Komunitas perupa Sanggar Garajas merayakan hari ulang tahun ke-51 di Prasada Suprobo, Depok, Minggu (6 Juli 2025).
Komunitas perupa Sanggar Garajas merayakan hari ulang tahun ke-51 di Prasada Suprobo, Depok, Minggu (6 Juli 2025). (Foto: Dokumentasi)

Sanggar Garajas Rayakan HUT ke-51

Loading

JAKARTA (IndependensI.com) – Minggu 6 Juli 2025 kamarin Sanggar Garajas merayakan HUT-nya yang ke 51 tahun bertempat di Prasada Suprobo di Kompleks Perumahan Reni Jaya. Sebanyak 67 undangan hadir dalam acara yang diselenggarakan oleh salah satu sanggar seni rupa tertua di Jakarta, yang terbentuk pada 3 Juli 1974 dan diprakarsai oleh Dimas Praz.

Sebelum secara resmi sanggar tersebut terbentuk pada 3 Juli 1974, nama Dimaz Pras terkenal ke seluruh dunia. Hal tersebut terjadi ketika Ratu Elizabeth II dari United Kingdom berkunjung ke Indonesia, dan Ali Sadikin (Bang Ali) sebagai Gubernur DKI Jakarta mendampingi Ratu Elizabeth melihat secara langsung kegiatan kaum muda dan remaja di Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

Pada saat berkunjung ke Gelanggang Remaja Jakarta Selatan di Jalan Bulungan, Dimas Praz, yang pada saat itu bekerja sebagai ilustrator di majalah khusus wanita, oleh Kotjo Pramono – Ketua GRJS – diminta untuk tampil mendemonstrasikan keahliannya.

Ratu Elizabeth II

Pada saat Ratu Elizabeth II menyampaikan kata sambutan, Dimas Praz, yang mengenakan pakaian tradisi khas Madura, tampil melakukan kegiatan melukis “On the Spot” atau OTS.

Tak sampai memakan waktu puluhan menit, begitu Ratu Elizabeth II selesai berpidato Dimas Praz langsung menyerahkan karya lukis OTS-nya kepada Sang Ratu.

Trah dari United Kingdom tersebut sangat surprises dan mengangkat lukisan foto dirinya dalam warna hitam-putih, kemudian ditunjukkan kepada segenap hadirin yang memenuhi GOR Bulungan Jakarta Selatan.

Moment tersebut diabadikan oleh para jurnalis baik dari dalam maupun luar negeri. Keesokan harinya berita dan foto Dimas Praz pun menghiasai halaman pertama koran lokal dan internasional yang memiliki perwakilan di Indonesia.

Tidak sampai se-“umur jagung” setelah melukis On The Spot Ratu Elizabeth II, Dimas Praz segera membentuk wadah bagi para remaja yang hobi melukis di GRJS Bulungan dengan nama Sanggar Garajas yang, dan dalam perjalanan di kemudian hari banyak perupa yang “lahir” dan terkenal dari sanggar tersebut.

Regenerasi

Dalam HUT-nya yang ke 51 tahun undangan yang hadir beragam usia dari generasi tahun 2000-an hingga senioren dari Sanggar Garajas yang usianya berkepala 4, 5, 6, 7 dan bahkan ada yang telah menapaki usua 80-an pun hadir menghibur lewat kepiawaiannya memetik gitar.

“Saya mengucap syukur kepada Allah SWT karena saya bisa berkumpul bersama dengan rekan-rekan semuanya,” kata Lukman – Ketua Sanggar Garajas – mengawali sambutannya.

“Saya secara khusus juga mengucapkan banyak terimakasih kepada sahabat saya May Soebiyakto sebagai penggerak acara ini, sehingga sukses dan meriah.”

Sementara Suprobo sebagai tuan rumah acara HUT Sanggar Garajas yang ke 51 tahun, menyampaikan pesan agar rekan-rekan Sanggar Garajas yang ingin berlatih melukis dan pameran dipersilakan untuk memanfaatkan sarana dan fasilitas yang ada di Prasada miliknya. “Gratis,” katanya.

Reporter IndependensI.com yang hadir dalam acara HUT tersebut, mendapat informasi dari May Soebiyakto bahwa hidangan cemilan berupa jajanan pasar dan buah pisang serta jeruk pun sumbangan dari para undangan yang hadir. Sementara Suprobo, sebagai tuan rumah, menyediakan santap siang lengkap dengan lauk pauknya.

KOMPPI

Usai menyantap makan siang, para undangan – salah satunya dari Komunitas Perupa Perempuan Indonesia (KOMPPI) – mengisi session melukis bersama, dan ada juga yang menyumbang lagu dengan iringan duo gitar yang dimainkan oleh Dicky Iskandar (Senioren Sanggar Garajas yang juga ahli memetik gitar) dan rekannya.

“Sejak sanggar ini terbentuk 51 tahun yang lalu, kebersamaan atau ke-“guyub-rukun”-an memang selalu diutamakan oleh mendiang almarhum Dimas Praz,” kata May Soebiyakto.

Apa yang disampaikan oleh si Toto – panggilan akrab May Soebiyakto – bukan isapan jempol belaka.

Paling tidak nuansa ke-“guyub-rukun”-an tersebut sungguh sangat terasa. Paling tidak antara senioren dan generasi millenial dalam menjalin komunikasi sama sekali tidak ada jarak.

Bahkan sesekali terdengar juga derai tawa setiap kali ada satu dua senioren yang hadir melontarkan gurauan khas Jawa yang, kalau gurauan tersebut tidak lucu akan “disetrummm”

(Penulis: Like Wuwus)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *