JAKARTA (IndependensI.com) – Kuasa hukum Helmut Hermawan, Soleh Amin angkat bicara terkait kronologi terbitnya surat rekomendasi Menteri Polhukam Mahfud MD kepada Kemenkumham tentang sengkarut peralihan kepemilikan PT CLM oleh Zainal Abidin. Menurutnya, surat tersebut diterima pada 18 April 2023 lalu.
“Jadi awalnya kita mengajukan permohonan perlindungan hukum terkait dengan keberadaan kepemilikan APMR di CLM yang disengketakan oleh pihak lain. Nah ternyata ada perubahan-perubahan tanpa sepengetahuan dari pemilik APMR, melalui mekanisme penerbitan dokumen dalam bentuk akta notaris pada tanggal 24 Agustus 2022,” ujar Soleh kepada wartawan Sabtu 6 Mei 2023.
Menurutnya, di dalam akta itu, pada tanggal 24 Agustus 2022 itu terjadi pengambil alihan saham APMR tanpa melalui forum RUPS dan persetujuan pemiliknya.
“Pada tanggal 13 September 2022 notaris Notaris Oktaviani membuat akta nomor 06 yang isinya itu mengeluarkan saham baru sebanyak 1000 lembar di APMR.” ungkapnya.
Sehingga, kata dia, di dalam akta 06 tanggal 13 September 2022 itu, komposisi saham PT APMR menjadi berubah total.
“Dan itu semuanya dilakukan tanpa melalui RUPS pemiliknya, tanpa melalui persetujuan dari ketetapan pengadilan,” katanya.
Lebih lanjut, kemudian notaris tersebut membuat akta yang sama nomor 07 tanggal 13 Agustus 2022 yang berisi perubahan seluruh kepengurusan direksi dan komisaris PT CLM yang dimiliki oleh APMR tadi. “Dan untuk selanjutnya, notaris yang sama mengajukan permohonan ke AHU, jadi yang diajukan ke AHU itu akta nomor 06 tanggal 24 Agustus 2022, Akta nomor 06 tanggal 13 September 2022, akta 07 tanggal 13 September 2022, yang semuanya adalah hari yang sama pada tanggal berikutnya 14 September 2022,” ujarnya.
Atas dasar tersebut, pihaknya mengajukan permohonan perlindungan hukum kepada Menkopolhukam. “Setelah mengadakan rapat diantara mereka itulah dikeluarkan rekomendasi yang ditujukan keada AHU agar memperbaiki sistem yang ada di AHU itu. Kedua Kementerian ESDM dan Kemenkumham agar melakukan tindakan hukum jika ada yang melanggar atas ketentuan, perubahan kepemilikan atas perusahaan. Sebelum AHU menyetujui bahwa harus ada rekomendasi dulu dari ESDM bila ada perubahan akta perusahaan tambang, tapi ternyata untuk kasus CLM hal itu tidak dilakukan,” ujarnya.
Sementara Pakar Hukum Administrasi Negara, Hendry Julian Noor menegaskan bahwa surat rekomendasi Kemenkopolhukam terhadap kinerja pelayanan perizinan oleh Dirjen AHU harus ditindaklanjuti. Sebab, kata dia, ada sanksi yang harus diberikan jika terjadi pelanggaran dalam proses pembuatan izin usaha yang ditangani Kemenkumham.
“Di Pasal 93 a UU 3 Tahun 2020. Di situ ketentuan sanksi administratif ada di situ. Itu akan menjadi kompetensi, kewenangan dari kementerian ESDM untuk menilai.” ujarnya.
Sebelumnya, Kemenkopolhukam mengeluarkan surat rekomendasi yang ditujukan kepada Kemenkumham terkait dengan penanganan kasus Mantan Direktur Utama PT Citra Lampia Mandiri, Helmut Hermawan.
Menkopolhukam Mahfud Md melalui Deputi Bidang Koordinasi Hukum dan Hak Asasi Manusia Kemenkopolhukam Sugeng Purnomo dalam surat rekomendasi tersebut mengatakan bahwa perizinan AHU perusahaan tambang PT CLM yang saat ini diambil alih oleh Zainal Abidinsyah Siregar sebagai Direktur Utama bermasalah dan berpotensi melanggar hukum di kemudian hari.
“Yaitu adanya dugaan pelanggaran pengalihan kepemilikan saham PT CLM berdasarkan Pasal 93A Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara, bahwa pemegang IUP dan IUPK dilarang mengalihkan kepemilikan saham tanpa persetujuan Menteri ESDM,” ujar Sugeng dalam surat rekomendasi yang dikutip pada Rabu 3 Mei 2023.
Dalam surat tersebut juga menyebutkan bahwa perubahan pemegang saham melalui Akta Notaris Oktaviana Kusuma Anggraini, Nomor 01 Tanggal 3 November 2022 diduga dilakukan tanpa adanya persetujuan Menteri ESDM dan melanggar Ketentuan Pasal 93A UU Nomor 3 Tahun 2020.
Untuk itu, ia mengatakan bahwa Kementerian ESDM akan melakukan penelaahan terkait sanksi yang akan dijatuhkan kepada Zainal Abidin Siregar, apabila telah terbukti melanggar ketentuan Pasal 93A Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020.