JAKARTA (Independensi.com) – Eskalasi kekerasan yang semakin brutal dilakukan oleh Israel dalam satu bulan terakhir, dinilai menjadi pemicu meningkatnya gelombang boikot terhadap produk-produk yang terafiliasi dengan negara tersebut di Indonesia. Analis Perilaku Konsumen, Megel Jekson, menyebut bahwa kemarahan umat Muslim Indonesia atas genosida yang dilakukan Israel akan menjadikan aksi boikot sebagai pilihan jihad paling rasional dan meluas dalam waktu dekat.
“Lihat saja, aktivitas boikot produk Israel dan produk-produk terafiliasi Israel di Indonesia akan semakin membesar. Umat Islam Indonesia yang marah akan menunjukkannya dengan semakin masif melakukan boikot. Boikot dianggap sebagai jalan jihad yang paling rasional dan paling mudah untuk dilakukan,” tegas Megel dalam pernyataannya kepada media, Minggu (13/4) siang.
Menurut Megel, kampanye boikot yang kini semakin masif di media sosial telah menjadi kekuatan yang efektif dalam membentuk kesadaran kolektif. Narasi-narasi digital yang disebar secara konsisten dan kreatif tidak hanya menggugah emosi, namun juga menawarkan argumen logis mengapa boikot layak dilakukan oleh masyarakat.
“Apalagi kampanye boikot produk terafiliasi Israel di sosial media juga semakin masif dan menarik. Lewat hal tersebut, umat Muslim Indonesia yakin boikot produk bisa men-stop aliran dana ke Israel dan pada akhirnya bisa menghentikan kebiadaban IsraHell. Jadi pilihan rasional selain berjihad langsung ke Palestina adalah boikot produk,” jelasnya.
Megel juga menyoroti peran penting dari kelompok intelektual dan organisasi Islam di Indonesia yang secara terbuka mulai menyebutkan merek-merek yang terafiliasi dengan kepentingan ekonomi Israel. Hal ini, menurutnya, membuat arah gerakan boikot menjadi lebih terfokus dan berdampak nyata.
Sejumlah organisasi seperti Yayasan Konsumen Muslim Indonesia (YKMI) telah merilis daftar 10 produk yang dinilai memiliki keterkaitan ekonomi dengan Israel. Sementara itu, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) mengumumkan 25 merek global yang wajib diboikot, di antaranya Danone Aqua, Coca-Cola, Kit Kat, Toblerone, Kraft, hingga Pantene.
“Tindakan seperti ini sangat membantu masyarakat untuk mengetahui produk mana saja yang sebaiknya dihindari. Jadi boikot tidak lagi bersifat emosional, tapi sudah sangat strategis dan terukur,” ungkapnya.
Lebih jauh, Megel menekankan bahwa boikot juga harus dimaknai sebagai peluang besar untuk membangkitkan perekonomian nasional, khususnya sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Ia mengajak masyarakat untuk mengalihkan konsumsi mereka kepada produk lokal sebagai bentuk nyata jihad ekonomi yang mendukung kemajuan bangsa.
“Kalau boikot produk terafiliasi Israel semakin besar, maka inilah waktu yang paling tepat untuk membuat produk nasional dan UMKM lokal mendominasi konsumsi umat Muslim di Indonesia. Jangan biarkan satu rupiah pun uang kita mengalir menjadi desing peluru untuk menembaki anak-anak dan warga Muslim di Gaza,” ujarnya.
“Uang belanja kita justru lebih baik digunakan untuk mendukung produk-produk nasional dan UMKM lokal yang pada akhirnya juga akan berdampak pada tumbuhnya perekonomian nasional,” pungkas Megel.
Dengan semangat solidaritas yang kian menguat, serta dukungan masyarakat yang makin sadar, Indonesia tampaknya siap menjadi garda terdepan dalam perlawanan ekonomi terhadap kekejaman Israel. Gelombang boikot bukan hanya menjadi wujud protes, melainkan juga bentuk nyata perjuangan untuk keadilan dan kemanusiaan.