BEKASI (IndependensI.com)- Dengan alasan efisien dan efektivitas, Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi memberlakukan prosedur baru terkait penggunaan Kartu Sehat berbasis Nomor Induk Kependudukan (KS-NIK). Pengguna kartu prodak lokal Pemkot Bekasi itu, harus membawa rujukan dari Puskesmas.
Artinya, pasien yang selama ini bisa langsung ke rumah sakit swasta, mukai 1 November 2018, tidak demikian lagi, dan wajib ada rujukan. Kecuali pasien dalam kegawatdaruratan, bisa langsung ke rumah sakit swasta dan atau rumah sakit umum daerah (RSUD) setempat.
Selain itu, dana yang dianggarkan Rp 200 miliar pada APBD 2018, hingga Oktober 2018, sudah terpakai. “Ini bukan soal biaya yang bengkak, tapi sistem. Kalau soal bengkak, jaminan kesehatan nasional saja itu luar biasa,” ucap Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi, kamarin.
Yang terpakai sudah lebih dari Rp 200 miliar. Namun tahun depan mudah-mudahan tidak sebesar itu karena sistemnya sudah diperbaiki, sehingga pola rujukan berjalan, katanya.
Berdasarkan data, dari 740.000 kepala keluarga di Kota Bekasi, sebanyak 590.000 di antaranya telah memiliki KS-NIK.
Rahmat menegaskan, meski telah diberlakukannya prosedur baru, RS swasta tidak diperkenankan menolak pasien yang datang dengan berbekal KS-NIK.
Demi efisiensi dan efektivitas, KS-NIK yang selama ini bisa digunakan langsung di Rumah Sakit Swasta tanpa melalui proses rujukan, kini tak bisa lagi, ia mengaskan.
“Kecuali kondisi kegawatdaruratan, pasien KS-NIK harus mendapat rujukan dari Puskesmas lebih dahulu. Puskesmas pun terlebih dulu merujuk ke Rumah Sakit Tipe D lalu RSUD Kota Bekasi. Jika fasilitas tidak memadai, baru rujukan diarahkan ke RS swasta,” ucap Rahmat Effendi.
Diasebutkan, penetapan prosedur baru ini merupakan hasil evaluasi terhadap satu tahun berlakunya KS-NIK. Hal yang melatarbelakangi diberlakukannya perubahan prosedur ialah sistem pemanfaatan KS-NIK yang tidak efisien dan efektif.
Ia mengakui ada beberapa temuan, semisal pasien batuk, pilek, pusing, diare, dan penyakit ringan lainnya langsung mendatangi RS swasta dan menginginkan konsultasi langsung dengan dokter spesial. Padahal kalau hanya sakit seperti itu, cukup ke Puskesmas saja. Dokter Puskesmas juga sanggup menanganinya, ucapnya.
Selain itu, pasien pemegang KS-NIK juga kebanyakan enggan berobat ke RSUD Kota Bekasi karena beranggapan layanananya kelas tiga, sehingga langsung datang ke RS swasta.
“Kalau segala macam penyakit maunya diobati di RS swasta, berarti sistemnya tidak jalan. Sistemnya ini yang coba kami perbaiki, supaya penanganan kegawatdaruratan tetap jalan, yang sakit-sakit ringan juga tetap tertangani,” katanya.
Meski menyebutkan bahwa perubahan prosedur dilatarbelakangi maksud untuk efisiensi, Rahmat mengelak menyebut dana alokasi untuk pembiayaan KS-NIK membengkak.
Terkait perubahan prosedur penggunaan KS-NIK ini disesalkan banyak warga. Diantaranya Elly Sutisna (42), warga Kecamatan Rawalumbu Kota Bekasi, mengeluh.
Kamis (8/11/2018) kemarin katanya, ia membawa anaknya berobat ke Puskesmas Rawalumbu. Dokter setempat hanya memberikan obat, sementara anaknya mengeluh kesakitan akibat kakinya membengkak. Saat diminta rujukan untuk berobat ke RS Rawalumbu, sebuah RS swasta, pihak puskemas tidak mau memberikan dengan alasan sudah dikasih obat.
Kemudian, ibu tersebut kesal dan sempat pulang ke rumah. Karena anaknya terus mengeluh kesakitan, ia kembali ke puskesmas tersebut dan menggunakan kartu BPJS kesehatan. Ia meminta rujukan dan akhirnya ia peroleh. Di rs swasta ia akui baru ada tindakan medis.
Ia mempertanyakan kenapa sebelum pilkada Kota Bekasi, KS berbasis NIK dapat digunakan ke rs swasta tanpa rujukan. Namun setelah pilkada usai, ada perubahan prosedur KS yang menyulitkan masyarakat. (jonder sihotang)