Sebab kasusnya sangat sensitif, hingga mendapat perhatian luas mayoritas umat Islam di Indonesia. Mulai, Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan sejumlah ormas ikut bersuara terkait kasus tersebut.
Kasus yang bermula dari pernikahan manusia dengan seekor kambing ini, sebelumnya telah menetapkan 4 orang tersangka. Namun, kini telah menghirup udara bebas karena diberikan penangguhan penahanan oleh penyidik Satreskrim Polres Gresik, Jawa Timur.
“Ini kasus penistaan agama Islam, bukan kasus sembarangan, lha penanganannya kok sumir begini. Apalagi pelakunya atau tersangkanya adalah anggota DPRD. Harusnya dan wajib-nya penyidik jangan sembarangan memberikan penangguhanan penahanan,” kata Wayan melalui pesan WhatsApp (WA), Sabtu (17/9).
Penangguhan ini bukan sekedar alasan hukum yang ditafsirkan menurut penyidik, maknanya penyidik tidak profesional. Tetapi menurutnya mudah ditebak. Intinya tidak ada makan siang gratis. Karenanya ia sebagai pengamat dan dosen Hukum Pidana di Universitas Airlangga Surabaya memberikan kritik agar penyidik menegakkan hukum sesuai aturan.
“Dalam kasus penistaan agama Ini, artinya Penyidik tidak profesional dalam menangani tentang kejahatan penistaan agama Islam. Karenanya penyidik Polres Gresik harus dilaporkan ke Propam.
Lho Mas 4 tersangka itu LDH atau penangguhan penahanan….? Tidak ada makan siang gratis. Silahkan dipahami sendiri,” imbaunya.
Ia menegaskan betapa mudahnya lepas dari jeratan hukum jika orang mempunyai jabatan dan uang. “Kok semudah itu memperoleh penangguhan penahanan. Padahal kasus ini jadi perhatian publik dan sensitif lho…?. Hoiiii onok opo (ada apa) dengan penyidik ????,” tandasnya dengan nada tinggi. (Mor)