Adian Sarankan Kader Demokrat Belajar Matematika dan Sejarah

Adian Sarankan Kader Demokrat Belajar Matematika dan Sejarah

Loading

Jakarta (Independensi.com)- Anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan mengatakan di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) total kenaikan harga bahan bakar minyak BBM (Premium) Rp 4.690, sementara di era Presiden Joko Widodo (Jokowi) total kenaikan BBM jenis Premium/Pertalite Rp 3.500.

Jadi, dilanjutkannya, SBY menaikan BBM lebih mahal Rp 1.190 dari Jokowi. Kemudian dilanjutkannya, di era SBY upah minimum (contoh DKI Jakarta) Rp 2.200.000 untuk tahun 2013. “Dengan BBM harga Rp6.500 per liter maka upah satu bulan hanya dapat 338 liter perbulan. Di era Jokowi, hari ini, BBM Rp10.000 tapi upah minimum Rp4.641.000 perbulan. Dengan demikian maka di era Jokowi setiap bulan upah pekerja senilai dengan 464 liter BBM,” kata Adian dalam keterangan resminya di Jakarta, Rabu (7/9/2022).

“Jadi ada selisih kemampuan upah membeli BBM antara SBY dan Jokowi sebesar 126 liter,” tambahnya.

Bahkan disampaikan Adian, si era SBY masih ada “mafia” terorganisir dan masif, yaitu Petral yang embrionya sudah ada sejak awal orde Baru yaitu tahun 1969 dan beroperasi mulai 1971. Sedangkan di era Jokowi Petral di bubarkan tahun 2015 atau hanya enam bulan setelah Jokowi dilantik.

Lebih jauh, Adian juga membandingkan pembangunan jalan tol sebagai salah satu infrastruktur penting dalam aktivitas ekonomi. “Di era SBY hanya mampu membangun 193 km jalan tol, sedangkan di era Jokowi jalan tol yang di bangun hampir 10 kali lipat dari zaman SBY, yaitu 1.900 km. Kalau mau dihitung lebih detail lagi dari jalan tol, jalan nasional nontol, jalan propinsi, jalan kabupaten hingga jalan desa sepanjang 304.490 KM maka setiap detik Jokowi membangun tidak kurang dari 1,5 meter jalan kali lebar yang berbeda beda,” paparnya.

Dari perbandingan perbandingan angka angka tersebut di atas, masih kata Adian, maka era SBY tentunya merupakan era kesedihan bagi semua orang kecuali mereka yang berkuasa saat itu.

“Saya menyarankan agar kader Demokrat untuk bisa belajar matematika dan belajar sejarah sehingga jika membandingkan maka perbandingan itu logis tidak antilogika dan a historis,” tutupnya.