JAKARTA (IndependensI.com) – Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) tentang Jaminan Kesehatan. Perpres tersebut untuk memperkuat penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola oleh Badan Penyelengaran Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Terbitnya Perpres sebagai wujud komitmen dari pemerintah untuk memastikan penyelenggaraan program JKN berkelanjutan dan diharapkan terus mengalami perbaikan agar masyarakat di seluruh lapisan dapat menikmati program jaminan kesehatan yang berkualitas.
Perpres ini juga memberikan peran lebih luas kepada pemerintah daerah (Pemda) untuk bersama-sama dengan pemerintah pusat dalam menjalankan program JKN. Hal ini sejalan dengan kenyataan bahwa kesehatan adalah salah satu kewenangan yang diserahkan kepada pemerintah daerah.
Selain itu, di Perpres tersebut juga mengatur pemanfaatan dana cukai rokok dari daerah. Hal ini juga merupakan amanat Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 yang harus dijalankan. Dalam UU tersebut diamanatkan pengalokasian pajak rokok sebesar 50 persen untuk pelayanan kesehatan masyarakat.
“Ya memang sudah kita keluarkan. Yang pertama itu ada amanat Undang-Undang bahwa 50 persen dari cukai rokok digunakan untuk hal yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan,” ujar Presiden di Istana Negara, Jakarta, pada Rabu, 19 September 2018.
Dalam waktu dekat, pengalokasian cukai rokok tersebut diharapkan dapat menutup defisit yang saat ini dialami BPJS Kesehatan. Dengan itu diharapkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dapat terus berjalan dengan baik.
Sedangkan jangka panjangnya dengan Perpres ini diharapkan bisa memberikan insentif kepada pemerintah daerah agar turut serta dalam upaya memperkuat penyelenggaraan program JKN. Caranya dengan memperkuat fasilitas layanan kesehatan tingkat pertama (Puskesmas) yang merupakan tanggung jawab pemerintah daerah.
Tak hanya itu, Perpres mendorong pemerintah daerah agar dapat meningkatkan kualitas kesehatan masyarakatnya dengan upaya promosi dan pencegahan penyakit yang bertujuan mengubah perilaku masyarakat untuk hidup sehat.
Apabila peran pemerintah daerah ini dapat dijalankan dengan baik, diharapkan pembiayaan layanan kesehatan akan menjadi lebih efektif. Lalu jumlah kasus penyakit yang membebani anggaran juga dapat ditekan.
“Di BPJS sendiri kemarin terjadi defisit yang itu harus ditutup. Apapun yang namanya pelayanan kesehatan untuk masyarakat itu harus dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga defisit itu sebagian ditutup dari hasil cukai rokok,” tuturnya.
Di sisi lain, Kepala Negara telah memerintahkan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk melakukan audit terhadap defisit tersebut. Dirinya juga meminta BPJS untuk membenahi sistem pelayanan dan verifikasi keuangan.
“Karena ini menjangkau dari pusat sampai ke kabupaten/kota di seluruh Tanah Air. Bagaimana memonitor klaim dari rumah sakit. Bukan sesuatu yang gampang. Saya mengalami semua. Di lingkup provinsi dulu kita juga ada Kartu Jakarta Sehat. Itu mengontrol verifikasi setiap rumah sakit tidak mudah,” imbuhnya.
Menanggapi kekhawatiran akan berkurangnya pendapatan daerah akibat pengalokasian cukai tersebut, Presiden Joko Widodo menyebut kebijakan tersebut justru untuk kepentingan daerah sendiri, dan menjadi insentif bagi daerah untuk memperbaiki kualitas layanan kesehatan dan kondisi kesehatan masyarakatnya. Selain itu, kebijakan itu sebelumnya juga sudah melalui persetujuan daerah.
“Itu yang menerima juga daerah. Untuk layanan kesehatan di daerah, bukan pusat. Itu pun sudah melalui persetujuan daerah,” tegas Jokowi.