MEDAN (Independensi.com) – Rencananya aksi demontrasi mahasiswa yang akan menyampaikan berbagai tuntutan, termasuk penolakan terhadap penundaan Pemilu 2024 atau masa jabatan tiga periode tidak berkesesuaian dengan realitas politik terakhir. Hal ini disampaikan Koordinator Aktivis ’98 Sumatera Utara, Muhammad Ikhyar Velayati menanggapi soal kabar aksi demonstrasi yang akan digelar Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) pada Senin (11/4/2022).
“Agenda rencana aksi mahasiswa ini terlalu dipaksakan. Seperti anak kecil bawa golok salah sasaran, gak nyambung dengan realitas dan jadi anomali politik,” tegasnya.
Ia menunjukkan anomali dari realitas politik yang ada di masyarakat saat ini yang saling bertentangan.
“Yang teriak tunda pemilu para adalah para ketua umum partai, koq yang di salahkan Jokowi dan aksinya ke Istana. Harusnya aksinya ke Kantor Parpol dong,” ujarnya.
Sementara itu sebelumnya masyarakat luas menggunakan hak demokrasinya menyampaikan keinginan agar Presiden Jokowi bisa memimpin dalam periode ketiga.
“Yang teriak Jokowi tiga Priode adalah rakyat kecil di daerah-daerah, kelompok pro demokrasi, NGO dan relawan. Tapi koq yang tidak setuju meminta Presiden Jokowi menjawab? Aneh bin ajaib. Istilah anak mileneal ‘anak kecil bawa goĺok, gak nyambung goblok!,” kata aktivis yang biasa dipanggil Cesper ini.
Kepada pers di Medan dilaporkan, Ikyar menyoroti keanehan politik yang kedua yaitu, dalam berbagai survey didapatkan kenyataan selain presentasi yang tinggi dari penolakan terhadap penundaan pemilu,– tapi juga presentasi yang tinggi pada keinginan agar Jokowi tetap ikut dalam kontestasi pilpres 2024.
“Dalam berbagai hasil survey terlihat masyarakat menolak penundaan pemilu tetapi jika pilpres di lakukan hari ini hasilnya cukup mengejutkan, 42,3% akan memilih kembali Jokowi coy. Sementara Prabowo 14,7%, dengan elektabilitas Anies (9,3%), Ganjar (9,0%). Ini aŕtinya masyaraķat sepakat pemilu tepat waktu tetapi juga ingin Jokowi tetap bisa bertarung dalam 2024,” ujarnya.
Ikhyar menjelaskan aksi mahasiswa saat ini diduga ditunggangi elit pqolitik yang terlempar dari kabinet Jokowi.
“Masýarakat kecil menganggap aksi yang di lakukan mahasiswa saat ini tidak mewakili kepetingannya dan hanya akrobatik elit politik yang tersingkir dari pemerintahan Jokowi,” jelasnya.