DENPASAR (Independensi.com) – Tim kuasa hukum Prof Antara memberikan apresiasi kepada Majelis hakim yang menghadirkan Saksi ahli, I Gede Auditta, CPA., Ak, CPI., (40th), hadir secara online melalui media zoom meeting dalam memberikan kesaksian terhadap pencarian data investigatif Dugaan korupsi dana SPI Jalur Mandiri. Meskipun terungkap bahwa hampir seluruh kualitas data empiris (wawancara) dan data sekunder yang diperoleh penuh dengan rekayasa dan dipastikan tidak benar. Saksi ahli juga dinyatakan tidak memiliki kapasitas dan kewenangan untuk mendeklarasikan adanya suatu kerugian negara.
Hal tersebut dikemukakan oleh Gede Pasek Suardika (GPS) dalam persidangan dugaan korupsi dana Sumbangan Pegembangan Institusi (SPI) Universitas Udayana (Unud), yang menyeret mantan Rektor Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.ENG. IPU., (INGA) di Pengadilan Tipikor Denpasar, Selasa 16 Januari 2024.
“Terungkap, bahwa semestinya Sebuah akuntan publik tidak boleh menerima order dari Kejaksaan apabila kasus dugaan korupsi itu sudah didalam tahap penyidikan, hanya boleh ketika kasus ini masih dalam tahap penyelidikan,” tutur GPS.
Hal tersebut jika mengacu pada aturan SJI 5300 menurut Standar Jasa Indonesia 2021 yang dikeluarkan oleh Dewan Pengurus Institut Akuntan Publik yang dipakai sebagai pedoman literatur. Lain halnya ketika auditnya terkait kerugian negara maka yang dipakai rujukan SJI 5400.
“Cuma masalahnya, permintaan auditnya hanya untuk melakukan audit investigatif saja bukan untuk menelusuri potensi kerugian negara, bahkan tidak pernah auditor melakukan wawancara investigasi kepada siapapun bahkan hasilnya hanya berdasarkan audit BAP (Berita Acara Pemeriksaan) dari Kejaksaan,” terang GPS.
Persidangan ini semakin menemukan titik terang dengan pernyataan dari Hakim anggota, Soebekti, SH yang menegaskan bahwa Saksi ahli tidak memiliki kapasitas dan kompetensi dalam memastikan adanya suatu kerugian negara.
Terungkap pula bahwa dari 7 orang tim yang melakukan audit investigasi, ternyata 6 diantaranya tidak memiliki izin, hanya 1 orang saja atas nama I Gede Auditta, CPA., Ak, CPI., yang memiliki izin. Belakangan diketahui perusahaan auditor publik itu pernah mendapatkan sanksi pembekuan ijin selama 12 bulan berdasarkan surat dari Kementerian Keuangan RI Nomor: 240/KM.1/2019.
“Dan beberapa fakta kebohongan dan rekayasa dalam melakukan audit investigatif internal dan eksternal, dari mulai wawancara fiktif hingga pemanggilan beberapa pihak yang tidak pernah langsung ditujukan ke Unud yang dilakukan auditor yang tentunya menyalahi ketentuan, dan dengan jumawa mengumumkan adanya kerugian negara melebihi kewenangan sebuah putusan hakim,” kata GPS.
Atas beberapa kebohongan yang dilakukan, Tim kuasa hukum akan melaporkan secara pidana dikarenakan auditor tersebut telah berpotensi melanggar pasal 242 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) terhadap saksi yang memberikan keterangan palsu di atas sumpah dimuka persidangan. (hd)