JAKARTA (Independensi.com) – Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Direktorat Jenderal Cipta Karya terus melakukan penataan kawasan kumuh guna menciptakan kualitas lingkungan yang lebih baik, sekaligus mengangkat potensi sumber daya di wilayah setempat. Kegiatan peningkatan kualitas permukiman kumuh salah satunya dilaksanakan di Kelurahan Sungailiat, Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung melalui Program Padat Karya Tunai (PKT) Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU).
Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengatakan, Program KOTAKU merupakan wujud kolaborasi antara Kementerian PUPR dan Pemda dalam mendorong dan memberdayakan masyarakat/warga setempat sebagai pelaku pembangunan, khususnya infrastruktur berskala kecil atau pekerjaan sederhana yang tidak membutuhkan teknologi, mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan pengawasannya.
“Penataan kawasan kumuh seperti ini bukan hanya dilakukan pada permukiman di bantaran sungai, namun juga di tempat lain seperti permukiman di dekat tempat pembuangan sampah ataupun kampung padat penduduk di perkotaan,” kata Menteri Basuki.
Kepadatan dan ketidakberaturan permukiman (bangunan rumah tidak beratur) serta minimnya infrastruktur akses jalan lingkungan, jaringan drainase yang tak terhubung dengan sistem pembuangan kota, dan minimnya sarana sanitasi hingga masalah sampah yang belum terkelola dengan baik menyebabkan kawasan ini menyandang predikat kumuh.
Penanganan kawasan kumuh Kelurahan Sungailiat dilaksanakan oleh Balai Prasarana Permukiman Wilayah (BPPW) Kepulauan Bangka Belitung, Ditjen Cipta Karya bermula dari kegiatan penataan Permukiman Kumuh Perkotaan (PKP) skala lingkungan di Kampung Natak Kawasan Nelayan 1 melalui Program KOTAKU tahun 2020, dilanjutkan pekerjaan peningkatan kualitas permukiman kumuh skala kawasan seluas 22,77 hektare.
Dalam pelaksanaannya, Kementerian PUPR terus membangun kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah untuk mempercepat penanganan kawasan kumuh Kampung Natak Kawasan Nelayan 1. Sejumlah dukungan juga diberikan oleh pihak swasta/badan usaha melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) seperti pemberian tong sampah, tanaman hias untuk penghijauan, pelatihan menjahit untuk ibu-ibu Warga Terdampak Program (WTP), dan peralatan produksi olahan ikan.
“Kegiatan penataan ini tidak hanya terhenti sampai di sini, konsep pengembangan yang telah digagas secara bersama-sama untuk menjadikan kawasan Kampung Natak sebagai destinasi wisata dengan keunggulan budaya (adat masyarakat nelayan) perlu terus dikembangkan dan diwujudkan secara bersama-sama,” kata Kepala BPPW Kepulauan Bangka Belitung, Miarka Risdawati.
Pada TA 2022, BPPW Kepulauan Bangka Belitung melanjutkan penataan Kampung Natak Kawasan Nelayan 2 menggunakan anggaran APBN senilai Rp9,7 miliar dengan target output seluas 5 hektare. Penanganan yang dikerjakan di antaranya pembangunan jalan inspeksi, perkerasan aspal, dan pembangunan tambatan labuh kapal nelayan.
Setelah dilakukan penataan, selain mengurangi kawasan kumuh, kini masyarakat juga memiliki ruang terbuka (public space) yang baru sebagai tempat berinteraksi warga serta sebagai tujuan wisata yang representatif bagi masyarakat sekitar. Ruang terbuka Kampung Natak juga menjadi ikon wisata tepi pantai yang kerap menjadi lokasi acara-acara pemerintah daerah maupun lainnya, salah satunya Festival Fair Bazar UMKM pada awal September 2022 lalu. (wst)