JAKARTA (IndependensI.com) – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Minggu, 7 Oktober 2018. Terdapat 28.856 desa di sekitar hutan, dimana mayoritas kehidupannya sangat tergantung pada hutan. Tanpa kehadiran pemerintah untuk memberikan akses legal pengelolaan hutan kepada masyarakat, mustahil kesejahteraan masyarakat yang hidup di sekitar hutan akan terwujud. Pemerintah melalui KLHK telah memiliki Program Perhutanan Sosial (PS), yang berupaya memberikan hak kepada masyarakat berupa akses legal, untuk ikut berpartisipasi dalam memanfaatkan hutan dan hasil-hasilnya, demi kesejahteraan.
“Dulu petani dikejar kejar ketika menggarap lahan hutan, tetapi sekarang diberdayakan secara optimal,” ujar Bambang Supriyanto, Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL) pada talkshow di acara Ruwatan Negeri dengan tema “Hutan Kaya, Lingkungan Terjaga, Rakyat Sejahtera”, yang diselenggarakan oleh Galang Kemajuan (GK) Foundation, di Jakarta (06/10).
Bambang juga menjelaskan, jika dahulu petani hanya menggarap 0,1 ha lahan garapan, saat ini melalui pemberian akses legal, petani dapat izin untuk menggarap 1 sampai 2 ha lahan. Lahan yang berstatus kawasan hutan tersebut bisa dimanfaatkan dengan berbagai konsep pengelolaan, seperti diolah dengan sistem agroforestry, yaitu kombinasi pola tanam antara tanaman pertanian semusim, dengan tanaman hutan/tanaman kayu keras, atau dapat juga dengan konsep pengembangan ekowisata, yang memanfaatkan nilai jasa lingkungan berupa keindahan alam hutan.
KLHK terus berupaya mensosialisasikan program PS ini melalui berbagai cara, agar semakin banyak masyarakat dapat mengetahui dan mendapatkan manfaat dari program, yang hingga saat ini telah diberikan izin akses legal kelola kawasan hutan seluas lebih dari 2 juta ha kepada sekitar 500.000 kepala keluarga petani hutan. Menurut Bambang, jika dalam satu kepala keluarga ada 4 – 6 orang, maka ada sekitar 2 – 3 juta masyarakat yang terlibat dalam program perhutanan sosial.
Salah satu penerima manfaat PS, yaitu Parjan, turut hadir dalam acara tersebut, untuk menjelaskan manfaat yang telah diperoleh melalui program ini. Parjan dan kelompok taninya memperoleh izin PS berupa dalam bentuk Hutan Kemasyarakatan (HKm) di Kalibiru, Kabupaten Kulon Progo, Provinsi D.I. Yogyakarta. Ketua HKm Kalibiru tersebut memanfaatkan izin yang diberikan untuk pengembangan ekowisata, sehingga bisa meraup jutaan rupiah perbulannya.
“Ada berkah untuk tidak menebang pohon, ternyata sebatang pohon jika ditebang satu pohon hanya menghasilkan tidak lebih dari lima juta rupiah, tapi di tangan Hkm Kalibiru sebatang pohon yang dibiarkan berdiri utuh bisa menghasilkan 30 – 40 juta perbulannya,” ujar Parjan.
Dengan memanfaatkan pohon-pohon di atas bukit untuk dijadikan spot foto dengan latar belakang lembah dibawahnya, HKm Kalibiru menarik perhatian generasi milenial untuk datang berkunjung, meski lokasinya agak jauh dari pusat Kota.
Hebatnya lagi menurut Parjan, keberadaan HKm Kalibiru ini mendorong generasi muda lokal yang tadinya bekerja di luar kota dan di luar negeri, untuk kembali ke kampung halamannya menggeluti usaha pemanfaatan jasa lingkungan di area PS ini, dengan menjadi petugas kebersihan, ataupun membuat warung di lokasi ekowisata.
Dalam acara Ruwatan Negeri ini, Ditjen PSKL juga menghadirkan pusat informasi terkait program PS. Beberapa informasi yang dapat diperoleh meliputi tata cara pengusulan, verifikasi, proses penerbitan SK ijin PS, cara pembentukan KUPS, penyusunan RKU dan KUPS Mandiri. Selain itu juga stand menampilkan produk-produk dari KUPS yang sudah berhasil, seperti madu, gula semut, kopi, minyak kayu putih, air gaharu, minuman air pala dan lain sebagainya.
Melalui sosialisasi yang terus menerus ke semua lini masyarakat, PS diharapkan dapat semakin banyak berkontribusi membuka lapangan kerja bagi masyarakat di dalam dan sekitar hutan, sehingga mendukung kelestarian hutan dan kesejahteraan masyarakat.