JAKARTA (Independensi.com) – Kementerian Pertanian (Kementan), Kementerian Koordinator (Kemenko) Perekonomian dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) kompak mendorong pengembangan hulu hinggga hilir sorgum. Strategi ditempuh melalui peningkatan kapasitas produksi pangan, substitusi bahan impor dengan pengembangan pangan lokal dan pangan alternatif yang salah satunya adalah sorgum.
Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kemenko Bidang Perekonomian, Musdhalifah Machmud optimis pengembangan sorgum diwujudkan, dimana realisasi tanam sorgum sampai dengan bulan Juni 2022 adalah sekitar 4.355 ha yang ersebar di 6 provinsi yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, NTB, NTT serta Kalimantan Barat dengan perkiraan produksi sekitar 15 ribu ton. Untuk jangka panjang pemerintah telah menetapkan sasaran produksi sorgum di 17 provinsi utama dan dalam 2 tahun ke depan, total sasaran luas tanam pada tahun 2023 yaitu sebesar 30 ribu ha dan tahun 2024 seluas 40 ribu ha.
“Sorgum mempunyai potensi untuk subtitusi terigu dengan hasil uji organoleptik, rasa tepung sorgum relatif sama dengan tepung gandum. Disamping itu, sorgum juga sangat prospektif bagi industry makanan gluten free atau yang biasa kita konsumsi untuk healthy food,” ujar Musdhalifah dalam webinar BTS Propaktani Episode 615, Rabu (7/9/2022).
Menurut Musdhalifah, terdapat beberapa rekomendasi kebijakan dalam percepatan pengembangan sorgum, antara lain, pertama, perluasan areal tanam dan peningkatan produksi melalui pilot project di lahan existing, baik di NTT maupun di NTB dan Jawa Barat. Kedua, peluang pemanfaatan lahan marginal melalui pertanaman sosial dengan perhutani dan tumpang sari di lahan PTPN.
“Ketiga, melakukan manajemen budidaya dengan penyiapan lahan, pendampingan dan penyuluhan serta diperlukan teknologi pengendalian organisme pengganggu tanaman dan hama penyakit tanaman untuk memperluas pangsa pasar dan jaminan keamanan pangan,” jelasnya.
Perwakilan Direktorat Pangan dan Pertanian Bappenas, Noor Avianto mengungkapkan dalam hasil survey terhadap 525 koresponden, sebesar 65% memungkinkan sorgum menjadi sumber pangan masyarakat. Selanjutnya diperoleh hasil 97,7% bahwa beras dapat diganti dengan sorgum.
“Terkait pengembangan bisnis sorgum di NTT, model bisnis yang ditumbuhkembangkan dari, oleh, dan untuk petani, untuk memperkuat dan memperjuangkan kepentingan petani. Model bisnis terdiri dari unit usaha dengan diferensiasi jenis usaha dalam satu rantai nilai komoditas sorgum,” bebernya.
“Model bisnis ini menggabungkan unit usaha on farm dan off farm sekaligus dalam satu kawasan atau landscape yang bisa jadi levelnya kecamatan atau beberapa desa. Skala pengorganisasian bisnis petani berubah dari tingkat kampung, desa, hingga kecamatan,” pinta Avianto.
Bersamaa, Guru Besar IPB University, Suryo Wiyono mengatakan Sorgum merupakan tanaman serealia dengan kandungan karbohidrat yang setara padi. Biji sorgum mengandung protein, vitamin B dan zat besi yang lebih tinggi dari beras. Sorgum dapat membantu mengatasi masalah kekurangan zat gizi pada sebagian masyarakat Indonesia dan sebagai alternatif solusi dalam krisis pangan.
“Saat ini terdapat varietas unggul Sorgum yaitu IPB Sorice Putih dan IPB Sorice Merah. Varietas ini bersifat adaptif terhadap lahan masam dan lahan marginal. Kemudian dapat diratun atau panen berkali-kali. Potensi hasil dapat mencapai lebih kurang 7 ton perhektar mempunyai indeks glikemik rendah. Oleh karena itu, sorgum ini dapat menjadi alternatif pangan sehat,” ungkap Suryo.
Secara terpisah, Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Suwandi mengatakan tanaman Sorgum tidak hanya sebagai pangan alternatif penganti beras, namun juga sebagai bahan pakan dan bahkan dapat menghasilkan bio ethanol. lokasi pertanaman sorgum tersebar di Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT).
“Sorgum ini tanaman sehat, mudah dibudidayakan, rendah biaya produksi dan sangat bermanfaat untuk kesehatan,” ujarnya.
“Hampir seluruh bagian tanaman sorgum, seperti biji, tangkai biji, daun, batang dan akar, dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri, mulai menjadi makanan seperti sirup, gula, kerajinan tangan, pati, biomas, bioetanol dan tepung pengganti terigu dan lainnya,” imbuh Suwandi.