KUPANG, NTT (Independensi.com) – Tim Auditor Timor Leste telah selesai melakukan Analisis Resiko Impor (Import Risk Analysis/IRA) pada unit usaha peternakan Indonesia yang menghasilkan produk unggas dan pakan yang siap ekspor ke Timor Leste.
Produk unggas yang yang rencananya akan diekspor, yaitu anak ayam umur sehari (Day Old Chick/DOC) dan produk olahan berupa daging karkas atau produk olahan lainnya, serta pakan ternak.
Demikian dalam keterangan pers kepada Independensi.com, Minggu (28/1/2018).
Untuk itu, Pemerintah Indonesia melalui Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian telah memfasilitasi unit usaha yang sudah siap ekspor dan telah memenuhi yang dipersyaratkan oleh pihak Republic Demokrate of Timor Leste (RDTL) untuk diaudit.
Sebagai tahap awal, Timor Leste akan fokus pada unit usaha PT. Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPI) dan untuk pelaksanaan audit dilakukan secara Government to Government (G to G).
Tim Auditor Republic Demokrate Timor Leste yang diketuai oleh Direktur Jenderal Peternakan, Domingos Gusmao dan beranggotakan Direktur Kesehatan Hewan, Direktur Pakan, Konsul serta perwakilan KBRI di Timor Leste telah melaksanakan serangkaian kegiatan Import Risk Analysis (IRA) sejak tanggal 22 sampai 27 Januari 2018.
Kegiatan IRA diawali dengan Entry meeting dan kunjungan ke Feedmill PT. Charoen Phokpand di Surabaya, dilanjutkan ke Processing Plant di Cikande Serang dan Farm ayam broiler di Lebak Banten, kemudian ke Hatchery CPI di Kabupaten Jembrana Bali.
Tim Auditor juga mengunjungi BBVet Denpasar untuk membahas rencana kerjasama Joint Border Surveilans. Selanjutnya kunjungan dilakukan ke Farm Parent Stock dan Hatchery PT. CPI yang ada di Kupang.
Misi kunjungan Tim Auditor untuk meninjau status kesehatan hewan dan keamanan pangan produk unggas dan olahannya, serta pakan pun berjalan dengan tertib, lancar dan sukses.
Pada kesempatan tersebut, Fadjar Sumping Tjatur Rasa selaku Direktur Kesehatan Hewan Ditjen PKH mengatakan, pihak Indonesia telah memberikan semua Informasi secara transparan yang dibutuhkan delegasi Timor Leste tentang potensi industri perunggasan Indonesia, perkembangan situasi dan kebijakan pengendalian penyakit Avian Influenza (AI) di Indonesia, serta implementasi Kompartemen Bebas AI di Indonesia.
Fadjar Sumping menyebutkan, Indonesia saat ini telah mencapai swasembada daging ayam, telur dan DOC, sehingga siap untuk memenuhi kebutuhan pasar di negara tetangga, seperti Timor Leste. “Dalam memenuhi kebutuhan Timor Leste, Indonesia mampu bersaing dengan negara lainnya”, ucap Fadjar.
Menurutnya dalam aspek teknis, dapat digambarkan secara umum, semua plant yang dikunjungi telah membuktikan menerapkan teknologi modern skala internasional, menerapkan praktek Biosekuriti, Food Safety, dan Feed Safety yang sangat ketat guna menjamin produk yang dihasilkan oleh setiap plant tersebut adalah sehat, aman, dan halal bagi konsumen.
“Hampir tidak ada lagi potensi risiko terjangkit atau terbawanya virus AI masuk ke dalam plant maupun selama ditransportasikan, baik domestik maupun ekspor ke luar negeri,” ujar Fadjar Sumping.
Lebih lanjut Ia jelaskan, semua praktik yang dilakukan telah mengikuti standar nasional maupun internasional, berdasarkan pedoman dari Badan Kesehatan Hewan Dunia (OIE) maupun CODEX Alimentarius.
“Pemerintah RI menjamin penerapan unit usaha ini mengikuti sebagaimana diatur dalam Permentan No. 28/2008 tentang Kompartementalisasi dan Zoning serta Permentan No. 381/2005 tentang Sertifikasi Nomor Kontrol Veteriner,” tandasnya.
Dalam kesempatan tersebut, Indonesia juga telah menawarkan konsep kerjasama kegiatan Joint Border Surveillance di perbatasan negara Timor Leste dengan Indonesia.
“Ke depan dapat disepakati jenis bantuan teknis yang diperlukan guna lebih memperkuat kapasitas surveilans di negara Republic Demokrate Timor Leste,” terang Fadjar Sumping.
Fini Murfiani selaku Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan Ditjen PKH menyampaikan, dalam aspek bisnis, produk Indonesia memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif bila dibandingkan dari negara lainnya yang selama ini mengekspor produk unggasnya ke Timor Leste.
Menurutnya, perbedaan kualitas, kemudahan dan waktu tempuh transportasi, serta harga sampai ke Dilli, dan kedekatan pebisnis perlu menjadi pertimbangan juga. “Importasi dari Indonesia pastilah akan lebih efektif dan efisien dibanding dari negara exportir lainnya,” kata Fini.
Fini pun mengungkapkan, dengan mengambil contoh perbandingan harga DOC layer yang impor dari negara lain tiba di Dilli sekitar Rp. 30.000,- per ekor, sedangkan DOC layer dari yang dikirim dari Bali hingga tiba di Dilli sekitar Rp. 10.000,- per ekor. Perbedaan ini tentunya sangat signifikan.
Fini berharap, hasil assessment ini akan menjadi bahan pertimbangan untuk harmonisasi peraturan di Timor Leste, sehingga membuka importasi unggas dan produk unggas dari Indonesia.
Ia meyakinkan, ayam hidup yang akan diekspor dari Indonesia adalah ayam yang berasal dari peternakan (unit usaha) yang telah menerapkan prinsip-prinsip kesejahteraan hewan dan telah mendapatkan sertifikat kompartemen bebas penyakit AI (Avian Influenza) dari Ditjen PKH.
Produk unggas yang akan diekspor juga telah mendapatkan dukungan jaminan keamanan pangan berupa Sertifikat Veteriner yang diterbitkan oleh Ditjen PKH.
“Kami berharap segera dilakukan harmonisasi regulasi antara kedua negara dengan merujuk pada Guide line OIE, Codex dan WTO agar dapat memfasilitasi kelancaran perdagangan antara negara pengekspor dan negara pengimpor yang tetap terjamin aspek kesehatan dan keamanannya,” pungkasnya.
Pada kesempatan tersebut, pihak RD Timor Leste mengatakan, Tim Audit merasa puas dan telah yakin bahwa sistem kesehatan hewan Indonesia, serta unit usaha yang dikunjungi telah memenuhi persyaratan dan standar. Sehingga menurut mereka sangat memungkinkan ekspor Indonesia dapat diterima di Timor Leste, terutama untuk pakan ternak dan produk olahan.
Pihak RDTL saat ini fokus untuk DOC karena adanya regulasi tentang pelarangan pemasukan unggas dari Indonesia terkait merebaknya penyakit AI di Indonesia pada tahun 2014.
Dari hasil audit/Import Risk Analysis di Indonesia selama sepekan ini, Tim Audit akan segera menyampaikan dan membahasnya ke Kementerian Pertanian Timor Leste.
Selanjutnya, Pihak RD Timor Leste akan segera memproses perubahan regulasi, diantaranya melalui Dewan Menteri RDTL karena regulasi yang sebelumnya melibatkan 3 Menteri, yaitu Menteri Pertanian, Menteri Kesehatan dan Menteri Pertahanan. Dirjen Peternakan RDTL berjanji akan memberikan kepastian dalam waktu seminggu kedepan. (eff)