Pasalnya dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Gresik, pihak Penggugat menghadirkan seorang akademisi atau praktisi ilmu hukum dari Universitas Airlangga (Unair) Dr. Emanuel Sujatmoko, SH, MS sebagai Saksi Ahli untuk memberikan keterangan terkait Jaksa Pengacara Negara (JPN).
Karena pihak Tergugat PT. Pertamina Patra Niaga dalam berperkara tersebut, memberikan kuasa kepada Jaksa Pengacara Negara dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur sebagai kuasa hukum dalam persidangan.
Menurut Saksi Ahli saat menyampaikan keterangan dalam persidangan menjelaskan bahwa sesuai Undang-Undang No. 11 Tahun 20021 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, secara atributif Kejaksaan dapat menjadi kuasa hukum dalam perkara perdata dan tata usaha negara dari pemerintah.
Namun, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bukan sabagai bagian dari organisasi pemerintah atau Negara. Oleh karenanya Kejaksaan tidak dapat menjadi kuasa hukum BUMN walaupun peraturan Jaksa Agung RI Nomor Pet-025/A/Ja/11/2015 mengaturnya. Kecuali ditetapkan dalam peraturan pengadilan yang mengacu pada hasil Rapat Pleno Kamar Perdata Mahkamah Agung RI (MARI) tanggal 19-20 Desember 2013.
“BUMN itu, bukan bagian dari organisasi pemerintahan atau negara, apalagi PT. Pertamina Patra Niaga merupakan anak perusahaan dari PT. Pertamina (Persero). Karena berdasarkan Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No.19 Tahun 2023 tentang BUMN. Menjabarkan bahwa BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan,” kata Ahli dalam memberikan keterangannya.
Ahli mencontohkan, Menteri BUMN hanya memiliki kewenangan terhadap perusahaan BUMN, sedangkan anak perusahaan BUMN dikategorikan badan usaha mandiri (privat) yang terhadapnya berlaku ketentuan undang-undang perseroan terbatas.
“Jadi berkenaan Kejaksaan sebagai kuasa hukum dalam bidang perdata dan tata usaha negara untuk PT. Pertamina Patra Niaga, sesuai Undang-Undang No. 19 Tahun 2023 Jo putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 01/PHPU-PRES/XVII/2019, Kejaksaan tidak dapat menjadi kuasa hukum PT. Pertamina Patra Niaga,” tegasnya.
Hal tersebut lanjut Ahli, mengingat anak perusahaan BUMN tidak dapat didefinisikan sebagai BUMN, melainkan tetap berstatus anak perusahaan badan usaha milik negara (Perseroan Terbatas). Sehingga BUMN dan anak perusahaan BUMN merupakan dua entitas hukum yang berbeda, memiliki kewajiban dan tanggungjawab masing-masing terhadap pengurusan aset perseroan.
“Affitdavit ini kami sampaikan sebagai keterangan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku pada persidangan di PN Gresik dalam perkara perdata nomor 46/Pdt.G/2024/PN.Gsk. ini. Sehingga nantinya bisa menjadi bahan pertimbangan Majelis Hakim dalam memutuskan perkara,” tandasnya.
Sementara, JPN PT Pertamina Patra Niaga yang berasal dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur usai sidang kepada awak media mengatakan sepakat dengan keterangan Saksi Ahli yang menyatakan JPN bisa menjadi kuasa hukum dalam perkara perdata dan tata usaha negara dari pemerintah.
“Intinya, apa yang disampaikan saksi ahli dimana JPN dapat mewakili untuk kepentingan kekayaan negara atau BUMN sebagai kuasa hukum. Tapi kami juga akan mengajukan Saksi Ahli sebagai pembanding dalam persidangan selanjutnya,” ujar JPN yang enggan menyebut identitas dirinya.
Ditanya terkait pemblokiran supply BBM ke SPBU Penggugat, yang dilakukan PT. Pertamina Patra Niaga. JPN mengungkapkan hal itu dilakukan sesuai isi perjanjian antara PT. Pertamina Patra Niaga dengan pihak CV. Ripara Raya Wahyudin Husein bukan dengan penggugat H. Zainal Abidin.
“Bahwasannya bicara antara badan hukum dan keuangan berbeda, jadi harus di urus lagi dari awal untuk melakukan perjanjian dengan PT. Pertamina Patra Niaga kembali. Masalah sengketa waris itu, diselesaikan dulu antar mereka,” tuturnya.
Terpisah, Kuasa Hukum Penggugat, Roni Wahyono, SH MH menyampaikan bahwa dihadirkannya Saksi Ahli untuk menguji keabsahan JPN yang menjadi Kuasa Hukum PT. Pertamina Patra Niaga agar bisa dipahami secara utuh.
“Kami ingin mencari pencerahan terkait legal standing JPN yang menjadi Kuasa Hukum PT. Pertamina Patra Niaga. Sehingga, jika dalam proses terjadi kealpaan tidak menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum. Sehingga, hukum berjalan sesuai dengan kolidor peraturan perundang-undangan yang berlaku,” tukasnya.
Menurut Roni, perkara yang ditanganinya bermula dari adanya perselisihan antara H. Zainal Abidin dengan kakak kandungnya, yang bernama H.M. Wahyudin Husein. Berkaitan dengan sengketa kepemilikan dan pengelolaan atas pengusahaan SPBU 54 611 02. Bahkan permasalahan itu, sudah berulangkali dilakukan upaya mediasi yang di inisiasinya dan difasilitasi oleh PT Pertamina Patra Niaga Surabaya.
Sebagaimana yang tertuang dalam Notulensi Nomor: NR.02/PND831000/ 2023-S3, tanggal 15 Agustus 2023 dan Notulensi Nomor: NR.04/ PND831000/ 2023-S3, tanggal 05 September 2023. Bahwa dalam Notulensi Nomor: NR.04/PND831000/2023-S3, tanggal 05 September 2023 terkait dengan sengketa kepemilikan dan pengeloaan atas SPBU 54 611 02 telah disepakati antara H.M. Wahyudin Husein dan kliennya akan menguji melalui lembaga peradilan.
“Salah satu klausul notulensi itu, tertuang kesepakatan antara klien kami dan PT Pertamina Patra Niaga jatimbalinus. Bahwa sebelum ada putusan pengadilan, tidak akan merubah keadaan apapun di SPBU 54 611 02 yang dalam pengelolaan H Zainal Abidin yang sedang beroperasional dengan baik,” ungkapnya.
“Ditengah upaya hukumnya yang sedang berjalan, kok tiba-tiba PT Pertamina Patra Niaga ini diduga melakukan pemblokiran supply BBM secara sepihak. Sehingga klien kami H. Zainal Abidin mengaku mengalami kerugian hingga milyaran rupiah karena tidak bisa menjalankan bisnisnya. Maka timbul upaya melakukan gugatan,” pungkasnya. (Mor)