Jakarta-Anggota Komisi X DPR-RI Puti Guntur Soekarno meminta Kementerian Kebudayaaan, khususnya Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat, menuntaskan penyusunan Naskah Urgensi guna menyusun Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK).
Puti menegaskan, NSPK itu akan memperkuat pelindungan bagi penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan masyarakat adat di Indonesia.
Hal itu diungkapkan Puti dalam Rapat Kerja Komisi X DPR bersama Menteri Kebudayaan Fadli Zon beserta jajarannya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (6/11/2024). Rapat tersebut juga diikuti Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah serta Menteri Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi beserta jajarannya masing-masing.
“Penyusunan naskah ini sangat penting dalam mewujudkan pelindungan hukum yang lebih terstruktur dan mendalam bagi komunitas penghayat kepercayaan, yang kerap menghadapi berbagai tantangan dalam menjalankan keyakinan maupun tradisi mereka selama ini,” ungkap Puti.
Politisi PDI Perjuangan itu mengungkapkan, dirinya banyak menerima masukan dan keluhan dari masyarakat penghayat kepercayaan dan masyarakat adat, terkait diskriminasi yang masih kerap mereka alami.
Puti melanjutkan, dengan adanya NSPK yang diterbitkan Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat, nantinya diharapkan terbangun sistem pelindungan yang tidak hanya mengakui keberadaan penghayat kepercayaan dan masyarakat adat, tetapi juga memastikan mereka dapat menjalankan tradisi dan keyakinan mereka tanpa hambatan.
Puti menegaskan, masyarakat Penghayat Kepercayaan tidak boleh menjadi kaum yang termarjinalkan dan terdiskriminasi.
“Mereka ini (Masyarakat Penghayat Kepercayaan) adalah bagian dari Indonesia, bagian dari identitas nasional kita,” ujar Puti.
“Saya memiliki kepercayaan pada Kementerian Kebudayaan untuk bisa melihat isu ini sebagai isu strategis guna keberlangsungan dan perlindungan penghayat kepercayaan dan masyarakat adat,” sambungnya.
Seperti diketahui, berdasarkan temuan beberapa pihak, diskriminasi dalam bidang pendidikan masih dialami oleh anak-anak dari kaum Penghayat Kepercayaan.
Yayasan Lembaga Kajian Islam dan Sosial, misalnya, menemukan masih adanya identitas murid dari kalangan Penghayat, yang terdaftar sebagai penganut agama lain di sekolah. Akibatnya, murid tersebut tak mendapat pendidikan kepercayaan sesuai keyakinan yang dianut.
Sedangkan Jaringan Kerja Antar Umat Beragama (Jakatarub) mengungkapkan masih banyak guru di satuan pendidikan yang tidak tahu bahwa penghayat kepercayaan telah diakui resmi oleh negara. Akibatnya, pemenuhan hak anak-anak Penghayat Kepercayaan dalam mengakses pelajaran agamanya belum sepenuhnya difasilitasi.