JAKARTA (IndwpendensI.com) – Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono bakalbmenerapkan kebijakan baru dalam pelaksanaan barang dan jasa di kementeriannya. Kebijakan tersebut diberlakukan untuk mencegah korupsi di lingkungan Kementerian PUPR. Dalam kebijakan tersebut, pihaknya akan ‘melarang’ pejabat pembuat komitmen (PPK) muda untuk menandatangani kontrak proyek.
Selanjutnya, penandatanganan kontrak proyek akan dilakukan oleh pejabat yang hierarkinya lebih tinggi. Untuk mewujudkan kebijakan tersebut, Basuki mengatakan telah mengajukan usul ke Kementerian Keuangan.
Basuki mengatakan kebijakan tersebut dilakukan karena saat ini sebagian para PPK di Kementerian PUPR umurnya masih berkisar antara 30-36 tahun. Ia mengatakan usia tersebut rawan godaan.
“Posisi PPK rentan, usia mereka masih muda, uang yang harus mereka kelola hingga miliaran rupiah. Oleh karena itulah nanti yang tanda tangan kontrak atasannya yang lebih senior,” katanya seperti dilansir website Kementerian PUPR, Senin (28/1/2019).
Basuki mengatakan selain itu, agar pengadaan barang dan jasa yang dilakukan oleh Kementerian PUPR lebih transparan, pihaknya juga akan membentuk Balai Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) di setiap provinsi. Saat ini, struktur organisasi Balai PBJ tersebut sedang disiapkan oleh Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Kementerian PUPR.
Targetnya, akhir Januari ini struktur Balai PBJ rampung dan pejabatnya bisa segera dilantik. Sebagai informasi, Kementerian PUPR pada masa pemerintahan Presiden Jokowi mendapatkan amanah untuk mengelola anggaran pembangunan infrastruktur terbesar dibandingkan kementerian bidang infrastruktur lain.
Pada 2019 ini misalnya, kementerian tersebut mendapatkan anggaran Rp110,73 triliun. Dari total anggaran tersebut, 84 persen atau Rp93 triliun di antaranya merupakan belanja modal yang dilaksanakan melalui mekanisme pengadaan barang dan jasa.
Namun, pengelolaan anggaran besar tersebut beberapa waktu lalu mendapatkan sorotan. Sorotan muncul terkait operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK terhadap pejabat pembuat komitmen sejumlah proyek Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) yang ditangani Ditjen Cipta Karya Kementerian PUPR.
Para PPK tersebut ditangkap karena diduga menerima suap untuk mengatur lelang proyek SPAM tahun anggaran 2017-2018.