Melihat Nasib Konsumen Pasca Pemerintahan ‘Man of Contradictions’

Loading

Oleh : Dr. Firman T. Endipradja

Denpasar (Independensi.com) – BUKU berjudul “Man of Contradictions : Joko Widodo and the Struggle to Remake Indonesia”, yang ditulis oleh Ben Bland diluncurkan pada 1 September 2020. Buku tersebut hendak melacak perjalanan hidup Presiden Joko Widodo dari awal kehidupan, tinggal di sebuah rumah sederhana di tepi sungai, hingga sukses menjadi pengusaha furnitur, dan selanjutnya memasuki dunia politik.

Ben Bland adalah Direktur Program Asia Tenggara di Lowy Institute Australia dan koresponden untuk Financial Times di Indonesia yang telah belasan kali mewawacarai Joko Widodo (Jokowi) mulai saat menjadi Wali Kota Solo, menjabat Gubernur DKI Jakarta, hingga menjadi Presiden RI pada Oktober 2014. Buku ini menjadi saksi bisu perjuangan Bland. Menurutnya, “Hanya dengan memahami kontradiksinya, barulah kita bisa memahami tujuan Jokowi sebenarnya,” tulis Bland pada bagian pendahuluan bukunya. (IDN Times)

Pada mula menjadi presiden, satu per satu partai politik mendukung Jokowi dan terbentuklah “Kabinet gendut” untuk merangkul semua pendukungnya, bahkan Prabowo Subianto yang merupakan rivalnya sekalipun hingga parlemen hampir semuanya mendukung kebijakan Jokowi.

Hal inilah yang kemudian menjadi akar masalah pemerintahan Presiden Jokowi karena kebijakan yang diputuskan Jokowi tidak ada yang mengawasi sehingga hilanglah fungsi oposisi sebagai _check and balances_ dan sering kali kebijakan itu justru merugikan rakyat dan negara. Sebut saja mengenai Politik Hukum Perlindungan Konsumen. Kebijakan ini tidak memperhatikan pendekatan kesejahteraan rakyat. Alhasil, kebijakan perlindungan konsumen yang membebani/merugikan konsumen sehingga lahirlah masyarakat miskin baru karena menurunnya daya beli.

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 ttg Perlindungan Konsumen adalah wujud dari Politik Hukum Perlindungan Konsumen, dimana didalamnya mengatur korelasi antara konsumen dengan pelaku usaha, sementara latarbelakang Jokowi adalah sebagai seorang pelaku usaha.

Jauh hari sebelumnya, dalam keterangan di Istana Merdeka, Jakarta, 27 April 2022, Presiden Joko Widodo menyampaikan bahwa bagi pemerintah kebutuhan pokok masyarakat adalah yang utama. Ini prioritas paling tinggi dalam pertimbangan pemerintah setiap membuat keputusan. (https://menpan.go.id/site/berita-terkini/dari-istana/presiden-jokowi-pemenuhan-kebutuhan-pokok-rakyat-hal-utama)

Sedangkan faktanya kebijakan perlindungan konsumen (Politik Hukum Perlindungan Konsumen) dari pemerintah Presiden Jokowi khususnya terkait kebutuhan pokok masyarakat, tidak memperhatikan kemampuan rakyat alias membebani/menyengsarakan rakyat yang tampaknya akan dilanjutkan oleh pemerintahan baru Prabowo – Gibran.

Hal ini bisa dilihat dari pernyataan Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan pada Kamis (18/1/2024) yang menyatakan bahwa pemerintah akan menaikkan pajak kendaraan bermotor berbahan bakar bensin dan tidak untuk motor listrik. Sementara itu Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan bahwa pemerintah juga berencana menerapkan kebijakan menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen pada 2025.(Kompas.com, 14 Maret 2024, 13:10 WIB)

Menko Hartarto memastikan, berbagai ketentuan yang telah dirumuskan dan diterbitkan dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), termasuk penyesuaian tarif PPN, bakal dilanjutkan pada pemerintahan selanjutnya. Menurutnya, masyarakat telah memilih untuk mendukung keberlanjutan dari pemerintahan Presiden Jokowi, sehingga ketentuan kenaikan PPN tetap dilaksanakan.

“Kita lihat masyarakat Indonesia sudah menjatuhkan pilihan, pilihannya keberlanjutan,” kata dia, dalam gelaran Media Briefing, di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Jumat (8/3/2024). “Tentu kalau berkelanjutan berbagai program yang dicanangkan pemerintah tentu akan dilanjutkan, termasuk kebijakan PPN,” sambung Airlangga.

Dalam kesempatan lain, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko di Gedung Bina Graha, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (31/5/2024) menyatakan, pemerintah masih punya waktu hingga 2027 untuk mematangkan implementasi kebijakan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) secara proporsional sambil mendengarkan aspirasi publik dan dunia usaha. Dengan kata lain Moeldoko menegaskan bahwa Tapera akan dilanjutkan.

Seperti diketahui menjelang berakhirnya pemerintahan Presiden Jokowi (terutama masa lima tahun terakhir/pemerintahan kedua) cukup banyak kebijakan-kebijakan yang membebani/memberatkan masyarakat sebagai konsumen, seperti kenaikan harga beras, krisis minyak goreng, kenaikan berbagai kebutuhan pokok sehari-hari (bawang, cabai dll), BPJS Kesehatan, gas 3 kg, BBM, listrik, pajak, pinjaman online dll.

Kebijakan terakhir terkait konsumen adalah soal Tapera, Uang Kuliah Tunggal/UKT, data bocor, pinjaman online, judi online, dan anjloknya nilai rupiah ke Rp 16.700. Masalah lain, Mendag pastikan het minyak goreng minyakita akan naik demikian juga kenaikan HTE beras, Jokowi Legalkan Miras hingga Tingkat Eceran. Mulai Tahun Depan Mobil-Motor Wajib Asuransi, Pengamat : Mirip Tapera. DPR Resmi Sahkan Pansus Hak Angket Haji 2024 untuk selidiki adanya indikasi korupsi dalam pengalihan Kuota Jemaah. Di sisi lain fenomena PHK massal menambah beban sosial yang cukup pelik.

Hampir di setiap sektor ekonomi terdapat konsumen. Konsumen menurut Pasal 1 angka 2 UU No.8 Tahun 1999 adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Setiap orang, mulai jabang bayi sampai manula, termasuk pelaku usaha adalah konsumen. Konsumen tidak mengenal usia, gender, profesi, jabatan, status sosial dll. Jadi semua rakyat adalah konsumen.

Terkait kebijakan-kebijakan tersebut (Politik Hukum Perlindungan Konsumen), kepedulian Pemerintah pada rakyat kecil patut dipertanyakan kembali. Hak konstitusional rakyat untuk hidup terlindungi, sejahtera/sehat dan cerdas tereduksi oleh Politik Hukum Perlindungan Konsumen seperti itu.

Kontradiksinya, Presiden Jokowi merilis Peraturan Presiden No. 49/2024 tentang Strategi Nasional Perlindungan Konsumen yang ditetapkan dan diundangkan pada 3 April 2024. Stranas-Perlindungan Konsumen merupakan dokumen yang memuat arah kebijakan, strategi, dan sektor prioritas perlindungan konsumen untuk pencapaian target tahun 2024.

Pemerintah telah diberi amanat oleh rakyat untuk menjalankan konstitusi dimana rakyat/konsumen juga memiliki hak untuk dilindungi, disejahterakan dan dicerdaskan. Namun kebijakan-kebijakan pemerintah diatas jelas telah melanggar konstitusi, hukum dan peraturan perundang-undangan.

Politik Hukum Perlindungan Konsumen yang dibuat pemerintah saat ini tidak memenuhi kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan. Sebaliknya kebijakan yang dibuat dianggap telah melangkahi konstitusi (inkonstitusional), ‘penyalahgunaan wewenang’, dan ‘penyalahgunaan keadaan’ (misbruik van omsteigheden) atas posisi rakyat/konsumen.

Gelombang kritik dari kalangan kampus, pekerja, mahasiswa, tokoh masyarakat, beberapa partai politik hingga mantan para penasihat dan pendukungnya, tidak menghentikan dan menyurutkan pemerintah untuk membuat atau meneruskan kebijakan-kebijakan/program-program yang membebani rakyat. Bak anjing menggonggong kafilah berlalu, rakyat menjerit soal sembako, tapi kebijakan pemerintah yang membebani rakyat terus berlanjut.

Sementara itu, menjelang berakhir masa jabatannya, telah beberapa kali presiden Jokowi menyampaikan permintaan maaf atas kesalahan dan khilaf selama10 tahun memerintah, seperti disampaikan saat menghadiri acara Zikir dan Doa Kebangsaan menjelang HUT ke-79 RI di halaman Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Kamis (1/8/2024) Presiden Jokowi menyampaikan permohonan maaf sambil meneteskan air matanya.

Persoalannya, apakah rakyat mau memaafkannya sementara cukup banyak air mata rakyat yang menetes akibat kesulitan memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari karena kebijakan Jokowi dan apakah pemerintahan Prabowo-Gibran juga akan meneruskan warisan kebijakan Presiden Jokowi dalam membuat kebijakan (Politik Hukum Perlindungan Konsumen) khususnya terkait kebutuhan pokok yang membebani rakyat seperti membuat kebijakan-kebijakan menaikan harga-harga dan pajak serta menjadikan masyarakat sebagai objek kekuasaan negara.

Banyak pihak yang merasa terwakili karena tulisan Bland seakan “menyentil” Jokowi. Frasa _“man of contradictions”_ merupakan plesetan halus bagi ungkapan yang menganggap tidak kompetennya Jokowi sebagai presiden. Bahkan hari-hari menjelang pergantian pemerintahan, rakyat mengolok² Presiden Jokowi termasuk keluarganya dan memproses secara hukum semua kebijakan yang merugikan masyarakat. Semua ini akan berubah jika pasca 20 Oktober pemerintahan Prabowo – Gibran mengutamakan kepentingan bangsa/rakyat yaitu dengan tidak melanjutkan program yang menyengsarakan rakyat warisan Presiden Jokowi.

*) Penulis adalah Dosen Politik Hukum Perlindungan Konsumen Pascasarjana Univeristas Pasundan/Komisioner BPKN RI periode 2013 – 2016 dan 2020 – 2023/Ketua Umum HLKI Jabar Banten DKI Jakarta

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *