JAKARTA (IndependensI.com) – Tim Penasehat Hukum PT. Kawasan Berikat Nusantara/KBN (Persero) mempertanyakan status segel PT. Karya Citra Nusantara (KCN). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyegel pintu gerbang KCN di Marunda, Jakarta Utara pada tahun 2015 karena menyalahi izin bangunan.
Tetapi kini papan segel tersebut hilang dan diganti pintu gerbang baru bertuliskan Terminal Umum KCN.
“Lebih mengherankan lagi, terminal KCN dalam status disegel tetapi Perjanjian Konsesi selama 70 tahun malah ditandatangani oleh KCN dan KSOP V marunda,” kata Anggota Penasehat Hukum PT. Kawasan Betikat Nusantara (Persero) Hendra Gunawan usai sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Jl. Gajah Mada, Selasa, 17 April 2018.
Seperti diketahui, PT. KBN menggugat PT. Karya Citra Nusantara (KCN) dengan perkara perbuatan melawan hukum. Objek gugatan adalah Perjanjian Konsesi selama 70 tahun yang ditandatangani oleh Direktur Utama PT. KCN dengan Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) V Marunda Nomor HK.107/1/9/KSOP.Mrd-16 Nomor: 001/KCN-KSOP/Konsesi/XI/2016 yang terbit pada 29 November 2016 tentang Pengusahaan Kepelabuhanan Terminal Umum KCN.
Perkara tersebut terdaftar di Pengadilan Negeri Jakarta Utara dengan Nomor 70/Pdt.G/2018/PN.Jkt.Utr. tanggal 01 Februari 2018 dengan Tergugat I PT. Karya Citra Nusantara, Tergugat II Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) V Marunda, dan Turut Tergugat PT. Karya Teknik Utama (KTU). Pekan ini, persidangan sudah masuk agenda replik atau tanggapan dari pihak Penasehat Hukum PT. KBN (Persero).
Dalam gugatannya, PT. KBN (Persero) menuntut agar Perjanjian Konsesi selama 70 tahun antara PT. KCN dengan Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) V Marunda dibatalkan.
Menurut Hendra Gunawan, anggota Tim Penasehat Hukum PT. KBN (Persero), Perjanjian Konsesi tersebut terbit tanpa ada persetujuan dari PT. KBN (Persero) selaku pemegang saham dan pemilik lahan. PT. KBN (Persero) tidak memberikan persetujuan Perjanjian Konsesi karena PT. KBN (Persero) belum mendapat persetujuan Menteri BUMN dan Gubernur DKI Jakarta selaku pemegang saham PT. KBN (Persero).
”Lahan yang diletakkan dalam Perjanjian Konsesi itu wilayah usaha PT. KBN (Persero) yang mencakup bibir pantai sepanjang lebih kurang 1.700 meter dari Muara Cakung Draine sampai dengan Sungai Blencong sesuai dengan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 11 Tahun 1992 tentang Penunjukan dan Penetapan Wilayah Usaha Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Kawasan Berikat Nusantara,” jelas Hendra Gunawan.
Dia menegaskan, harusnya digelar Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT. Karya Citra Nusantara dengan agenda persetujuan Perjanjian Konsesi.
”Nyatanya, sejak tahun 2015 hingga saat ini RUPS tahunan tidak dilaksanakan dan RKAP 2016, 2017 dan 2018 tidak pernah dibuat, sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas dan Anggaran Dasar Perusahaan,” katanya.
Hendra Gunawan menuturkan, ada surat PT. Karya Citra Nusantara tentang permohonan persetujuan pemegang saham kepada PT. KBN pada tanggal 15 Juni 2016. Kemudian PT. KBN menjawab permohonan itu pada tanggal 29 Juni 2016, yang isinya menyatakan KBN tidak dapat memberikan persetujuan sebelum ada persetujuan dari Menteri BUMN dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta selaku pemegang saham PT. KBN.
Kemudian pada 11 Juli 2016, Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas V Marunda mengirimkan surat kepada PT. KCN dan ditembuskan ke PT. KBN (Persero), yang isinya permintaan surat kesediaan penyerahan lahan untuk dilaksanakan Perjanjian Konsesi. Surat tersebut dijawab oleh PT. KBN pada tanggal 14 Juli 2016, yang isinya menolak permintaan KSOP Kelas V Marunda. Sebab, harus ada persetujuan terlebih dahulu dari Menteri BUMN dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta selaku pemegang saham PT. KBN.
Selain itu, dijelaskan pula bahwa penunjukan dan penetapan wilayah usaha PT. KBN ditetapkan melalui Keppres No. 11 Tahun 1992, dimana pada diktum keempat dinyatakan: setiap perubahan dan perluasan wilayah PT. KBN harus ditetapkan melalui Keputusan Presiden (Keppres).
”Meski KBN sudah melayangkan surat penolakan, mereka tetap melaksanakan Perjanjian Konsesi. Di sinilah perbuatan melawan hukum yang kami gugat,” jelas Hendra Gunawan.
Dia mengatakan, upaya hukum yang dilakukan ini sebagai upaya mempertahankan dan menyelamatkan aset negara. Akibat dari Perjanjian Konsesi itu adalah timbulnya potensi kerugian keuangan negara sebesar Rp 55,8 triliun, serta lepasnya lahan Pier 1, Pier 2 dan Pier 3 kepada pihak swasta. Potensi kerugian tersebut berdasarkan hasil penilaian Kantor Jasa Penilai Publik Immanuel, Jhonny dan Rekan.