai sekitar Rp 5,9 triliun, untuk total 272 kontrak dan dilaksanakan dengan dua periode. Untuk memuluskan itu, Juliari menerima fee dari tiap-tiap paket bansos.
Untuk fee tiap paket bansos di sepakati oleh MJS dan AW sebesar Rp 10 ribu perpaket sembako dari nilai Rp 300 ribu perpakat bansos,” ujar Firli di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Minggu (6/12).
MJS adalah Matheus Joko Santoso yang merupakan pejabat pembuat komitmen (PPK) di Kemensos dan AW adalah Adi Wahyono. Firli mengatakan, Matheus dan Adi pada Mei sampai November 2020 membuat kontrak pekerjaan dengan beberapa suplier sebagai rekanan yang di antaranya Ardian IM, Harry Sidabuke dan juga PT Rajawali Parama Indonesia (RPI) yang diduga milik Matheus.
“Penunjukkan PT RPI sebagai salah satu rekanan tersebut diduga diketahui JPB (Juliari) dan disetujui oleh AW,” ujar Firli.
Firli menyebut, pada pelaksanaan paket Bansos sembako periode pertama, diduga telah menerima fee sebesar Rp 12 miliar yang pembagiannya diberikan secara tunai oleh Mhateus kepada Juliari melalui Adi Wahyono dengan nilai sekitar Rp 8,2 miliar.
Menurut Firli, pemberian uang tersebut dikelola oleh seseorang bernama Eko dan Shelvy N selaku Sekretaris di Kemensos yang juga orang kepercayaan Juliari. Uang itu digunakan untuk membayar berbagai keperluan pribadi Juliari.
Sementara untuk periode kedua pelaksanaan paket bansos ini terkumpul fee dari Oktober 2020 sampai dengan Desember 2020 sekitar Rp 8,8 milir. Firli menduga uang tersebut juga akan dipergunakan untuk keperluan Juliari.
Juliari dijerat sebagai tersangka pasca operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Matheus dan Shelvy. Juliari sendiri tak terjaring dalam operasi senyap tim penindakan ini. KPK pun sempat mengultimatum Juliari agar kooperatif terhadap penegak hukum.
Tak lama setelah ancaman itu dimunculkan KPK, Juliari akhirnya menyerahkan diri pada dini hari sekitar pukul 02.50 WIB. Juliari menyerahkan diri dan naik ke ruang pemeriksaan.