SURABAYA (Independensi.com) – Rombongan DPR RI daerah pilihan (dapil) Papua maupun Papua Barat, beserta Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon. Gagal berdialog dengan para mahasiswa Papua, yang tinggal di Asrama Kalasan Surabaya Jawa Timur, Rabu (21/8).
Menurut, Fadli Zon dirinya bersama rombongan anggota DPR RI dapil Papua dan Papua Barat. Sengaja datang ke Surabaya untuk bertemu dan berdialog, dengan para mahasiswa Papua. Namun, karena tidak dapat masuk ke dalam asrama maka rencana tersebut batal dilakukan.
Sehingga, pihaknya bersama rombongan langsung menuju Gedung Grahadi Surabaya. Untuk mengadakan pertemuan dengan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa dan Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Luki Hermawan.
Meski begitu dalam wawancara dengan media usai pertemuan tertutup dengan Gubernur Khofifah dan Kapolda Luki, Fadli Zon membantah bahwa ia dan rombongan diusir atau mengalami penolakan.
“Kami datang di Jawa Timur, ingin mendapatkan informasi terkait insiden yang sensitif ini. Dengan tujuan mencoba berkomunikasi dengan mahasiswa Papua yang menjadi penghuni asrama Kalasan,” ujarnya kepada wartawan.
“Kedatangan kami ke asrama mahasiswa Papua, ditemani oleh Pak Willem Wandik. Salah seorang warga Papua, yang juga pernah menghuni asrama Kalasan selama 5 tahun. Dengan harapan ada kedekatan emosional, untuk menjalin komunikasi,” tuturnya.
Di tambahkan Fadli Zon, bahwa diawal kedatangannya bersama rombongan pihaknya sempat berkomunikasi dengan Ketua Asrama Kalasan. Bahkan, mereka menyatakan kesediaan untuk ditemui anggota DPR RI.
“Awalnya tadi sudah ada kesediaan dari mahasiswa Papua di asrama, untuk diajak dialog. Tapi tiba-tiba tidak ada komunikasi dan telpon selukernya tidak bisa dihubungi lagi. Meski demikian, kita masih terus berupaya untuk bisa berdialog dengan mereka lagi,” tegasnya.
Ditanya terkait adanya informasi pengusiran yang dialaminya bersama rombongan. Dengan nada tegas, ia membantahnya. “Pungsiran itu tidak ada, sebab sebelumnya kami sudah bisa komunasi dengan ketua asrama. Tetapi, begitu kami sampai di asrama Kalasan telpon seluler tidak aktif lagi,” tukasnya.
“Yang jelas, kami meminta pihak terkait untuk mengusut tuntas insiden yang membuat timbulnya gejolak yang mengusik kedamaian di Papua. Mulai dari perobekan bendera hingga ujaran yang dianggap rasis,” tandasnya.