DAMASKUS, SURIAH (IndependensI.com) – Sebanyak 34 mayat tentara dan warga sipil Suriah telah dikeluarkan dari kuburan massal di Provinsi Ar-Raqqah, Suriah Utara, demikian laporan kantor berita resmi negeri itu, SANA, Jumat (16/2/2018).
Pasukan militer Suriah membongkar kuburan massal di Kota Kecil Ramthan di pinggir barat Ar-Raqqah, bekas ibu kota de fakto kelompok teror IS, kata SANA.
Semua mayat tersebut dilaporkan adalah mayat warga sipil dan personel militer yang tewas ketika gerilyawan IS menguasai daerah itu, kata Xinhua –yang dipantau Antara di Jakarta, Sabtu (17/2/2018) pagi.
Kuburan massal tersebut ditemukan berdasarkan keterangan dari keluarga, yang telah mulai kembali ke desa mereka di pinggir Ar-Raqqah setelah kekalahan IS. Itu bukan kuburan massal pertama yang telah ditemukan di Ar-Raqqah, bekas kubu IS di Suriah.
Pada Januari, militer Suriah menemukan satu kuburan massal di Desan Dibsi Afnan, tempat 115 mayat tentara dan warga sipil ditemukan.
Militer Suriah membebaskan sebagian besar daerah di pinggir Ar-Raqqah dari petempur IS pada Juli 2017, saat Pasukan Demokratik Suriah (SDF) pimpinan Suku Kurdi merebut Ibu Kota Ar-Raqqah pada Oktober 2017.
Pada Kamis (15/2), Uni Eropa berusaha menghidupkan kembali perundingan perdamaian PBB yang macet mengenai Suriah, sementara aliansi regional tersebut khawatir dengan usaha Rusia untuk mensahkan cengkeraman pada sekutunya, Presiden Suriah Bashar al-Assad.
Pembicaraan PBB di Jenewa, Swiss, telah membuat sedikit atau tidak membuat kemajuan selama perang tujuh-tahun di Suriah, sebelum menghadapi kebuntuan pada Desember lalu.
Moskow telah mendorong pembicaraan perdamaian pilihan di Ibu Kota Kazakhstan, Astana, bersama Turki, yang mendukung satu kelompok gerilyawan di Suriah.
Campur-tangan bersenjata oleh Rusia dan Iran telah memungkinkan al-Assad merebut kembali sebagian besar wilayah negaranya namun PBB menyatakan bahwa pada Februari telah terjadi beberapa pertempuran terburuk di Suriah sejak kekerasan meletus pada Maret 2011.
Meskipun demikian, para menteri luar negeri Uni Eropa di Bulgaria mengadakan pembahasan penuh pertama mereka tentang Suriah dalam waktu hampir setahun.