Kupang- Pada Selasa (9/7/2024) malam itu, ratusan kaum milenial Kota Kupang memenuhi area salah satu hotel di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). Kaum milenial itu tampak duduk santai lesehan di lantai.
Di depan mereka ada layar bertuliskan nama dua aktivis ’98 yaitu Adian Napitupulu (Adian) dan Yohanis Fransiskus Lema atau Ansy Lema.
Malam itu, Adian dan Ansy hadir sebagai narasumber untuk membagikan pengalaman kepada anak muda masa kini ihwal perjuangan mereka saat reformasi menandai sebuah era baru.
Adian dan Ansy yang selama ini dikenal para milenial dari berbagai sumber media massa, kini duduk tepat di depan mereka.
Adian duduk lesehan di samping kanan Ansy. Kedua sosok itu sudah menempuh hidup sebagai aktivis yang berani menghadap risiko.
Adian, pada tahun 1996, mendirikan posko Pemuda Mahasiswa Pro Megawati. Ini satu-satunya organisasi non partai yang menggalang dukungan untuk Megawati yang kala itu dibenci pemerintah.
Lalu pada 1998, Adian mendirikan Komunitas Mahasiswa se-Jabodetabek dan Forum Kota (Forkot) yang beranggotakan 16 kampus.
Tarcatat, Forkot dan KSMJ adalah dua organisasi mahasiswa pertama yang menduduki Gedung DPR/MPR Senayan pada tanggal 18 Mei 1998 yang 3 hari setelahnya Soeharto lengser.
Nah, Ansy Lema juga ikut andil dalam mendirikan Forkot. Selain itu Ansy juga pernah menjabat Ketua Senat FISIP Unas tahun 1997-1998 dan aktif di PMKRI.
Dua sahabat seperjuangan tersebut kini sama-sama melanjutkan karya-karya kebangsaan lewat partai wong cilik, PDI Perjuangan.
Dalam paparannya di hadapan kaum milenial Kota Kupang, Adian mengisahkan kerasnya perjuangan melawan rezim Orde Baru (Orba) yang dikendalikan Presiden Soeharto kala itu.
Namun, ada hikmah dari perjuangan yang memakan korban jiwa itu. Yakni berakhirnya rezim Orba yang berkuasa selama 32 tahun dan lahirlah era demokrasi baru dan dikenal dengan sebutan era reformasi.
Era reformasi adalah fase demokrasi yang kembali ke prinsip dasar demokrasi, yaitu adanya Pemilu secara langsung, menguatnya pilar kebebasan pers, terjadi desentralisasi, dan rekrutmen politik yang inklusif serta terjaminnya pemenuhan hak-hak dasar warga negara.
Adian dalam sesi bagi pengalaman tersebut menyampaikan bahwa perjuangan reformasi setidaknya telah memenangkan nilai-nilai moral dan nilai-nilai itu akan tetap dijaga.
Dalam konteks menjaga nilai-nilai itu, tokoh reformasi ’98 perlu didorong untuk menjadi pemimpin.
“Kita menang secara moral. Dan sampai hari ini kita masih menjaga nilai-nilai itu. Setelah 26 tahun reformasi, aktivis ‘98 maju menjadi Calon Gubernur dari NTT. Dan bagaimana pun caranya akan kita menangkan!” kata Adian yang memperkenalkan Ansy sebagai bakal calon Gubernur NTT kepada kaum milenial.
Ansy, pada kesempatan yang sama, menekankan pentingnya anak muda memiliki keberanian dan idealisme. Kaum muda juga harus melek sejarah agar otoritarianisme era Orba tidak terjadi lagi.
“Selama 32 tahun Orba memimipin republik, tapi kemudian tumbang. Saat ini era refomasi memasuki 26 tahun, kita tidak ingin tumbang. Kita tidak ingin neo-otoritarian itu muncul kembali,” tegas Ansy di hadapan anak muda yang hadir malam itu.
“Poin saya adalah bahwa republik ini didirikan oleh anak muda tapi tidak sekadar muda. Tapi anak muda yang punya gagasan, anak muda yang punya keberanian, anak muda punya idealisme, anak muda yang sudah ditempa oleh pengalaman dan perjalanan panjang,” beber kader terbaik PDI Perjuangan dari Dapil NTT 2 ini.
Pengalaman sebagai aktivis ‘98 ini menjadi salah satu pertimbangan PDI Perjuangan menunjuk Ansy sebagai bakal calon Gubernur NTT.
Hal itu diungkapkan Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto di sela-sela acara Rapat Koordinasi (Rakorda) yang berlangsung dari 9-10 Juli di Kupang.
“Saudara Ansy Lema ini merupakan bagian dari kekuatan pergerakan mahasiswa tahun ‘98, sehingga ini merupakan proses regenerasi kepemimpinan,” kata Hasto, Rabu (10/7).
Hasto menjelaskan, Ketum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri menunjuk Ansy Lema karena ingin menaruh orang yang terlibat dalam reformasi ‘98 di tempat-tempat penting.
“Bagaimana Ibu Mega menempatkan pergerakan 98, kegiatan yang saat itu menjadi benih-benih dari reformasi, kemudian ditempatkan pada peran yang penting,” ujar Hasto.
Lanjut alumnus Universitas Pertahanan itu, Ansy Lema sosok yang berpengalaman secara politik, dimulai dari aktivis 98, kemudian menjadi anggota DPR RI.
“Jadi, ada pengalaman nasional dan internasional karena dalam pandangan Ibu Megawati Soekarnoputri, NTT ini sangat penting dan strategis,” sanjung Hasto.
Tidak hanya itu, sambung Sekjen PDI Perjuangan tersebut, Ansy punya kemampuan teknokratis mumpuni dan memiliki pemahaman terhadap dinamika politik nasional serta internasional.
“Saudara Ansy Lema memenuhi syarat-syarat itu, karena pengalaman menjadi anggota DPR RI ini sangat penting di dalam membangun wawasan bagaimana keputusan-keputusan strategis itu diambil dalam koordinasi dengan pemerintah pusat dan kemudian daerah,” lanjutnya.
Tentu, faktor lain adalah elektabilitas. Ketika PDI Perjuangan memilih Ansy Lema sebagai Bacagub NTT 2024, tentu saja faktor-faktor elektoral sangat penting.
“Tetapi PDI Perjuangan lebih percaya bahwa seorang pemimpin itu dipersiapkan, diputuskan dan kemudian bergerak turun ke bawah untuk lebih menggerakkan seluruh komponen masyarakat di dalam kemenangan tersebut,” tutupnya.