JAKARTA (IndependensI.com) – Bukan hanya pengaturan skor (match fixing), pemalsuan umur dan data pemain juga menjadi penyakit paling kronis di kompetisi sepakbola Indonesia. Celebest FC yang lolos ke Babak 16 Besar Liga 3 Indonesia 2018 sebagai juara Grup H diduga mendaftarkan pemain dengan umur dan data yang dipalsukan.
Bertanding di Grup H bersama Persinga Ngawi, Kreasindo XIII Merdeka FC, dan Persekap Pasuruan, Celebest FC memasukkan nama pemain Muhammad Jamal Nur dalam Daftar Susunan Pemain (DSP).
Berdasarkan hasil investigasi Save Our Soccer (#SOS), Muhammad Jamal Nur, bukan nama sesungguhnya sang pemain. Nama aslinya Muchammad Ichwanullah yang notabene kakak dari Muhammad Jamal Nur.
Liga 3 Indonesia 2018 memiliki regulasi berusia 23 tahun atau lebih muda (Kelahiran 1 Januari 1996 atau setelahnya) seperti tertera di pasal 29. Berdasarkan Kartu Keluarga, Akte Kelahiran, dan Ijazah yang didapatkan #SOS.
Ichwanullah kelahiran Ujung Pandang, 29 Maret 1995. Artinya tak memenuhi syarat sebagai pemain di klub Liga 3. Tapi, kemudian nekad dan direstui klubnya Celebest FC menggunakan nama Muhammad Jamal Nur, adik dari Ichwanullah, bungsu dari lima bersaudara pasangan Abdul Samad dan Herlina kelahiran Makassar, 24 Februari 2000.
“Memalsukan umur dan data adalah salah satu bentuk kejahatan di sepakbola. Ini harus dihukum seberat-beratnya,” kata Koordinator Save Our Soccer, Akmal Marhali, kepada IndependensI.com.
“Celebest FC harus bertanggung jawab atas kecerobohan yang dilakukan. Komdis PSSI mesti tegas menjatuhkan hukuman. Klub yang terlibat harus dijatuhi hukuman diskualifikasi,” Akmal menambahkan.
Berdasarkan regulasi pasal 29 ayat 4 dijelaskan bahwa pemain dinyatakan tidak sah bila a) ia belum mendapatkan pengesahan dari PSSI; b) diketahui bahwa ia menggunakan atau menyampaikan data atau informasi palsu atau tidak benar dalam proses administratif/pendaftaran sebagai peserta Liga 3; c) diketahui bahwa keikutsertaan pemain tersebut melanggar ketentuan berdasarkan batas usia pemain (pencurian umur) dan ketentuan lain dalam ayat 1 dan 2 pasal ini. Berdasarkan pasal 29 ayat 6 klub yang menggunakan pemain tidak sah hukumannya adalah diskualifikasi.
Tapi, faktanya PSSI tak menjatuhkan hukuman sesuai regulasi. Komite Disiplin (Komdis) PSSI hanya menjatuhkan hukuman kepada pemain bersangkutan, tanpa mendiskualifikasi klubnya. Komdis PSSI bahwa melalui putusannya bernomor 021/L3/SK/KD-PSSI/XII/2018 terkait protes Persinga Ngawi atas pemalsuan umur dan data pemain Celebst FC MENOLAK protes yang disampaikan dan tetap menyatakan Celebest FC lolos ke Babak 16 Besar.
“Jangan sampai Komdis mengambil keputusan tidak berdasarkan regulasi karena ada kepentingan di dalamnya. Komdis harus menjaga harkat dan martabat kompetisi sepakbola nasional. Menjaga wibawa PSSI. Putusan Komdis yang menolak protes Persinga Ngawi adalah blunder dan menafikan regulasi,” kata Akmal.
Komdis harusnya menggunakan yurisprudensi hukum yang terjadi di Piala Soeratin U-17 2017. Ketika itu Persiter Ternate didiskualifikasi dari semifinal Piala Soeratin karena menggunakan pemain tidak sah. Posisinya digantikan Persita Tangerang yang bertemu Penajam Utama asal Kalimantan Timur dalam final yang dimainkan di Stadion Maguwoharjo Sleman, 28 Oktober 2017. Artinya, untuk kasus yang sama. Celebest FC harus DIDISKUALIFIKASI. Posisinya digantikan Persinga Ngawi sebagai juara Grup dan Kreasindo XIII Merdeka FC naik sebagai runner-up.
“Jangan sampai karena Celebest FC milik petinggi di PSSI, Komdis mempermainkan hukuman. Ini bisa juga disebu berkonspirasi untuk suatu kejahatan. Ini harus menjadi perhatian serius PSSI,” kata Akmal.
Nice posts! 🙂
___
Sanny