LONDON (IndependensI.com) – Indonesia terus memperkuat eksistensinya sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang serius dalam mewujudkan keselamatan dan keamanan pelayaran serta perlindungan lingkungan maritim di perairan Indonesia juga aktif berperan dan mendukung instrumen aturan yang dikeluarkan oleh International Maritime Organization (IMO).
Untuk itu, di sela pengajuan konsep penetapan Traffic Separation Scheme (TSS) di Selat Lombok dan Selat Sunda dalam Sidang International Maritime Organization (IMO) Sub-Committee on Navigation, Communication, Search & Rescue (NCSR) ke-5 di Markas Besar International Maritime Organization (IMO) pada tanggal 19 s.d. 23 Februari 2018 di London, Inggris, Indonesia menyerahkan maket kapal navigasi Kementerian Perhubungan cq. Ditjen Perhubungan Laut.
“Di sela sidang IMO NCSR, Indonesia menyerahkan maket kapal navigasi jenis Buoy Tender Vessel (BTV) Kelas I kepada IMO,” ujar Direktur Kenavigasian, Sugeng Wibowo di London.
Penyerahan maket kapal tersebut dilakukan langsung oleh Direktur Kenavigasian, Sugeng Wibowo dan Staf Khusus Menteri Perhubungan Bidang Hubungan Internasional, Dewa Made Sastrawan kepada Kepala Administrasi Sekretariat IMO.
“Penyerahan tersebut selanjutnya akan didokumentasikan dan dilakukan pencatatan untuk inventaris di IMO,” kata Sugeng.
Adapun penyerahan maket kapal tersebut, dilakukan sebelum Indonesia mengumumkan akan menjadi host coffee break dan menginformasikan tentang Rencana Submisi Proposal TSS Selat Sunda dan Lombok di Sidang NCSR 5.
Sementara itu, Atase Perhubungan RI untuk London, Simson Sinaga mengatakan bahwa penyerahan maket kapal navigasi melengkapi keaktifan Indonesia di IMO sebagai negara yang serius dalam mendukung keselamatan dan keamanan pelayaran serta perlindungan lingkungan maritim.
“Kehadiran Delri di sidang IMO ini untuk mengemban tugas memuluskan penetapan Traffic Separation Scheme (TSS) atau konsep rute kapal di Selat Lombok dan Selat Sunda kepada IMO. Hal ini sejalan dengan visi dan misi Presiden RI, Joko Widodo yang tertuang dalam nawa cita untuk menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Penyerahan maket kapal navigasi ke IMO akan memperkuat eksistensi Indonesia di IMO,” kata Simson.
Sebelumnya, Sidang IMO Sub-Committee NCSR ke-5 berlangsung dari tanggal 19 s.d. 23 Februari 2018 di London yang dipimpin oleh chairman, Mr. R. Lakeman dari Belanda, dengan vice chairman, Mr. N. Clifford dari New Zealand yang membahas tentang semua hal yang terkait dengan kenavigasian dan komunikasi pelayaran, termasuk analisis dan persetujuan atas ship routeing measures dan ships reporting system; persyaratan pengangkutan dan standar performa peralatan kenavigasian dan telekomunikasi; sistem rong-range identification and tracking (LRIT); pengembangan e-navigation serta hal-hal terkait Search and Rescue serta Global Maritime Distress and Safety System (GMDSS).
Delegasi Indonesia diketuai oleh Staf Khusus Menteri Perhubungan bidang Organisasi Internasional, Dewa Made Sastrawan dengan anggota delegasi adalah para perwakilan dari Direktorat Kenavigasian dan Bagian Hukum & KSLN Ditjen Hubla Kementerian Perhubungan, Kementerian Luar Negeri, Atase Perhubungan RI di London, serta akademisi dari Institut Teknologi 10 November Surabaya.
Sebagai informasi, Traffic Separation Scheme (TSS) merupakan suatu skema pemisahan jalur lalu lintas pelayaran kapal-kapal yang berlawanan arah dalam suatu alur pelayaran yang ramai dan sempit, misalnya alur pelayaran saat memasuki pelabuhan atau selat.
Penetapan TSS tentu saja mempertimbangkan kondisi lebar alur pelayaran, dimensi kapal, serta kepadatan lalu lintas pelayaran, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan No. 129 Tahun 2016 Tentang Alur Pelayaran di Laut dan Bangunan dan/atau Instalansi di Perairan.
Sedangkan pertimbangan dalam penentuan dan penyusunan data teknis TSS mengacu pada hasil survey bathymetri, traffic density, channel cross section and alignment, navigational traffic patterns, water and wind current, serta visibility and ship controlling yang dianalisa dan dilakukan permodelan dengan menggunakan aplikasi IALA-Waterways Risk Assessment Program (IWRAP), yang merupakan Risk Assessment Tools yang biasa digunakan oleh Negara Anggota IMO dalam mengajukan Ships’ Routeing System dan Ships’ Reporting System.
Indonesia sendiri telah menetapkan 3 Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) melintasi perairan nusantara dan laut territorial serta menetapkan Traffic Separation Scheme (TSS) serta Mandatory Straits Reporting System di Selat Malaka dan Selat Singapura melalui konsultasi yang intensif dengan negara-negara maritim dan IMO.