SUKOHARJO (Independensi.com) – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), optimistis program pengembangan minapadi mampu mendongkrak suplai pangan nasional.
Hal ini dibuktikan dengan keberhasilan model pengembangan minapadi yang merupakan kerjasama KKP dengan FAO di beberapa daerah, seperti di Kabupaten Sleman, DIY dan Sukoharjo, Jawa Tengah. Sebelumnya FAO telah menjadikan Indonesia sebagai rujukan model pengembangan minapadi untuk level Asia Pasifik.
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto dalam keterangannya, saat melakukan panen raya minapadi di Kabupaten Sukoharjo Jumat (14/9/2018) menyatakan bahwa keberhasilan minapadi diberbagai daerah khususnya di Kabupaten Sukoharjo akan mendorong percepatan pengembangan minapadi secara nasional.
Menurutnya, minapadi telah terbukti mampu memberikan efek ganda baik dalam upaya mendongkrak ketahanan pangan nasional maupun dalam meningkatkan pendapatan masyarakat.
Hadir dalam acara panen raya minapadi tersebut antara lain Badan Pangan Dunia FAO perwakilan Asia Pasific, FAO perwakilan Indonesia, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Jajaran Pemda Kab Sukoharjo, para pelaku usaha, dan ratusan petani.
Slamet menambahkan, jika bicara pangan berkelanjutan, maka tantangan terbesar kita adalah bagaimana mampu meningkatkan produktivitas ditengah tantangan perubahan iklim dan lingkungan global. Ini menjadi tantangan berbagai negara di dunia.
Dijelaskan bahwa FAO mulai mendorong negara negara untuk menerapkan konsep Ecosystem Approach for Aquaculture (EAA), dimana salah satu poinnya bagaimana mengintegrasikan akukuktur dengan sektor lainnya untuk meningkatkan efesiensi dan produktivitas.
Oleh karenanya, minapadi adalah pilihan tepat untuk mewujudkan suplai pangan berkelanjutan dan ini salah satu yang melatarbelakangi FAO melirik Indonesia sebagai acuan model.
“Potensi lahan persawahan di Indonesia itu mencapai 8,1 juta hektare, dari luasan tersebut sekitar 4,9 juta hektare efektif untuk pengembangan minapadi. Ini sebuah keunggulan komparatif yang luar biasa besar, jika kita optimalkan.
Disisi lain, menurut Slamet, ada tantangan besar lainnya yakni maraknya alih fungsi lahan produktif sawah untuk kegiatan lain semisal industri dan perumahan. Disatu sisi terus mendorong pangan berkelanjutan, namun disisi lain terjadi pembiaran alih fungsi lahan.
“Mengenai alih fungsi lahan, kami menghimbau Pemda untuk konsisten menerapkan Perda RTRW dalam melindungi pemanfaatan ruang untuk sektor strategis seperti perikanan dan pertanian. Secara khusus, saya menyarankan ada alokasi pemanfaatan ruang bagi pengembangan minapadi dalam rencana detail tata ruang di daerah”, pungkasnya.
Genjot Produksi Ikan dan Padi
Percontohan minapadi kerjasama antara KKP dan FAO di Kabupaten Sukoharjo dilakukan pada lahan seluas 18 Ha dan menunjukkan hasil yang menggembirakan.
Hasil panen menunjukkan produktivitas padi naik dari rata-rata 7 ton/ha/musim tanam menjadi 9-10 ton/ha/musim tanam. Ini belum dengan tambahan pendapatan dari ikan 1 – 2 ton/ha/musim tanam.
Dalam percontohan ini juga digunakan pakan mandiri sehingga menghemat biaya produksi.
Disisi lain, sistem minapadi juga terbukti mampu meminimalkan resiko serangan hama, pengurangan penggunaan pupuk serta tidak menggunakan pestisida yang menghasilkan padi organic.
Kotoran dari ikan juga menyuburkan padi, sehingga ada hubungan mutualisme. Beberapa spesies minapadi selain nila juga dapat dikembangkan gurame, lele, udang galah serta ikan hias sperti koi.
Sementara itu Wajah sumringah ditunjukan oleh Darno ketua anggota Kelompok Tani Ngudi Rejeki Desa Dalangan, betapa tidak, semula lahan sawahnya sering kebanjiran sehingga panennya sedikit.
Namun dengan system minapadi, produktivitas padi justru meningkat hingga mencapai 11 ton/ha, dari sebelumnya hanya 9 ton/ha.
Di sisi lain, ia mengaku system ini mampu menekan biaya produksi, hal ini karena selama pemeliharaan tidak perlu menggunakan pupuk dan obat-obatan dan kualitas produk juga lebih tinggi karena sifatnya organik.
“Alhamdulillah produktivitas padi naik, kami juga mendapatkan tambahan hasil produksi ikan, yang cukup besar yaitu 1 ton/ha. Dari hasil tersebut kami mendapatkan keuntungan lebih besar dari system biasa. Sebagai gambaran kalau sistem biasa pendapatan hanya sebesar Rp. 38 juta/ha/musim tanam, maka dengan system minapadi ini naik menjadi Rp. 53 juta/ha/musim tanam. Ini luar biasa.”, ungkap Darno
Hasil memuaskan juga diakui Sahir, ia mengaku kalau di itung itung, jelas minapadi ini sangat menguntungkan dibanding sistem lainnya. Untuk padi, ia mendapat surplus panen minimal 6 kwintal per hektar, belum lagi dari hasik ikannya.
“Jadi jika dibanding sistem lainnya, nilai tambah keuntungan bersih minapadi ini bisa lebih dari 50 persen”, ungkap Sahir, yang juga ketua Kelompok Ngeneng Sari II di Kecamatan Gatak – Sukoharjo.
Stephen Rudgard, dari perwakilan FAO Jakarta menyampaikan bahwa apa yang berkembang di Sukoharjo telah sejalan dengan apa yang ada di tingkat dunia, bahwa saat ini negara-negara di dunia dituntut untuk mampu mensuplai kebutuhan pangan secara berkelanjutan.
Menurutnya, kebutuhan pangan masyarakat dunia harus tersedia dengan tetap menjamin kualitas dan keamanan pangannya.
“Pada awalnya proses produksi budidaya padi ini menggunakan bahan kimia, namun penggunaan bahan kimia justru tidak akan menjamin produksi berlanjut, karena cenderung tidak ramah lingkungan. Oleh karenanya, minapadi ini menjadi solusi tepat dalam memproduksi pangan yang sehat, dan ramah lingkungan. Disini peran petani sangat besar dalam memberikan kontribusi bagi pemenuhan kebutuhan pangan dan FAO akan terus mensupport pengembangan minapadi ini dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan global”, ujar Stephen saat dimintai keterangan.
Lebih lanjut ia juga mengharapkan, agar Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dapat mensinergikan kegiatan minapadi dengan kementerian teknis terkait yakni Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Kementerian Pertanian.
Sedangkan Dr. Miao Weimin selaku Aquaculture Officer dari FAO Regional Asia Pasific mengungkapkan apresiasi kepada Pemerintah RI khususnya Ditjen Perikanan Budidaya dan Pemerintah Daerah Sukoharjo dalam mendukung keberhasilan proyek Minapadi. Selanjutnya, Miao menyampaikan harapannya agar keberhasilan ini dapat dilanjutkan oleh Indonesia melalui program nasional dalam skala yang lebih besar. Selain itu, keberhasilan Indonesia dalam proyek minapadi ini diharapkan menjadi contoh bagi Negara lain untuk mendukung FAO dalam menyediakan sumber pangan bagi masyarakat global.
Bedasarkan data yang dirillis KKP, tingkat konsumsi ikan perkapita Provinsi Jawa Tengah sebesar 28,81 kg per kapita per tahun, angka ini jauh dibawah rata rata nasional yang mencapai 47,7 kg per kapita per tahun. Keberhasilan pengembangan minapadi seperti di Kabupaten Sukoharjo, diharapkam akan direplikasi/ dicontoh di daerah lain dan secara langsung dapat mendongkrak tingkat konsumsi ikan masyarakat.
“Percontohan yang diberikan oleh FAO ini telah meningkatkan animo masyarakat terhadap usaha minapadi ini mulai tumbuh. Petani yang semula ragu-ragu untuk terlibat, sekarang sudah yakin untuk meniru percontohan yang ada. Ini tentunya menjadi poin penting sebagai titik awal percepatan pengembangan minapadi di Provinsi Jawa Tengah khususnya”, ungkap Netty Harjianti, Kepala Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Sukoharjo.
Sebagai gambaran, melalui dukungan KKP, hingga tahun 2017, total lahan minapadi produktif mencapai 128.000 hektar tersebar di Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, DIY, Sumatera Barat, Sulawesi Utara dan daerah lainnya.