JAKARTA (Independensi.com) – Rupiah terus tertekan oleh sentimen pidato Gubernur The Federal Reserve (Bank Sentral AS) Jerome Powell yang menyiratkan optimisme perbaikan pertumbuhan ekonomi AS dan kenaikan inflasi, hingga mencapai Rp13.793 per dolar AS, Kamis (1/3/2018).
Data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) yang diumumkan Bank Indonesia di Jakarta, Kamis, menunjukkan, kurs rupiah Rp13.793 per dolar AS itu melemah 86 poin dibanding Rabu (28/2) yang sebesar Rp13.707/per dolar AS.
Asisten Gubernur Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Dody Budi Waluyo mengatakan pelemahan rupiah karena dua faktor yakni pertama data perbaikan ekonomi AS seperti indeks keyakinan konsumen yang meningkat sejak 2000.
“Dan juga pidato Powell yang mengindikasikan ekonomi ke depan membaik dan inflasi yang akan naik,” kata Dody kepada Antara.
Namun kondisi ekonomi domestik, diyakini Dody, tidak akan membuat pelemahan rupiah terlalu dalam, terutama karena sasaran inflasi yang masih terjaga di jangkar Bank Sentral dan proyeksi pertumbuhan yang lebih baik tahun ini.
“Tidak ada alasan rupiah melemah jika melihat faktor domestik,” ujar Dody.
Nilai tukar rupiah antarbank di Kamis pagi bergerak melemah sebesar 35 poin menjadi Rp13.791 dibanding posisi sebelumnya Rp13.756 per dolar AS.
Analis Binaartha Sekuritas Reza Priyambada mengatakan pelaku pasar menterjemahkan pidato Powell sebagai sikap yang “hawkish”.
“Sikap ‘hawkish’ The Fed itu direspon oleh pelaku pasar dengan melepas sebagian aset di mata uang negara berkembang, termasuk Indonesia sehingga rupiah mengalami tekanan,” katanya.
Di depan Kongres AS, Selasa malam lalu, Powell menyampaikan optimismenya terhadap pemulihan ekonomi Amerika Serikat sehingga perlu dilakukan langkah antisipasi dari sisi moneter untuk mencegah “overheating” ekonomi, yaitu melalui penyesuaian tingkat suku bunga.
“Pernyataan itu memperkuat kenaikan suku bunga Fed lebih lanjut tahun ini,” kata Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra. (eff)