JAKARTA (Independensi.com) – Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mendorong udang sebagai andalan dalam meraup devisa, hal ini mengingat komoditas ini memiliki peluang pasar ekspor yang terbuka dengan nilai margin yang besar. Disisi lain udang merupakan komoditas yang mendominasi struktur perdagangan ekspor produk perikanan nasional.
“Saya mengingatkan semua stakeholders untuk bekerjasama memajukan perekonomian perikanan baik laut, maupun budidaya. Terutama udang yang memberikan share dominan dalam struktur perdagangan ekspor produk perikanan nasional”, ungkap Susi saat memberikan arahan dalam ajang Aquatica Asia dan Indoaqua 2018 di JIexpo Kemayoran, Jakarta, Kamis (29/11/2018).
Menurutnya budidaya sejak 30 tahun terakhir di seluruh dunia menjadi tumpuan dalam pemenuhan kebutuhan pangan yang naik setiap hari, seiring pertumbuhan penduduk yang terus naik.
“Jadi permintaan ikan ini tidak akan berhenti. Kita ambil contoh, setiap tahun penduduk Indonesia itu naik 2 juta orang, bisa dihitung berapa tambahan kebutuhan ikan pertahunnya”, imbuhnya
Susi mengingatkan, bahwa saat ini dan kedepan critical issue bukan lagi masalah ideologi dan politik, namun masalah food security atau keamanan pangan.
Disisi lain, era globalisasi tak bisa kita hindari. Saat ini beberapa negara mulai melakukan proteksi industri dalam negeri dan itu wajar dan sah sah saja, mengingat food security dan ketahanan ekonomi sangat penting sekali. Penerapan anti dumping misalnya harus disikapi secara serius.
“Fenomena trade war antara China denganAmerika, saya berharap seluruh pelaku bisnis perikanan Indonesia (tangkap, budidaya dan procesing) mengambil momen ini untuk lari, untuk loncat meningkatkan produksi dan ekspor. Saya tekankan, jangan ulangi kejadian era tahun 2000-2004, dimana Amerika menerapkan anti dumping kepada China, Taipe, Thailand dan Vietnam, harusnya budidaya udang Indonesia bangkit. Memang ekspor udang Indonesia naik tajam, tapi itu semua hasil transhipment produk dari China, Thailand dengan menamakan dokumen dari Indonesia. Waktu itu, harusnya kita genjot pertumbuhan udang di Indonesia, bukan malah menjual barang mereka yang sedang terkena anti dumping. Oleh karenanya, saya tida ingin mendengar lagi ada pengusaha udang Indonesia melakukan hal ini lagi”, tegas Susi
Susi juga menegaskan pentingnya pengelolaan budidaya berkelanjutan dalam menjamin kesuksesan bisnis budidaya udang nasional.
“Sustainable aquaculture itu sangat penting baik secara financial maupun lingkungan. Saya mengingatkan kembali, penggunaan lahan tambak sudah harus meangalokasikan area untuk bakau. Selain untuk menjaga abrasi, bakau juga merupakan benteng environment yang mem-filter anda punya kualitas air. Jadi sangat penting. Disamping itu, sustainable aquaculture itu harus mengingat banyak hal antara lain ketahanan lingkungan dan kapasitas daya dukung lingkungan. Kalau ini tidak diperhatikan, saya pastikan out break akan terjadi. Genetically vaname ini mungkin sudah terpapar penyakit, tapi pemicunya bisa dari lingkugan yang buruk. Saya mengingatkan anda semua, vaname ini kalau sudah out break sangat berbahaya. Kita masih diuntungan sebagai negara kepulauan, mungkin out break tidak terlalu fatal seperti di Ekuador dan Thailand. Namun, kita tetap waspada dengan memperketat karantina”, jelas Susi.
“Anda juga harus bangun environment, tambaknya, bahkan untuk kecukupan pangan. Mestinya juga membuat improvisasi di pabrik pakannya. Contohnya, pakan mandiri untuk budidaya ikan tawar telah membawa perubahan terhadap peningkatan indeks nilai tukar pembudidaya ikan, sebelumnya selama puluhan tahun pertumbuhannya selalu flat”, imbuh Susi.
Terkait peningkatan daya saing, Susi juga mengingatkan pentingnya memenuhi persyaratan mutu dan food safety.
“Kita harus menyatakan bahwa produk kita itu zero antibiotic, no chemical, non any additive dan ramah lingkungan. Life style di era globalisasi ini berbeda, konsumen inginnya produk yang organik dan aman. Ini harus kita lakukan, improvement ide-ide baru ini mutlak untuk tingkatkan daya saing produk di pasar global”, pungkasnya
Sementara itu, Ketua SCI, Iwan Sutanto mengatakan optimis Indonesia mampu mendominasi pangsa pasar ekspor.
“Kalau bicara teknologi kita sebenarnya selangkah lebih maju dari negara lain seperti Vietnam dan Thailand. Paling penting saat ini bagaimana melakukan screening terhadap penyakit udang. Kami juga meminta dukungan ibu Menteri untuk berkoordinasi dengan Pemda berkenaan dengan perijinan usaha yang cukup memberatkan. Ini penting agar investasi bisa masuk, apalagi saat ini 60 persen produksi udang nasional ditopang oleh SCI”, ungkap Iwan.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekspor udang Indonesia dalam 5 (lima) tahun terakhir (2013-2014) tumbuh rata-rata 6,43 persen. Hingga Oktober 2018 nilai ekspor udang tercatat 1,46 milyar USD atau naik 3,2 persen dibanding tahun 2017.
Look my site is good
___
http://davesdevotional.org
Nice posts! 🙂
___
Sanny